BNPT ajak santri gelorakan semangat Resolusi Jihad lawan terorisme
20 Oktober 2022 20:05 WIB
Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Boy Rafli Amar dalam seminar nasional kebangsaan kerja sama BNPT dengan Dewan Pengurus Wilayah (DPW) Ikatan Pesantren Indonesia (IPI) Kalimantan Barat (Kalbar) di Pontianak, Kalimantan Barat, Kamis (20/10/2022). ANTARA/HO-PMD BNPT.
Jakarta (ANTARA) - Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme Boy Rafli Amar mengajak para santri menggelorakan kembali semangat Resolusi Jihad yang dipelopori oleh ulama K.H. Hasyim Asy'ari pada 22 Oktober 1945 untuk melawan intoleransi, radikalisme, dan terorisme.
"Ini (kemunculan Resolusi Jihad) momentum besar dari peristiwa sejarah masa lalu yang tidak bisa dipisahkan dari perjuangan NKRI. Sejatinya setelah Proklamasi Kemerdekaan RI 17 Agustus 1945, terjadi agresi militer Belanda. Sampailah pada tanggal 22 Oktober 1945, lahir fatwa tokoh ulama dan Nahdlatul Ulama (NU) Hadratussyaikh Kiai Haji Hasyim Asy'ari untuk jihad fi sabilillah melawan penjajahan, musuh negara," kata Boy Rafli sebagaimana dikutip dari siaran pers BNPT yang diterima di Jakarta.
Hal tersebut ia sampaikan saat menghadiri seminar nasional kebangsaan kerja sama BNPT dengan Dewan Pengurus Wilayah Ikatan Pesantren Indonesia (IPI) Kalimantan Barat di Pontianak, Kamis, yang digelar dalam rangka peringatan Hari Santri Nasional (HSN) 2022.
HSN ditetapkan pada tahun 2015 melalui Keputusan Presiden Nomor 22 Tahun 2015 dengan didasarkan pada peristiwa Resolusi Jihad pada 22 Oktober 1945 yang menunjukkan peran besar santri dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia dan melawan musuh bersama bangsa ini pada masa itu, yakni penjajahan.
Dengan demikian, menurut Boy, sudah sepatutnya semangat Resolusi Jihad itu kembali digelorakan oleh para santri untuk melawan terorisme, terutama di tengah momentum HSN 2022 pada 22 Oktober mendatang.
Boy Rafli menyampaikan Resolusi Jihad merupakan pembelajaran penting bagi bangsa Indonesia, khususnya para santri dalam membela Tanah Air bersama seluruh komponen masyarakat pada masa itu.
"Kalau dulu musuh kita kelihatan, hari ini musuh kita berupa virus intoleransi, radikal, dan terorisme yang memengaruhi anak bangsa kita untuk memusuhi bangsanya sendiri," ujarnya.
Bahkan, tambah Boy, ancaman virus intoleransi, radikalisme, dan terorisme harus dijadikan kewaspadaan bersama karena ketiganya telah berkembang menjadi ideologi terorisme global yang tidak hanya terjadi di Indonesia, tetapi juga di negara-negara lain.
Ia mengungkapkan ada lebih dari 120 negara yang telah terpapar virus tersebut. Artinya, menurut Boy, virus intoleransi, radikalisme, dan terorisme, seperti COVID-19.
"Kalau COVID-19, hari ini pandemi sudah mulai mereda setelah imunitas bangsa kita semakin bagus. Sudah ada vaksinnya sehingga kita kebal. Tapi, virus intoleransi, radikalisme, dan terorisme ini sulit untuk diprediksi berapa tahun akan hilang dari muka bumi. Dia akan berus berkembang biak mempengaruhi masyarakat di seluruh dunia, termasuk di Indonesia," ujarnya.
Selain para santri, pencegahan penyebaran virus intoleransi, radikalisme, dan terorisme juga dilakukan oleh BNPT dengan mengajak semua pihak memperkuat wawasan kebangsaan, yakni empat pilar kebangsaan, yaitu UUD NRI 1945, Pancasila, Bhinneka Tunggal Ika, dan NKRI.
Kemudian, ada pula upaya revitalisasi nilai-nilai Pancasila sebagai pedoman bangsa dan negara serta penguatan moderasi beragama.
Adapun moderasi beragama merupakan salah satu langkah strategis BNPT bersama mitra strategisnya, yakni Kementerian Agama, dalam mencegah penyebaran virus intoleransi, radikalisme, dan terorisme di Indonesia. Di samping itu, BNPT juga melibatkan organisasi keagamaan, seperti NU dan Muhammadiyah.
Dalam kesempatan yang sama, Ketua Umum IPI K.H. Abdul Muhaimin menyampaikan dukungan pihaknya terhadap upaya pencegahan terorisme yang dilakukan oleh BNPT.
“IPI sendiri sudah setiap hari konsisten melakukan langkah-langkah pencegahan ini. Mari, kita jaga NKRI dari unsur-unsur yang merusak negara dan merusak agama itu sendiri,” ujar Abdul.
"Ini (kemunculan Resolusi Jihad) momentum besar dari peristiwa sejarah masa lalu yang tidak bisa dipisahkan dari perjuangan NKRI. Sejatinya setelah Proklamasi Kemerdekaan RI 17 Agustus 1945, terjadi agresi militer Belanda. Sampailah pada tanggal 22 Oktober 1945, lahir fatwa tokoh ulama dan Nahdlatul Ulama (NU) Hadratussyaikh Kiai Haji Hasyim Asy'ari untuk jihad fi sabilillah melawan penjajahan, musuh negara," kata Boy Rafli sebagaimana dikutip dari siaran pers BNPT yang diterima di Jakarta.
Hal tersebut ia sampaikan saat menghadiri seminar nasional kebangsaan kerja sama BNPT dengan Dewan Pengurus Wilayah Ikatan Pesantren Indonesia (IPI) Kalimantan Barat di Pontianak, Kamis, yang digelar dalam rangka peringatan Hari Santri Nasional (HSN) 2022.
HSN ditetapkan pada tahun 2015 melalui Keputusan Presiden Nomor 22 Tahun 2015 dengan didasarkan pada peristiwa Resolusi Jihad pada 22 Oktober 1945 yang menunjukkan peran besar santri dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia dan melawan musuh bersama bangsa ini pada masa itu, yakni penjajahan.
Dengan demikian, menurut Boy, sudah sepatutnya semangat Resolusi Jihad itu kembali digelorakan oleh para santri untuk melawan terorisme, terutama di tengah momentum HSN 2022 pada 22 Oktober mendatang.
Boy Rafli menyampaikan Resolusi Jihad merupakan pembelajaran penting bagi bangsa Indonesia, khususnya para santri dalam membela Tanah Air bersama seluruh komponen masyarakat pada masa itu.
"Kalau dulu musuh kita kelihatan, hari ini musuh kita berupa virus intoleransi, radikal, dan terorisme yang memengaruhi anak bangsa kita untuk memusuhi bangsanya sendiri," ujarnya.
Bahkan, tambah Boy, ancaman virus intoleransi, radikalisme, dan terorisme harus dijadikan kewaspadaan bersama karena ketiganya telah berkembang menjadi ideologi terorisme global yang tidak hanya terjadi di Indonesia, tetapi juga di negara-negara lain.
Ia mengungkapkan ada lebih dari 120 negara yang telah terpapar virus tersebut. Artinya, menurut Boy, virus intoleransi, radikalisme, dan terorisme, seperti COVID-19.
"Kalau COVID-19, hari ini pandemi sudah mulai mereda setelah imunitas bangsa kita semakin bagus. Sudah ada vaksinnya sehingga kita kebal. Tapi, virus intoleransi, radikalisme, dan terorisme ini sulit untuk diprediksi berapa tahun akan hilang dari muka bumi. Dia akan berus berkembang biak mempengaruhi masyarakat di seluruh dunia, termasuk di Indonesia," ujarnya.
Selain para santri, pencegahan penyebaran virus intoleransi, radikalisme, dan terorisme juga dilakukan oleh BNPT dengan mengajak semua pihak memperkuat wawasan kebangsaan, yakni empat pilar kebangsaan, yaitu UUD NRI 1945, Pancasila, Bhinneka Tunggal Ika, dan NKRI.
Kemudian, ada pula upaya revitalisasi nilai-nilai Pancasila sebagai pedoman bangsa dan negara serta penguatan moderasi beragama.
Adapun moderasi beragama merupakan salah satu langkah strategis BNPT bersama mitra strategisnya, yakni Kementerian Agama, dalam mencegah penyebaran virus intoleransi, radikalisme, dan terorisme di Indonesia. Di samping itu, BNPT juga melibatkan organisasi keagamaan, seperti NU dan Muhammadiyah.
Dalam kesempatan yang sama, Ketua Umum IPI K.H. Abdul Muhaimin menyampaikan dukungan pihaknya terhadap upaya pencegahan terorisme yang dilakukan oleh BNPT.
“IPI sendiri sudah setiap hari konsisten melakukan langkah-langkah pencegahan ini. Mari, kita jaga NKRI dari unsur-unsur yang merusak negara dan merusak agama itu sendiri,” ujar Abdul.
Pewarta: Tri Meilani Ameliya
Editor: Didik Kusbiantoro
Copyright © ANTARA 2022
Tags: