Jakarta (ANTARA) - Wakil Ketua Komisi Informasi Pusat (KIP) Arya Sandhiyudha mengatakan kesiapan lembaganya untuk melaksanakan substansi Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang Pelindungan Data Pribadi (UU PDP) yang berkaitan dengan badan publik.

Hal tersebut disampaikan nya menanggapi UU PDP yang baru saja resmi diteken oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada Senin (17/10).

"Posisi Komisi Informasi Pusat siap untuk menjalankan atau bekerja sama dalam memonitor dan evaluasi terhadap pengawalan tata kelola data pribadi tersebut agar tetap sesuai dengan ukuran-ukuran Keterbukaan Informasi Publik," kata Arya dalam keterangan tertulisnya yang diterima di Jakarta, Kamis.

UU PDP, kata Arya, memiliki irisan substansi dengan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP), terutama bagaimana Pemerintah dan badan publik melindungi data pribadi.

Baca juga: Aktivis sebut UU PDP antisipasi kebocoran data

Baca juga: Kemenkominfo: UU PDP regulasi jaga kedaulatan ruang virtual


Arya menjelaskan bahwa UU KIP memberikan penekanan khusus pada Pemerintah dan badan publik, sementara UU PDP memberikan perhatian pada pengelolaan data pribadi oleh Pemerintah dan/atau swasta.

"Maka irisan agenda dengan UU KIP memberi penekanan agar Badan Publik harus kian komitmen dalam menjaga data pribadi sebagaimana diamanahkan kedua UU tersebut," ujarnya.

Ia menjelaskan bahwa adanya UU PDP telah memberikan wewenang kepada Pemerintah untuk mengawasi tata kelola data pribadi yang dilakukan penyelenggara sistem elektronik (PSE). Adapun dalam UU KIP, memiliki pasal yang substansi nya menjaga kepentingan perlindungan data pribadi.

"Sejak terbitnya UU KIP di tahun 2008 sudah ada substansi perlindungan data pribadi," ucapnya.

Baca juga: Pakar minta pemerintah segera membentuk komisi independen PDP

Arya pun memastikan Komisi Informasi Pusat akan mengawal agar informasi atau data pribadi yang dikelola badan publik tetap berhak dikecualikan untuk dibuka ke khalayak masyarakat.

"UU KIP juga berkepentingan memastikan badan publik berhak menolak permohonan informasi terhadap informasi dikecualikan, yaitu informasi yang berpotensi persaingan tidak sehat dan informasi yang berpotensi membahayakan kepentingan nasional," ucap Arya.