Makassar (ANTARA) - Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham) Edward Omar Sharif Hiariej mengatakan pedoman pemidanaan yang dimuat dalam Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) semata-mata bertujuan menghadirkan kemanfaatan dan keadilan dalam penegakan hukum.

"Pedoman pemidanaan itu dibutuhkan semata-mata untuk persoalan kemanfaatan dan keadilan," ujar Eddy, sapaan akrab Edward Omar Sharif Hiariej dalam kegiatan "Kumham Goes to Campus" di Universitas Hasanuddin (Unhas) Makassar, Sulawesi Selatan, Rabu, dengan agenda utama menyosialisasikan RKUHP kepada civitas academica di Unhas.

Hal tersebut dia sampaikan untuk menjawab pertanyaan dari salah satu mahasiswa Fakultas Hukum Unhas, yakni Indihyani Rizki yang mempertanyakan urgensi dan tujuan keberadaan pedoman pemidanaan dalam RKUHP.

Lebih lanjut, Eddy menyampaikan bahwa pemuatan pedoman pemidanaan dalam RKUHP tetap memberikan keleluasaan kepada hakim untuk menjatuhkan putusan pidana, namun terdapat sejumlah batasan yang ditetapkan. Hal tersebut dilakukan agar hakim tidak menyalahgunakan wewenang nya.

Baca juga: Wamenkumham paparkan tiga alasan RKUHP mendesak disahkan

Baca juga: Melepaskan nuansa kolonial dalam melahirkan KUHP baru


"Sebab, kalau hakim tidak dibatasi, bisa bahaya. Kita tahu semua, yang namanya hakim di ruang sidang dia maha kuasa dan maha benar dengan segala firman nya. Oleh karena itu, (dalam pemidanaan) dibatasi dengan 11 pedoman standar pemidanaan," jelas dia.

Sebagaimana dimuat dalam draf RKUHP, disebutkan bahwa berdasarkan pedoman pemidanaan, hakim diwajibkan mempertimbangkan beberapa faktor saat menjatuhkan putusan pidana, di antaranya, motif, sikap batin si pembuat tindak pidana, dan kesalahan si pembuat tindak pidana.

Berikutnya, cara pembuat tindak pidana melakukan tindak pidana, riwayat hidupnya, keadaan sosial ekonomi pembuat tindak pidana, serta bagaimana pengaruh pidana terhadap masa depan pembuat tindak pidana.

Ada pula faktor yang berkenaan dengan pengaruh tindak pidana terhadap korban atau keluarga korban, pemaafan dari korban dan/atau keluarganya, serta pandangan masyarakat terhadap tindak pidana yang dilakukan.