Airlangga: Pengendalian inflasi RI tingkatkan daya tahan hadapi resesi
18 Oktober 2022 23:43 WIB
Ilustrasi - Warga bertransaksi jual beli kebutuhan pokok pada gelaran pasar murah untuk penanganan inflasi akibat kenaikan Bahan Bakar Minyak (BBM) di Batam, Kepulauan Riau, Selasa (18/10/2022). ANTARA FOTO/Teguh Prihatna/foc/aa.
Jakarta (ANTARA) - Menteri Koordinator (Menko) Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyebutkan pengendalian inflasi Indonesia yang cukup baik menjadi salah satu langkah penting bagi penguatan perekonomian nasional dan mengantisipasi dampak krisis yang dapat mempengaruhi keberlanjutan pemulihan ekonomi.
"Saat ini inflasi berada di level 5,9 persen. Dalam upaya pengendalian inflasi, pemerintah telah melaksanakan sejumlah langkah seperti mendorong kolaborasi antara Tim Pengendalian Inflasi Pusat (TPIP) dan Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) melalui Gerakan Nasional Pengendalian Inflasi Pangan (GNPIP)," ucap Airlangga dalam keterangan resmi di Jakarta, Selasa.
Selain itu, dalam menjaga inflasi, pemerintah juga mengoptimalkan Dana Alokasi Khusus (DAK) Fisik untuk tematik ketahanan pangan dan pemanfaatan 2 persen dari Dana Transfer Umum (DTU) untuk membantu sektor transportasi dan tambahan perlindungan sosial.
Di tengah kenaikan harga energi di tingkat global, sambung dia, pemerintah juga terus melakukan berbagai berupaya agar harga di dalam negeri tetap stabil dan terjangkau, sehingga daya beli masyarakat tetap terjaga.
Baca juga: Hadapi resesi global pada 2023, pemerintah siapkan skenario terburuk
Pemerintah telah mengeluarkan berbagai bantuan seperti Bantuan Langsung Tunai (BLT) Rp12,4 triliun dan bantuan subsidi upah Rp9,6 triliun untuk 16 juta pekerja, yang diharapkan menjadi bantalan bagi pertumbuhan ekonomi sampai akhir 2022 agar masih berada di sekitar 5,2 persen dan tahun depan di atas 5 persen.
Terkait ancaman krisis pangan, Airlangga menekankan pemerintah juga telah memprioritaskan ketahanan pangan dengan menjaga ketersediaan pasokan dan keterjangkauan harga-harga pangan.
“Indonesia cukup beruntung karena produksi beras dalam tiga tahun terakhir sebesar 31 juta sehingga kita memiliki daya tahan yang cukup. Dalam tiga tahun terakhir kita juga tidak melakukan impor beras serta relatif tidak mengimpor jagung dan bahkan kita mengalami surplus jagung,” ujarnya.
Di sisi lain, ia mengungkapkan terdapat faktor positif bagi Indonesia lantaran berada di lingkup ASEAN, di mana pertumbuhan ekonomi ASEAN diperkirakan mencapai 4,9 persen pada tahun ini.
Baca juga: Chatib Basri sebut Indonesia berpotensi kecil alami resesi
Baca juga: IMF turunkan perkiraan pertumbuhan global 2023 menjadi 2,7 persen
Baca juga: Ketua OJK ingatkan "perfect storm" berpotensi melanda dunia ke depan
"Saat ini inflasi berada di level 5,9 persen. Dalam upaya pengendalian inflasi, pemerintah telah melaksanakan sejumlah langkah seperti mendorong kolaborasi antara Tim Pengendalian Inflasi Pusat (TPIP) dan Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) melalui Gerakan Nasional Pengendalian Inflasi Pangan (GNPIP)," ucap Airlangga dalam keterangan resmi di Jakarta, Selasa.
Selain itu, dalam menjaga inflasi, pemerintah juga mengoptimalkan Dana Alokasi Khusus (DAK) Fisik untuk tematik ketahanan pangan dan pemanfaatan 2 persen dari Dana Transfer Umum (DTU) untuk membantu sektor transportasi dan tambahan perlindungan sosial.
Di tengah kenaikan harga energi di tingkat global, sambung dia, pemerintah juga terus melakukan berbagai berupaya agar harga di dalam negeri tetap stabil dan terjangkau, sehingga daya beli masyarakat tetap terjaga.
Baca juga: Hadapi resesi global pada 2023, pemerintah siapkan skenario terburuk
Pemerintah telah mengeluarkan berbagai bantuan seperti Bantuan Langsung Tunai (BLT) Rp12,4 triliun dan bantuan subsidi upah Rp9,6 triliun untuk 16 juta pekerja, yang diharapkan menjadi bantalan bagi pertumbuhan ekonomi sampai akhir 2022 agar masih berada di sekitar 5,2 persen dan tahun depan di atas 5 persen.
Terkait ancaman krisis pangan, Airlangga menekankan pemerintah juga telah memprioritaskan ketahanan pangan dengan menjaga ketersediaan pasokan dan keterjangkauan harga-harga pangan.
“Indonesia cukup beruntung karena produksi beras dalam tiga tahun terakhir sebesar 31 juta sehingga kita memiliki daya tahan yang cukup. Dalam tiga tahun terakhir kita juga tidak melakukan impor beras serta relatif tidak mengimpor jagung dan bahkan kita mengalami surplus jagung,” ujarnya.
Di sisi lain, ia mengungkapkan terdapat faktor positif bagi Indonesia lantaran berada di lingkup ASEAN, di mana pertumbuhan ekonomi ASEAN diperkirakan mencapai 4,9 persen pada tahun ini.
Baca juga: Chatib Basri sebut Indonesia berpotensi kecil alami resesi
Baca juga: IMF turunkan perkiraan pertumbuhan global 2023 menjadi 2,7 persen
Baca juga: Ketua OJK ingatkan "perfect storm" berpotensi melanda dunia ke depan
Pewarta: Agatha Olivia Victoria
Editor: M Razi Rahman
Copyright © ANTARA 2022
Tags: