IDAI: Sekolah harus lakukan skrining cegah penularan COVID-19 saat PTM
18 Oktober 2022 19:00 WIB
Ilustrasi- Sejumlah siswa mengikuti kegiatan belajar mengajar secara tatap muka di SMA Negeri 87, Jakarta, Jumat (8/4/2022). Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menerapkan pembelajaran tatap muka (PTM) dengan kapasitas siswa 100 persen sejak Kamis (7/4). (ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A/foc)
Jakarta (ANTARA) - Ahli Infeksi dan Penyakit Tropis Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Dr. dr. Ida Safitri Laksanawati, Sp.A(K) mengatakan bahwa sekolah harus melakukan skrining secara ketat guna mencegah penularan COVID-19 saat memberlakukan pembelajaran tatap muka (PTM).
"Ketika ada Surat Keputusan Bersama (SKB) tiga menteri itu tentang pembukaan kembali sekolah, di dalamnya tertulis syarat-syarat, artinya dimungkinkan tatap muka tapi tetap perhatikan prinsip kewaspadaan penularan COVID-19, di antaranya skrining," kata Ida dalam acara bincang-bincang kesehatan yang digelar virtual, diikuti di Jakarta, Selasa.
Menurut Ida, skrining terhadap gejala demam merupakan salah satu upaya penerapan protokol kesehatan yang paling mudah dilakukan. Sehingga, mengukur suhu tubuh siswa sebelum masuk ke area sekolah menjadi salah satu hal yang tak boleh dilewatkan.
Baca juga: IDAI minta tenaga pendidik terus ingatkan siswa pakai masker saat PTM
"Yang paling mudah memang yang bergejala pada saat memberlakukan pembelajaran tatap muka (PTM), seperti demam, itu skriningnya cukup mudah. Artinya mereka yang demam dipisahkan (tidak boleh masuk)," ujar Ida.
Ia melanjutkan, siswa juga harus dipastikan menggunakan masker, apalagi jika dia mengalami gejala batuk.
Namun, menurut dia, jika memang siswa mengalami gejala maka sebaiknya tidak diperkenankan mengikuti pembelajaran di sekolah dan tetap di rumah sampai kondisinya membaik.
"Selama ini, yang sering terjadi adalah saking takut pelajarannya ketinggalan atau ada kegiatan yang harus diikuti, jadi anak saat tidak enak badan pun tetap memaksakan diri untuk sekolah. Padahal mungkin dia sedang dalam inkubasi atau dalam masa perkembangan di mana penyakit mudah menular ke orang sekitarnya," tutur Ida.
Baca juga: IDAI: Wajib vaksinasi lengkap dan "booster" sebelum PTM
"Makanya sering dengar cerita sakitnya giliran. Kemarin temannya, kemarin lagi temannya. Nah, hal-hal semacam ini bisa kita hindari dengan melakukan skrining. Jadi kalau ada gejala stay di rumah dulu sampai membaik baru sekolah," katanya.
Ida juga mengatakan penting bagi sekolah untuk memiliki catatan dan membuat laporan jika ada sekelompok anak yang menunjukkan gejala yang sama dalam waktu yang sama. Dalam hal ini, kata dia, memerlukan kerja sama antara guru, orang tua, dan tenaga kesehatan.
Selain skrining, hal lain yang harus diperhatikan oleh sekolah, menurut Ida, adalah penyediaan fasilitas mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir.
Baca juga: IDAI: Anak bisa jadi penular aktif, percepat vaksinasi COVID-19
"Saya lihat syarat pembelajaran tatap muka di sekolah juga wajib menyediakan tempat cuci tangan. Guru juga berperan besar untuk mengingatkan kembali kepada murid-murid mengenai kebiasaan mencuci tangan. Sebelum masuk kelas, sebelum dan sesudah makan, cuci tangan harus dilakukan," kata Ida.
"Ketika ada Surat Keputusan Bersama (SKB) tiga menteri itu tentang pembukaan kembali sekolah, di dalamnya tertulis syarat-syarat, artinya dimungkinkan tatap muka tapi tetap perhatikan prinsip kewaspadaan penularan COVID-19, di antaranya skrining," kata Ida dalam acara bincang-bincang kesehatan yang digelar virtual, diikuti di Jakarta, Selasa.
Menurut Ida, skrining terhadap gejala demam merupakan salah satu upaya penerapan protokol kesehatan yang paling mudah dilakukan. Sehingga, mengukur suhu tubuh siswa sebelum masuk ke area sekolah menjadi salah satu hal yang tak boleh dilewatkan.
Baca juga: IDAI minta tenaga pendidik terus ingatkan siswa pakai masker saat PTM
"Yang paling mudah memang yang bergejala pada saat memberlakukan pembelajaran tatap muka (PTM), seperti demam, itu skriningnya cukup mudah. Artinya mereka yang demam dipisahkan (tidak boleh masuk)," ujar Ida.
Ia melanjutkan, siswa juga harus dipastikan menggunakan masker, apalagi jika dia mengalami gejala batuk.
Namun, menurut dia, jika memang siswa mengalami gejala maka sebaiknya tidak diperkenankan mengikuti pembelajaran di sekolah dan tetap di rumah sampai kondisinya membaik.
"Selama ini, yang sering terjadi adalah saking takut pelajarannya ketinggalan atau ada kegiatan yang harus diikuti, jadi anak saat tidak enak badan pun tetap memaksakan diri untuk sekolah. Padahal mungkin dia sedang dalam inkubasi atau dalam masa perkembangan di mana penyakit mudah menular ke orang sekitarnya," tutur Ida.
Baca juga: IDAI: Wajib vaksinasi lengkap dan "booster" sebelum PTM
"Makanya sering dengar cerita sakitnya giliran. Kemarin temannya, kemarin lagi temannya. Nah, hal-hal semacam ini bisa kita hindari dengan melakukan skrining. Jadi kalau ada gejala stay di rumah dulu sampai membaik baru sekolah," katanya.
Ida juga mengatakan penting bagi sekolah untuk memiliki catatan dan membuat laporan jika ada sekelompok anak yang menunjukkan gejala yang sama dalam waktu yang sama. Dalam hal ini, kata dia, memerlukan kerja sama antara guru, orang tua, dan tenaga kesehatan.
Selain skrining, hal lain yang harus diperhatikan oleh sekolah, menurut Ida, adalah penyediaan fasilitas mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir.
Baca juga: IDAI: Anak bisa jadi penular aktif, percepat vaksinasi COVID-19
"Saya lihat syarat pembelajaran tatap muka di sekolah juga wajib menyediakan tempat cuci tangan. Guru juga berperan besar untuk mengingatkan kembali kepada murid-murid mengenai kebiasaan mencuci tangan. Sebelum masuk kelas, sebelum dan sesudah makan, cuci tangan harus dilakukan," kata Ida.
Pewarta: Suci Nurhaliza
Editor: Bambang Sutopo Hadi
Copyright © ANTARA 2022
Tags: