Akademisi ajak masyarakat berpikir kritis hadapi kampanye hitam
17 Oktober 2022 16:37 WIB
Tangkapan layar - Dosen Ilmu Komunikasi Universitas Muhammadiyah Tangerang, Banten, Korry Elyana dalam sosialisasi pengawasan pemilu partisipatif yang digelar Bawaslu Kabupaten Pringsewu Provinsi Lampung, sebagaimana dipantau melalui kanal YouTube Bawaslu Pringsewu di Jakarta, Senin (17/10/2022). ANTARA/Tri M Ameliya.
Jakarta (ANTARA) - Dosen Ilmu Komunikasi Universitas Muhammadiyah Tangerang, Banten, Korry Elyana mengingatkan masyarakat Indonesia agar senantiasa berpikir kritis dalam menerima setiap informasi, terutama di media sosial, sebagai langkah menghadapi kemungkinan munculnya kampanye hitam dalam Pemilu 2024.
"Mari, kita berpikir kritis untuk menyikapi kampanye hitam di manapun, walaupun itu ada pada grup keluarga sekali pun. Mari, bijak pula menggunakan media sosial," ujar Korry saat menjadi narasumber dalam sosialisasi pengawasan pemilu partisipatif yang digelar Bawaslu Kabupaten Pringsewu Provinsi Lampung, sebagaimana dipantau melalui kanal YouTube Bawaslu Pringsewu di Jakarta, Senin.
Lebih lanjut, ia menyampaikan bahwa secara umum, kampanye hitam adalah tindakan menghina, memfitnah, mengadu domba, dan menghasut atau menyebarkan berita bohong yang dilakukan oleh seorang kandidat/sekelompok orang/partai politik/pendukung kandidat kepada lawan mereka.
Baca juga: Pengamat nilai kampanye hitam tak sesuai semangat demokrasi
Baca juga: Direktur Eksekutif Indopol imbau masyarakat tolak kampanye hitam
Kampanye hitam tersebut, lanjut Korry, berbeda dengan penyampaian kritik terhadap visi dan misi atau program yang dimiliki oleh kandidat tertentu. Kemudian, dia memberikan contoh kampanye hitam yang pernah terjadi dalam Pilpres 2024 dengan memberikan gelar terhadap peserta pilpres menggunakan nama-nama julukan yang jelek.
"Contohnya, dalam Pilpres 2019, muncul istilah ‘Prabowo Si Tukang Jagal’ yang dikaitkan dengan tragedi penculikan aktivis pada tahun 1998 dan 'Jokowi Capres Boneka' karena sikap Jokowi yang dianggap selalu tunduk terhadap partai nya, terutama pada ketua umum partai nya," ucap Korry.
Oleh karena itu, ia mengingatkan masyarakat untuk senantiasa berpikir kritis dalam membedakan antara kampanye hitam dan kritik yang dilontarkan oleh pihak-pihak tertentu terhadap peserta Pemilu 2024. Korry juga mengingatkan bahwa kampanye hitam merupakan suatu tindak pidana.
Sebagaimana dimuat dalam Pasal 521 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu), para pelaku kampanye hitam dapat dikenakan sanksi pidana penjara paling lama dua tahun dan denda paling banyak sebesar Rp24 juta.
"Mari, kita berpikir kritis untuk menyikapi kampanye hitam di manapun, walaupun itu ada pada grup keluarga sekali pun. Mari, bijak pula menggunakan media sosial," ujar Korry saat menjadi narasumber dalam sosialisasi pengawasan pemilu partisipatif yang digelar Bawaslu Kabupaten Pringsewu Provinsi Lampung, sebagaimana dipantau melalui kanal YouTube Bawaslu Pringsewu di Jakarta, Senin.
Lebih lanjut, ia menyampaikan bahwa secara umum, kampanye hitam adalah tindakan menghina, memfitnah, mengadu domba, dan menghasut atau menyebarkan berita bohong yang dilakukan oleh seorang kandidat/sekelompok orang/partai politik/pendukung kandidat kepada lawan mereka.
Baca juga: Pengamat nilai kampanye hitam tak sesuai semangat demokrasi
Baca juga: Direktur Eksekutif Indopol imbau masyarakat tolak kampanye hitam
Kampanye hitam tersebut, lanjut Korry, berbeda dengan penyampaian kritik terhadap visi dan misi atau program yang dimiliki oleh kandidat tertentu. Kemudian, dia memberikan contoh kampanye hitam yang pernah terjadi dalam Pilpres 2024 dengan memberikan gelar terhadap peserta pilpres menggunakan nama-nama julukan yang jelek.
"Contohnya, dalam Pilpres 2019, muncul istilah ‘Prabowo Si Tukang Jagal’ yang dikaitkan dengan tragedi penculikan aktivis pada tahun 1998 dan 'Jokowi Capres Boneka' karena sikap Jokowi yang dianggap selalu tunduk terhadap partai nya, terutama pada ketua umum partai nya," ucap Korry.
Oleh karena itu, ia mengingatkan masyarakat untuk senantiasa berpikir kritis dalam membedakan antara kampanye hitam dan kritik yang dilontarkan oleh pihak-pihak tertentu terhadap peserta Pemilu 2024. Korry juga mengingatkan bahwa kampanye hitam merupakan suatu tindak pidana.
Sebagaimana dimuat dalam Pasal 521 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu), para pelaku kampanye hitam dapat dikenakan sanksi pidana penjara paling lama dua tahun dan denda paling banyak sebesar Rp24 juta.
Pewarta: Tri Meilani Ameliya
Editor: Chandra Hamdani Noor
Copyright © ANTARA 2022
Tags: