Jakarta (ANTARA) - Anggota Komisi I DPR RI Christina Aryani menilai penyelenggaraan Konferensi Tingkat TInggi (KTT) G20 harus didukung semua pihak, karena keberhasilan agenda tersebut bukan hanya dari kemampuan menghadirkan semua pemimpin dunia dalam satu forum.

"Namun lebih pada komitmen yang dapat dibangun untuk bersama-sama mencoba mengatasi krisis ekonomi global yang melanda saat ini," kata Christina, di Jakarta, Sabtu.

Menurut dia, semua negara anggota G20 memiliki tanggung jawab untuk keberhasilan agenda tersebut.

Dia mengatakan peranan Indonesia untuk memastikan semua pemimpin hadir tetap harus diupayakan maksimal.

"Tentu juga dukungan seluruh masyarakat, sehingga agenda besar ini bisa berhasil dengan baik dan mampu membawa manfaat. Indonesia harus terus mengingatkan bahwa semua negara bisa terkena 'getahnya', namun saya masih yakin Indonesia pada saat-saat akhir akan bekerja lebih maksimal lagi," ujarnya.

Christina memahami sikap batin pemerintah seperti disampaikan Menteri Luar Negeri RI Retno P Marsudi, yang berharap KTT G20 Bali tidak boleh gagal, karena menjadi pertaruhan besar bagi semua anggota G20 yang menyangkut kesejahteraan miliaran penduduk dunia.

Dia menilai G20 yang dilaksanakan dalam situasi sulit seperti pandemi yang belum tuntas, perang di Ukraina, menajamnya tensi geopolitik serta terjadinya krisis pangan, energi, dan keuangan, merupakan tantangan yang tidak mudah.

"Namun harus mendorong Indonesia untuk memainkan peran lebih, mengelola dinamika yang ada dengan baik, dengan tetap rasional untuk tidak berpretensi semua persoalan bisa diselesaikan di forum G20," katanya pula.

Dia menilai semua pihak ingin agenda G20 berlangsung sukses meski berada di tengah dinamika yang tidak mudah, namun Indonesia perlu mengelola situasi dengan baik, dan terus mendorong kinerja forum yang bisa membawa hasil nyata.

Christina menilai perang berlarut-larut antara Rusia-Ukraina, ketegangan antara Tiongkok dan Taiwan, antara Amerika Serikat bersama sekutunya dengan Rusia, bukan tidak mungkin akan berimbas langsung pada kepentingan Indonesia.

Dalam situasi seperti itu, menurut dia, Indonesia perlu punya sikap yang jelas yaitu tidak bisa mengatakan situasi dunia saat ini biasa saja.

"Ketegangan hubungan akibat perang itu nyata adanya, lalu kita Indonesia tampak tenang-tenang saja. Kita harus mampu mengelola dinamika ini dengan kekuatan penuh dan tentu tetap terukur," katanya lagi.

Sebelumnya, Menlu RI Retno Marsudi mengatakan presidensi G20 tahun ini dijalankan di masa sulit ketika dunia sedang menghadapi banyak krisis.

Krisis yang dimaksud antara lain pandemi COVID-19 yang belum selesai, perang di Ukraina, tensi geopolitik menajam, serta krisis pangan, energi, dan keuangan.

"Dalam kondisi normal saja, negosiasi di G20 tidak pernah mudah, apalagi dalam kondisi saat ini di mana posisi negara benar-benar terdapat gap yang cukup lebar antara satu posisi dengan posisi yang lain. Sehingga dapat dibayangkan tingkat kesulitan saat ini seperti apa. Itu adalah faktanya," kata Retno dalam pengarahan media, di Jakarta, Kamis (13/10).

Dalam kondisi sulit yang akan memicu dinamika dalam pembahasan isu-isu strategis di G20, Menlu Retno menjelaskan Indonesia sebagai Presiden G20 berusaha menggunakan inovasi atau cara-cara baru agar negosiasi tidak terhenti.
Baca juga: BI: negara anggota tanggapi positif Presidensi G20 Indonesia
Baca juga: Indonesia siapkan inisiasi pendanaan SDGs global lewat THK Forum