CPOPC tegaskan industri sawit turut berdayakan petani perempuan
14 Oktober 2022 16:05 WIB
Sekretaris Jenderal CPOPC Rizal Affandi Lukman (kiri) saat berbincang dengan Deputi Sekretaris General CPOPC Datuk Nageeb Wahab (kanan) di Kantor CPOPC, Jakarta, Jumat (14/10/2022) (ANTARA/Kuntum Riswan)
Jakarta (ANTARA) - Council of Palm Oil Producing Countries (CPOPC) menegaskan bahwa industri kelapa sawit mampu memberdayakan petani sawit perempuan untuk membawa kesejahteraan bagi keluarga dan lingkungan sekitarnya.
“Harapannya dunia tahu sektor kelapa sawit itu juga termasuk meng-empower petani wanita di situ, tidak kalah pentingnya dengan peranan laki-laki,” ujar Sekretaris Jenderal CPOPC Rizal Affandi Lukman dalam Media Briefing di Jakarta, Jumat.
Rizal menuturkan, peran petani sawit perempuan berbeda dengan peran petani sawit laki-laki. Petani sawit perempuan mampu mengangkat harkat dan derajat keluarga, baik dari sisi pendidikan dan kehidupan, maupun bagi lingkungan dengan memberdayakan petani perempuan lainnya.
Peranan besar petani sawit perempuan tersebut, lanjutnya, tidak hanya dirasakan oleh petani sawit perempuan di Indonesia saja, namun juga di negara lain yakni Malaysia, Ghana, Honduras, Kolombia, dan Papua New Guinea.
Upaya CPOPC untuk mengenalkan peranan strategis perempuan bagi industri kelapa sawit, salah satunya dilakukan melalui kampanye digital berupa produksi video Elaeis Women. Kampanye tersebut bertujuan meningkatkan kesadaran masyarakat akan peran petani perempuan kelapa sawit dalam pembangunan di pedesaan dan capaian tujuan pembangunan berkelanjutan (Sustainable Development Goals/SDGs).
Rizal menjelaskan bahwa pada kampanye digital tersebut, masing-masing perwakilan petani perempuan dari Indonesia, Malaysia, Ghana, Honduras, Kolombia, dan Papua New Guinea, mengisahkan bagaimana komoditas pertanian seperti kelapa sawit menjadi jalan bagi mereka dalam berkontribusi melalui penguatan kapasitas, pemberdayaan di tingkat keluarga dan komunitas, bahkan mendapatkan hak milik atas lahan perkebunan.
Baca juga: CPOPC soroti peran petani sawit perempuan lewat kampanye digital
Petani kelapa sawit di Bandar Marsilam II, Sumatera Utara, Indonesia, Nurhayati, menceritakan pengalaman mengelola satu hektare lahan sawit yang mampu menghasilkan sekitar satu ton setiap kali panen.
Selain itu, ia bersama komunitasnya juga menghasilkan produk sampingan berupa lidi daun kelapa sawit hasil yang memiliki nilai ekonomi sebagai produk ekspor. Peningkatan kapasitas diri Nurhayati memungkinkannya tampil menjadi Ketua Kelompok Petani di Bandar Marsilam II dengan jumlah anggota 72 orang terdiri dari 50 laki-laki dan 22 perempuan.
“Terpilihnya saya menjadi pemimpin di kelompok tani tersebut merupakan salah satu dari upaya kami agar percaya diri menjadi bagian dari kelompok tani,” ujar Nurhayati seperti dikutip dari video kampanye digital Elaeis Women CPOPC.
Hal senada diungkapkan petani sawit perempuan dari Tumaco, Kolombia, Fanny Germania Ortiz. Ia mengaku bahwa berkat mengelola 338 hektar perkebunan sawit, ia terbebas dari ancaman kelaparan dan bahwa mampu menaungi kehidupan 51 keluarga lainnya di wilayah tersebut.
“Saya harus bertahan dari kelaparan, enam anak saya dan saya tidak punya apa-apa, saya tidak berbohong. Sekarang saya telah mempunyai perkebunan sawit dan terima kasih untuk kelapa sawit, uang itu bisa saya gunakan untuk membantu keluarga saya, ya menyediakan pekerjaan,” tuturnya.
Baca juga: Menteri LHK kunjungi UPSA petani perempuan di Kabupaten Pelalawan
Baca juga: Krisis pangan, KRKP tekankan pentingnya peran perempuan tani
“Harapannya dunia tahu sektor kelapa sawit itu juga termasuk meng-empower petani wanita di situ, tidak kalah pentingnya dengan peranan laki-laki,” ujar Sekretaris Jenderal CPOPC Rizal Affandi Lukman dalam Media Briefing di Jakarta, Jumat.
Rizal menuturkan, peran petani sawit perempuan berbeda dengan peran petani sawit laki-laki. Petani sawit perempuan mampu mengangkat harkat dan derajat keluarga, baik dari sisi pendidikan dan kehidupan, maupun bagi lingkungan dengan memberdayakan petani perempuan lainnya.
Peranan besar petani sawit perempuan tersebut, lanjutnya, tidak hanya dirasakan oleh petani sawit perempuan di Indonesia saja, namun juga di negara lain yakni Malaysia, Ghana, Honduras, Kolombia, dan Papua New Guinea.
Upaya CPOPC untuk mengenalkan peranan strategis perempuan bagi industri kelapa sawit, salah satunya dilakukan melalui kampanye digital berupa produksi video Elaeis Women. Kampanye tersebut bertujuan meningkatkan kesadaran masyarakat akan peran petani perempuan kelapa sawit dalam pembangunan di pedesaan dan capaian tujuan pembangunan berkelanjutan (Sustainable Development Goals/SDGs).
Rizal menjelaskan bahwa pada kampanye digital tersebut, masing-masing perwakilan petani perempuan dari Indonesia, Malaysia, Ghana, Honduras, Kolombia, dan Papua New Guinea, mengisahkan bagaimana komoditas pertanian seperti kelapa sawit menjadi jalan bagi mereka dalam berkontribusi melalui penguatan kapasitas, pemberdayaan di tingkat keluarga dan komunitas, bahkan mendapatkan hak milik atas lahan perkebunan.
Baca juga: CPOPC soroti peran petani sawit perempuan lewat kampanye digital
Petani kelapa sawit di Bandar Marsilam II, Sumatera Utara, Indonesia, Nurhayati, menceritakan pengalaman mengelola satu hektare lahan sawit yang mampu menghasilkan sekitar satu ton setiap kali panen.
Selain itu, ia bersama komunitasnya juga menghasilkan produk sampingan berupa lidi daun kelapa sawit hasil yang memiliki nilai ekonomi sebagai produk ekspor. Peningkatan kapasitas diri Nurhayati memungkinkannya tampil menjadi Ketua Kelompok Petani di Bandar Marsilam II dengan jumlah anggota 72 orang terdiri dari 50 laki-laki dan 22 perempuan.
“Terpilihnya saya menjadi pemimpin di kelompok tani tersebut merupakan salah satu dari upaya kami agar percaya diri menjadi bagian dari kelompok tani,” ujar Nurhayati seperti dikutip dari video kampanye digital Elaeis Women CPOPC.
Hal senada diungkapkan petani sawit perempuan dari Tumaco, Kolombia, Fanny Germania Ortiz. Ia mengaku bahwa berkat mengelola 338 hektar perkebunan sawit, ia terbebas dari ancaman kelaparan dan bahwa mampu menaungi kehidupan 51 keluarga lainnya di wilayah tersebut.
“Saya harus bertahan dari kelaparan, enam anak saya dan saya tidak punya apa-apa, saya tidak berbohong. Sekarang saya telah mempunyai perkebunan sawit dan terima kasih untuk kelapa sawit, uang itu bisa saya gunakan untuk membantu keluarga saya, ya menyediakan pekerjaan,” tuturnya.
Baca juga: Menteri LHK kunjungi UPSA petani perempuan di Kabupaten Pelalawan
Baca juga: Krisis pangan, KRKP tekankan pentingnya peran perempuan tani
Pewarta: Kuntum Khaira Riswan
Editor: Triono Subagyo
Copyright © ANTARA 2022
Tags: