IMF: Emerging market dan negara berkembang dihantam "tiga pukulan"
14 Oktober 2022 15:19 WIB
Direktur Pelaksana IMF Kristalina Georgieva mendesak para pembuat kebijakan untuk menurunkan inflasi, menerapkan kebijakan fiskal yang bertanggung jawab, serta menjaga stabilitas keuangan (Xinhua)
Washington (ANTARA) - Dana Moneter Internasional (IMF) memandang negara-negara berkembang dan emerging market sedang menghadapi "tiga pukulan" berat, yakni dihantam nilai dolar yang lebih kuat, biaya pinjaman yang tinggi, dan keluarnya arus modal.
Tiga pukulan itu, kata Direktur Pelaksana IMF Kristalina Georgieva, Kamis (13/10), dirasakan begitu berat bagi negara-negara yang memiliki tingkat utang tinggi,
"Dalam lingkungan seperti ini, kita juga harus mendukung emerging market dan negara berkembang yang rentan," kata Kristalina Georgieva saat konferensi pers pada pertemuan tahunan IMF dan Bank Dunia.
Menurut IMF, lebih dari seperempat emerging economy yang entah mengalami default atau mencatatkan perdagangan obligasi pada tingkat yang tertekan, serta lebih dari 60 persen negara berpenghasilan rendah berada dalam resiko tinggi tekanan utang.
Georgieva mengatakan guncangan berulang dan kemunduran pertumbuhan memunculkan sebuah pertanyaan yang lebih besar, "Apakah kita mengalami pergeseran ekonomi fundamental dalam perekonomian dunia, dari dunia yang relatif dapat diprediksi dan stabil, ke dalam ketidakpastian dan volatilitas yang lebih besar?"
Untuk para pembuat kebijakan, kata Georgieva, ini masa yang jauh lebih kompleks yang memerlukan pengendalian stabilitas pada tuas kebijakan.
"Harga yang harus dibayar atas kesalahan dalam mengambil langkah kebijakan, harga atas komunikasi yang buruk tentang niat kebijakan, sangat tinggi."
Oleh karena itu, Ketua IMF tersebut mendesak para pembuat kebijakan untuk menurunkan inflasi, menerapkan kebijakan fiskal yang bertanggung jawab, serta menjaga stabilitas keuangan.
"Jika kita ingin membantu rakyat dan melawan inflasi, kita harus memastikan bahwa kebijakan fiskal dan moneter berjalan beriringan. Ketika kebijakan moneter direm, kebijakan fiskal tidak boleh menginjak pedal gas, (karena) itu akan membuat perjalanan menjadi sangat berbahaya," lanjutnya
Sejak pandemi mulai merebak, IMF menggelontorkan dukungan keuangan sebesar 260 miliar dolar AS kepada 93 negara. Sejak perang Rusia-Ukraina, IMF mendukung 18 program baru dan tambahan dengan bantuan dana hampir 90 miliar dolar AS.
"Saat ini, ada 28 negara lagi yang menyatakan keinginan untuk memperoleh dukungan dari IMF," kata Georgieva.
Ketua IMF itu juga menyerukan upaya yang lebih kuat untuk menghadapi kerawanan pangan dimana ada 345 juta orang menderita kerawanan pangan akut. Sekitar 48 negara, sebagian besar di sub-Sahara Afrika, sangat terdampak oleh kerawanan pangan itu.
IMF baru-baru ini mengumumkan "Food Shock Window" baru, mekanisme yang memberikan pinjaman darurat untuk membantu negara-negara rentan mengatasi kekurangan pangan dan kenaikan biaya akibat perang Rusia-Ukraina.
Tiga pukulan itu, kata Direktur Pelaksana IMF Kristalina Georgieva, Kamis (13/10), dirasakan begitu berat bagi negara-negara yang memiliki tingkat utang tinggi,
"Dalam lingkungan seperti ini, kita juga harus mendukung emerging market dan negara berkembang yang rentan," kata Kristalina Georgieva saat konferensi pers pada pertemuan tahunan IMF dan Bank Dunia.
Menurut IMF, lebih dari seperempat emerging economy yang entah mengalami default atau mencatatkan perdagangan obligasi pada tingkat yang tertekan, serta lebih dari 60 persen negara berpenghasilan rendah berada dalam resiko tinggi tekanan utang.
Georgieva mengatakan guncangan berulang dan kemunduran pertumbuhan memunculkan sebuah pertanyaan yang lebih besar, "Apakah kita mengalami pergeseran ekonomi fundamental dalam perekonomian dunia, dari dunia yang relatif dapat diprediksi dan stabil, ke dalam ketidakpastian dan volatilitas yang lebih besar?"
Untuk para pembuat kebijakan, kata Georgieva, ini masa yang jauh lebih kompleks yang memerlukan pengendalian stabilitas pada tuas kebijakan.
"Harga yang harus dibayar atas kesalahan dalam mengambil langkah kebijakan, harga atas komunikasi yang buruk tentang niat kebijakan, sangat tinggi."
Oleh karena itu, Ketua IMF tersebut mendesak para pembuat kebijakan untuk menurunkan inflasi, menerapkan kebijakan fiskal yang bertanggung jawab, serta menjaga stabilitas keuangan.
"Jika kita ingin membantu rakyat dan melawan inflasi, kita harus memastikan bahwa kebijakan fiskal dan moneter berjalan beriringan. Ketika kebijakan moneter direm, kebijakan fiskal tidak boleh menginjak pedal gas, (karena) itu akan membuat perjalanan menjadi sangat berbahaya," lanjutnya
Sejak pandemi mulai merebak, IMF menggelontorkan dukungan keuangan sebesar 260 miliar dolar AS kepada 93 negara. Sejak perang Rusia-Ukraina, IMF mendukung 18 program baru dan tambahan dengan bantuan dana hampir 90 miliar dolar AS.
"Saat ini, ada 28 negara lagi yang menyatakan keinginan untuk memperoleh dukungan dari IMF," kata Georgieva.
Ketua IMF itu juga menyerukan upaya yang lebih kuat untuk menghadapi kerawanan pangan dimana ada 345 juta orang menderita kerawanan pangan akut. Sekitar 48 negara, sebagian besar di sub-Sahara Afrika, sangat terdampak oleh kerawanan pangan itu.
IMF baru-baru ini mengumumkan "Food Shock Window" baru, mekanisme yang memberikan pinjaman darurat untuk membantu negara-negara rentan mengatasi kekurangan pangan dan kenaikan biaya akibat perang Rusia-Ukraina.
Pewarta: Xinhua
Editor: Junaydi Suswanto
Copyright © ANTARA 2022
Tags: