Menlu Retno: Presidensi G20 dijalankan di masa sulit
13 Oktober 2022 17:48 WIB
Menteri Luar Negeri (Menlu) Republik Indonesia Retno Marsudi menjawab pertanyaan pembawa acara Podcast Antara Rully Yuliardi di Gedung Pancasila Kementerian Luar Negeri, Jakarta, Kamis (13/10/2022). ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra/hp.
Jakarta (ANTARA) - Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi mengatakan presidensi G20 tahun ini dijalankan di masa sulit ketika dunia sedang menghadapi banyak krisis.
Krisis yang dimaksud antara lain pandemi COVID-19 yang belum selesai, perang di Ukraina, tensi geopolitik menajam, serta krisis pangan, energi, dan keuangan.
“Dalam kondisi normal saja, negosiasi di G20 tidak pernah mudah, apalagi dalam kondisi saat ini di mana posisi negara benar-benar terdapat gap yang cukup lebar antara satu posisi dengan posisi yang lain. Sehingga dapat dibayangkan tingkat kesulitan saat ini seperti apa. Itu adalah faktanya,” kata Retno dalam pengarahan media di Jakarta, Kamis.
Dalam kondisi sulit yang akan memicu dinamika dalam pembahasan isu-isu strategis di G20, Menlu Retno menjelaskan bahwa Indonesia sebagai presiden G20 berusaha menggunakan inovasi atau cara-cara baru agar negosiasi tidak terhenti.
Baca juga: Pemerintah terapkan protokol kesehatan untuk cegah COVID-19 di KTT G20
“It is not about the presidency itself, tetapi Indonesia justru berpikir panjang, berpikir untuk dunia. Bahwa G20 tidak boleh gagal karena G20 hasil kerjanya ditunggu oleh masyarakat dunia,” tutur dia.
Menegaskan bahwa G20 adalah salah satu dari sedikit forum ekonomi dunia yang masih dapat bekerja merespons krisis global saat ini, Retno mengajak negara anggota G20 untuk menunjukkan tanggung jawabnya kepada dunia.
“Keberhasilan G20 bukan di tangan satu dua negara, tetapi berada di tangan seluruh anggota G20. It is a collective responsibility. Kalau kita ingin dikatakan sebagai negara besar, maka tanggung jawabnya pun juga besar. Dan tanggung jawab itu harus ditunaikan dengan baik. Itulah pesan yang kita terus sampaikan kepada negara- negara anggota G20,” ujar dia.
Retno juga menegaskan komitmen Indonesia sebagai presiden agar G20 bisa menghasilkan kerja sama konkret, yang tidak hanya berguna bagi anggotanya, tetapi juga bagi negara berkembang.
Usaha ekstra terus dilakukan Indonesia, kata dia, melalui komunikasi yang terus dijalin dengan satu per satu negara untuk memastikan hasil kerja sama konkret dari presidensi G20 Indonesia.
“Indonesia telah menginisiasi kerja sama-kerja sama konkret G20 yang akan menjadi bagian penting dari keseluruhan kerja presidensi G20 tahun ini. Di awal presidensi, semula kita berpikir bahwa tanggapannya mungkin tidak akan luar biasa, tetapi ternyata untuk kerja sama yang sifatnya konkret tanggapan yang kita terima sejauh ini sangat luar biasa,” kata Retno.
Dalam hal ini, ujar dia, semua negara anggota G20 dan organisasi internasional telah menyampaikan usulan-usulan proyek kerja sama yang saat ini masih dikurasi untuk dapat dijalankan.
Baca juga: Menlu: G20 bukan forum perdebatan politik
Baca juga: Menlu: Tidak ada respons negatif dari pemimpin G20 untuk hadiri KTT
Krisis yang dimaksud antara lain pandemi COVID-19 yang belum selesai, perang di Ukraina, tensi geopolitik menajam, serta krisis pangan, energi, dan keuangan.
“Dalam kondisi normal saja, negosiasi di G20 tidak pernah mudah, apalagi dalam kondisi saat ini di mana posisi negara benar-benar terdapat gap yang cukup lebar antara satu posisi dengan posisi yang lain. Sehingga dapat dibayangkan tingkat kesulitan saat ini seperti apa. Itu adalah faktanya,” kata Retno dalam pengarahan media di Jakarta, Kamis.
Dalam kondisi sulit yang akan memicu dinamika dalam pembahasan isu-isu strategis di G20, Menlu Retno menjelaskan bahwa Indonesia sebagai presiden G20 berusaha menggunakan inovasi atau cara-cara baru agar negosiasi tidak terhenti.
Baca juga: Pemerintah terapkan protokol kesehatan untuk cegah COVID-19 di KTT G20
“It is not about the presidency itself, tetapi Indonesia justru berpikir panjang, berpikir untuk dunia. Bahwa G20 tidak boleh gagal karena G20 hasil kerjanya ditunggu oleh masyarakat dunia,” tutur dia.
Menegaskan bahwa G20 adalah salah satu dari sedikit forum ekonomi dunia yang masih dapat bekerja merespons krisis global saat ini, Retno mengajak negara anggota G20 untuk menunjukkan tanggung jawabnya kepada dunia.
“Keberhasilan G20 bukan di tangan satu dua negara, tetapi berada di tangan seluruh anggota G20. It is a collective responsibility. Kalau kita ingin dikatakan sebagai negara besar, maka tanggung jawabnya pun juga besar. Dan tanggung jawab itu harus ditunaikan dengan baik. Itulah pesan yang kita terus sampaikan kepada negara- negara anggota G20,” ujar dia.
Retno juga menegaskan komitmen Indonesia sebagai presiden agar G20 bisa menghasilkan kerja sama konkret, yang tidak hanya berguna bagi anggotanya, tetapi juga bagi negara berkembang.
Usaha ekstra terus dilakukan Indonesia, kata dia, melalui komunikasi yang terus dijalin dengan satu per satu negara untuk memastikan hasil kerja sama konkret dari presidensi G20 Indonesia.
“Indonesia telah menginisiasi kerja sama-kerja sama konkret G20 yang akan menjadi bagian penting dari keseluruhan kerja presidensi G20 tahun ini. Di awal presidensi, semula kita berpikir bahwa tanggapannya mungkin tidak akan luar biasa, tetapi ternyata untuk kerja sama yang sifatnya konkret tanggapan yang kita terima sejauh ini sangat luar biasa,” kata Retno.
Dalam hal ini, ujar dia, semua negara anggota G20 dan organisasi internasional telah menyampaikan usulan-usulan proyek kerja sama yang saat ini masih dikurasi untuk dapat dijalankan.
Baca juga: Menlu: G20 bukan forum perdebatan politik
Baca juga: Menlu: Tidak ada respons negatif dari pemimpin G20 untuk hadiri KTT
Pewarta: Yashinta Difa Pramudyani
Editor: Mulyo Sunyoto
Copyright © ANTARA 2022
Tags: