MERA usul pemerintah buat regulasi lindungi mangrove minimal 60 persen
10 Oktober 2022 19:37 WIB
Penataan Kawasan Mangrove Tahura Ngurah Rai di Bali sebagai showcase bagi Konferensi Tingkat Tinggi G20 oleh Kementerian PUPR. ANTARA/HO-Kementerian PUPR
Jakarta (ANTARA) - Aliansi Restorasi Ekosistem Mangrove (MERA) mengusulkan agar pemerintah membuat regulasi yang melindungi keberadaan mangrove minimal 60 persen dari total luas wilayah mangrove di setiap daerah.
Direktur Program MERA, Imran Amin mengatakan regulasi itu dapat menyelamatkan mangrove dari ancaman pembangunan di kawasan pesisir mengingat mangrove punya peran besar bagi aspek lingkungan, sosial, maupun ekonomi.
"Pemerintah perlu membuat regulasi melindungi ekosistem mangrove, enggak harus 100 persen, tapi paling tidak ada kebijakan yang memaksa daerah melindungi mangrove. Angkanya terserah daerah, misal 60 persen dari luas kawasan mangrove mereka," kata Imran dalam pernyataan di Jakarta, Senin.
Baca juga: MERA dorong pemerintah kelola mangrove secara berkelanjutan
Berdasarkan data One Map Mangrove Indonesia yang digunakan sebagai pijakan kerja pemerintah Indonesia, luas mangrove di Indonesia saat ini mencapai 3,3 juta hektare. Fakta itu menjadikan Indonesia sebagai negara dengan ekosistem mangrove terbesar di dunia.
Luasan hutan mangrove yang dimiliki Indonesia merupakan 20 persen dari total luasan mangrove dunia yang mencapai 16,53 juta hektare. Dari luasan mangrove tersebut, diperkirakan kandungan karbon hutan mangrove empat sampai lima kali lebih besar dari penyimpanan karbon di hutan daratan.
Imran menuturkan dari total luas mangrove yang Indonesia miliki saat ini tidak lebih dari 30 persen yang masuk ke dalam kawasan konservasi. Sedangkan sisanya 70 persen berada di luar kawasan konservasi yang rentan mengalami pembabatan untuk kepentingan pembangunan, mulai dari kawasan industri, perumahan, maupun perkantoran.
"Mangrove hanya dilindungi di kawasan konservasi. Artinya, mangrove yang berada di luar kawasan konservasi tidak terlindungi, itu tergantung peruntukan ruang di sana. Kalau ruang di sana dijadikan pelabuhan, mangrove bisa hilang," jelasnya.
Imran menceritakan bahwa Pemerintah Kota Surabaya era Tri Rismaharini punya kepedulian besar terhadap perlindungan mangrove di pesisir daerah tersebut.
Kawasan yang dimiliki oleh masyarakat yang banyak memiliki mangrove dibeli oleh Pemerintah Kota Surabaya untuk dilindungi agar mangrove tidak rusak.
"Itu contoh pemerintah mengeluarkan uang membeli kawasan yang bukan wilayahnya, tapi dijadikan kawasan lindung," kata Imran.
Baca juga: Walhi: Indonesia butuh regulasi khusus lindungi keberadaan mangrove
Baca juga: KLHK: Hutan mangrove potensial menyimpan karbon biru
Beragam penelitian mengungkapkan bahwa hutan mangrove berfungsi menekan laju perubahan iklim, karena mampu menyerap dan menyimpan karbon dalam bentuk biomassa, baik pada bagian atas maupun bagian bawah.
Sedangkan guguran material organik berupa serasah dan batang mangrove yang telah mati pada substrat menyumbang karbon organik untuk tanah.
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) mengungkapkan bahwa hutan mangrove di Indonesia rata-rata mampu menyerap 52,85 ton karbon dioksida per hektare per tahun. Angka itu lebih tinggi dua kali lipat dibandingkan estimasi global, yakni sebanyak 26,42 ton karbon dioksida per hektare per tahun.
Direktur Program MERA, Imran Amin mengatakan regulasi itu dapat menyelamatkan mangrove dari ancaman pembangunan di kawasan pesisir mengingat mangrove punya peran besar bagi aspek lingkungan, sosial, maupun ekonomi.
"Pemerintah perlu membuat regulasi melindungi ekosistem mangrove, enggak harus 100 persen, tapi paling tidak ada kebijakan yang memaksa daerah melindungi mangrove. Angkanya terserah daerah, misal 60 persen dari luas kawasan mangrove mereka," kata Imran dalam pernyataan di Jakarta, Senin.
Baca juga: MERA dorong pemerintah kelola mangrove secara berkelanjutan
Berdasarkan data One Map Mangrove Indonesia yang digunakan sebagai pijakan kerja pemerintah Indonesia, luas mangrove di Indonesia saat ini mencapai 3,3 juta hektare. Fakta itu menjadikan Indonesia sebagai negara dengan ekosistem mangrove terbesar di dunia.
Luasan hutan mangrove yang dimiliki Indonesia merupakan 20 persen dari total luasan mangrove dunia yang mencapai 16,53 juta hektare. Dari luasan mangrove tersebut, diperkirakan kandungan karbon hutan mangrove empat sampai lima kali lebih besar dari penyimpanan karbon di hutan daratan.
Imran menuturkan dari total luas mangrove yang Indonesia miliki saat ini tidak lebih dari 30 persen yang masuk ke dalam kawasan konservasi. Sedangkan sisanya 70 persen berada di luar kawasan konservasi yang rentan mengalami pembabatan untuk kepentingan pembangunan, mulai dari kawasan industri, perumahan, maupun perkantoran.
"Mangrove hanya dilindungi di kawasan konservasi. Artinya, mangrove yang berada di luar kawasan konservasi tidak terlindungi, itu tergantung peruntukan ruang di sana. Kalau ruang di sana dijadikan pelabuhan, mangrove bisa hilang," jelasnya.
Imran menceritakan bahwa Pemerintah Kota Surabaya era Tri Rismaharini punya kepedulian besar terhadap perlindungan mangrove di pesisir daerah tersebut.
Kawasan yang dimiliki oleh masyarakat yang banyak memiliki mangrove dibeli oleh Pemerintah Kota Surabaya untuk dilindungi agar mangrove tidak rusak.
"Itu contoh pemerintah mengeluarkan uang membeli kawasan yang bukan wilayahnya, tapi dijadikan kawasan lindung," kata Imran.
Baca juga: Walhi: Indonesia butuh regulasi khusus lindungi keberadaan mangrove
Baca juga: KLHK: Hutan mangrove potensial menyimpan karbon biru
Beragam penelitian mengungkapkan bahwa hutan mangrove berfungsi menekan laju perubahan iklim, karena mampu menyerap dan menyimpan karbon dalam bentuk biomassa, baik pada bagian atas maupun bagian bawah.
Sedangkan guguran material organik berupa serasah dan batang mangrove yang telah mati pada substrat menyumbang karbon organik untuk tanah.
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) mengungkapkan bahwa hutan mangrove di Indonesia rata-rata mampu menyerap 52,85 ton karbon dioksida per hektare per tahun. Angka itu lebih tinggi dua kali lipat dibandingkan estimasi global, yakni sebanyak 26,42 ton karbon dioksida per hektare per tahun.
Pewarta: Sugiharto Purnama
Editor: Endang Sukarelawati
Copyright © ANTARA 2022
Tags: