Komisi III minta pemerintah tetap buka ruang publik beri masukan RKUHP
10 Oktober 2022 17:20 WIB
Arsip foto - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD menyampaikan pidato kunci sekaligus membuka acara Kick Off Diskusi Publik RKUHP di Ayana Midplaza Jakarta, Selasa (23/8/2022). ANTARA/Melalusa Susthira Khalida/aa.
Jakarta (ANTARA) - Anggota Komisi III DPR Didik Mukrianto meminta pemerintah terus membuka ruang publik seluas-luasnya untuk memberikan masukan terhadap Rancangan Undang-Undang tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RUU KUHP).
"Memastikan masyarakat bisa paham secara utuh terkait dengan substansi-substansi yang masih diperdebatkan akan memastikan juga masyarakat bisa menerima saat RKUHP disahkan dan diundangkan," kata Didik Mukrianto di Jakarta, Senin.
Ia mengatakan posisi RKUHP masuk Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2022 dan idealnya disahkan pada tahun yang sama. Hal itu terutama karena RUU KUHP adalah carry over berdasarkan keputusan DPR RI periode 2014-2019.
"Hal mendasar yang menjadi bagian dari keputusan itu, salah satunya menugaskan pemerintah untuk menyosialisasikan kembali ke masyarakat agar dipahami secara utuh, khususnya pasal-pasal krusial yang masih diperdebatkan publik," ujarnya.
Didik Mukrianto memahami konteks itu karena hukum adalah cermin kesadaran hidup masyarakat sehingga hukum yang akan diberlakukan juga harus mendapat pemahaman dan penerimaan dari masyarakat.
Berdasarkan informasi dari pemerintah, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia sebagai wakil pemerintah telah melakukan sosialisasi dan meminta masukan dari berbagai pihak, termasuk salah satunya Dewan Pers.
"Pengesahan RUU KUHP cukup strategis karena merupakan wujud dari adanya pembaruan hukum pidana di Indonesia yang telah dimulai sejak tahun 1964. Pembaruan dilakukan karena adanya alasan filosofis, politis, sosiologis, dan praktis," katanya.
Ia menilai RUU KUHP ditujukan untuk menata ulang bangunan sistem hukum pidana nasional, termasuk untuk mewujudkan sistem peradilan pidana dan social enginering.
"Memastikan masyarakat bisa paham secara utuh terkait dengan substansi-substansi yang masih diperdebatkan akan memastikan juga masyarakat bisa menerima saat RKUHP disahkan dan diundangkan," kata Didik Mukrianto di Jakarta, Senin.
Ia mengatakan posisi RKUHP masuk Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2022 dan idealnya disahkan pada tahun yang sama. Hal itu terutama karena RUU KUHP adalah carry over berdasarkan keputusan DPR RI periode 2014-2019.
"Hal mendasar yang menjadi bagian dari keputusan itu, salah satunya menugaskan pemerintah untuk menyosialisasikan kembali ke masyarakat agar dipahami secara utuh, khususnya pasal-pasal krusial yang masih diperdebatkan publik," ujarnya.
Didik Mukrianto memahami konteks itu karena hukum adalah cermin kesadaran hidup masyarakat sehingga hukum yang akan diberlakukan juga harus mendapat pemahaman dan penerimaan dari masyarakat.
Berdasarkan informasi dari pemerintah, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia sebagai wakil pemerintah telah melakukan sosialisasi dan meminta masukan dari berbagai pihak, termasuk salah satunya Dewan Pers.
"Pengesahan RUU KUHP cukup strategis karena merupakan wujud dari adanya pembaruan hukum pidana di Indonesia yang telah dimulai sejak tahun 1964. Pembaruan dilakukan karena adanya alasan filosofis, politis, sosiologis, dan praktis," katanya.
Ia menilai RUU KUHP ditujukan untuk menata ulang bangunan sistem hukum pidana nasional, termasuk untuk mewujudkan sistem peradilan pidana dan social enginering.
Pewarta: Imam Budilaksono
Editor: Didik Kusbiantoro
Copyright © ANTARA 2022
Tags: