Ketua FKUB minta tokoh agama gencarkan dakwah lewat media sosial
9 Oktober 2022 15:32 WIB
Ketua FKUB Sulteng Prof KH Zainal Abidin (kiri) dalam pertemuan dengan pimpinan gereja yang tergabung dalam regional Forum Evangelische Mission in Solidaritat (EMS), di Sigi, Sulteng. ANTARA/Muhammad Hajiji/am.
Palu (ANTARA) - Ketua Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Prof KH Zainal Abidin meminta tokoh-tokoh agama termasuk pimpinan gereja agar menggencarkan dakwah atau pesan-pesan kebaikan melalui media sosial untuk menangkal penyebaran radikalisme.
"Saatnya kita semua harus gencarkan dakwah melalui media sosial," kata KH Zainal Abidin, di Palu, Minggu.
Zainal Abidin dihadirkan oleh Gereja Pantekosta Indonesia Donggala (GPID) pada forum pertemuan regional Forum Evangelische Mission in Solidaritat (EMS), yang diikuti oleh pimpinan Sinode Gereja Kristen Protestan di Bali, Sinode Gereja Masehi Injil Minahasa, Snode Gereja Masehi Injili Halmahera, Sinode Gereja Kristen Sulawesi Selatan, Sinode Gereja Protestan di Sulawesi Tenggara, Sinode Gereja Toraja, Sinode Gereja Toraja Mamasa, Sinode Gereja Kristen Sulawesi Barat, Sinode Gereja Protestan Indonesia Luwu.
Dalam pertemuan itu Zainal mengatakan bahwa perlu penguatan pembangunan kebersamaan dan solidaritas untuk secara bersama melawan tumbuh dan berkembangnya gerakan intoleransi, radikalisme dan terorisme.
Kepada para pendeta dan pimpinan gereja, Rois Syuriah PBNU tersebut menegaskan bahwa tidak ada agama yang mengajarkan umatnya untuk berbuat kekerasan kepada pemeluk agama lain, hanya karena perbedaan keyakinan.
"Agama mengajarkan tentang kebaikan, mengajarkan tentang cinta kasih dan sayang sesama manusia," ujarnya.
Oleh karena itu, ia menegaskan tidak ada konflik agama, sebab agama tidak mengajarkan untuk berkonflik atau berbuat kekerasan. Sebaliknya, yang terjadi ialah konflik atau pertikaian yang mengatasnamakan agama.
"Di sinilah dibutuhkan peran penting dari tokoh - tokoh agama dan pimpinan gereja untuk menggencarkan dakwah pesan-pesan kebaikan, baik secara daring maupun tatap muka," ungkap dia.
Ia menyebut bahwa, kelompok gerakan garis keras terus menggencarkan faham intoleransi, radikalisme dan terorisme lewat dunia maya.
Berdasarkan survei nasional tentang daya tangkal masyarakat terhadap radikalisme dan terorisme yang dilaksanakan oleh Badan Nasional Penanggulangan Terorisme tahun 2017 - 2018, dengan skor 42,58 dari rentang 0 - 100 atau kategori sedang.
Sementara data penanganan konten radikalisme dan terorisme dari Kementerian Kominfo tahun 2017 sampai dengan Maret 2019 sudah berjumlah 13.032 konten.
Selanjutnya, hasil survei nasional tentang daya tangkal masyarakat terhadap radikalisme dan terorisme yang dilaksanakan BNPT tahun 2019, pengguna media sosial dalam mencari informasi mengenai agama termasuk tinggi dengan skor 39,89, dalam internalisasi kearifan lokal termasuk pemahaman agama.
"Dakwah yang santun dan mencerahkan umat dari tokoh - tokoh agama disampaikan lewat media sosial, tidak hanya sebagai bentuk penyesuaian perkembangan zaman di tengah hadirnya teknologi informasi komunikasi. Melainkan sebagai bentuk upaya melindungi masyarakat khususnya generasi muda dari penyebaran faham-faham intoleransi, radikalisme dan terorisme," ungkap dia.
"Saatnya kita semua harus gencarkan dakwah melalui media sosial," kata KH Zainal Abidin, di Palu, Minggu.
Zainal Abidin dihadirkan oleh Gereja Pantekosta Indonesia Donggala (GPID) pada forum pertemuan regional Forum Evangelische Mission in Solidaritat (EMS), yang diikuti oleh pimpinan Sinode Gereja Kristen Protestan di Bali, Sinode Gereja Masehi Injil Minahasa, Snode Gereja Masehi Injili Halmahera, Sinode Gereja Kristen Sulawesi Selatan, Sinode Gereja Protestan di Sulawesi Tenggara, Sinode Gereja Toraja, Sinode Gereja Toraja Mamasa, Sinode Gereja Kristen Sulawesi Barat, Sinode Gereja Protestan Indonesia Luwu.
Dalam pertemuan itu Zainal mengatakan bahwa perlu penguatan pembangunan kebersamaan dan solidaritas untuk secara bersama melawan tumbuh dan berkembangnya gerakan intoleransi, radikalisme dan terorisme.
Kepada para pendeta dan pimpinan gereja, Rois Syuriah PBNU tersebut menegaskan bahwa tidak ada agama yang mengajarkan umatnya untuk berbuat kekerasan kepada pemeluk agama lain, hanya karena perbedaan keyakinan.
"Agama mengajarkan tentang kebaikan, mengajarkan tentang cinta kasih dan sayang sesama manusia," ujarnya.
Oleh karena itu, ia menegaskan tidak ada konflik agama, sebab agama tidak mengajarkan untuk berkonflik atau berbuat kekerasan. Sebaliknya, yang terjadi ialah konflik atau pertikaian yang mengatasnamakan agama.
"Di sinilah dibutuhkan peran penting dari tokoh - tokoh agama dan pimpinan gereja untuk menggencarkan dakwah pesan-pesan kebaikan, baik secara daring maupun tatap muka," ungkap dia.
Ia menyebut bahwa, kelompok gerakan garis keras terus menggencarkan faham intoleransi, radikalisme dan terorisme lewat dunia maya.
Berdasarkan survei nasional tentang daya tangkal masyarakat terhadap radikalisme dan terorisme yang dilaksanakan oleh Badan Nasional Penanggulangan Terorisme tahun 2017 - 2018, dengan skor 42,58 dari rentang 0 - 100 atau kategori sedang.
Sementara data penanganan konten radikalisme dan terorisme dari Kementerian Kominfo tahun 2017 sampai dengan Maret 2019 sudah berjumlah 13.032 konten.
Selanjutnya, hasil survei nasional tentang daya tangkal masyarakat terhadap radikalisme dan terorisme yang dilaksanakan BNPT tahun 2019, pengguna media sosial dalam mencari informasi mengenai agama termasuk tinggi dengan skor 39,89, dalam internalisasi kearifan lokal termasuk pemahaman agama.
"Dakwah yang santun dan mencerahkan umat dari tokoh - tokoh agama disampaikan lewat media sosial, tidak hanya sebagai bentuk penyesuaian perkembangan zaman di tengah hadirnya teknologi informasi komunikasi. Melainkan sebagai bentuk upaya melindungi masyarakat khususnya generasi muda dari penyebaran faham-faham intoleransi, radikalisme dan terorisme," ungkap dia.
Pewarta: Muhammad Hajiji
Editor: Agus Setiawan
Copyright © ANTARA 2022
Tags: