Pernyataan tersebut dilontarkan Yasonna menanggapi pertanyaan awak media terkait kondisi Lapas Perempuan Kelas IIA Kerobokan Badung yang dipastikan dihuni melebihi kapasitas. Lapas seluas 20 are itu saat ini dihuni oleh 216 warga binaan pemasyarakatan (WBP) padahal, sejatinya bangunan itu hanya dapat dihuni oleh 120 WBP.
Baca juga: Kemenkumham tingkatkan pengawasan cegah penggunaan narkoba di lapas
Yasonna mengatakan kendala yang dihadapi oleh Kementerian Hukum dan HAM untuk membangun atau memperluas lembaga pemasyarakatan ada pada faktor pendanaan yang dimiliki pemerintah.
"Kalau pembangunan lapas kan tergantung uang, anggaran kita terbatas. Jadi, kalau ada uangnya ya kita bangun. Sekarang anggaran kita kan tergantung skala prioritas dan itu dimana yang paling over kapasitas itu yang kita lakukan," kata Yasonna.
Dia menyatakan golongan penghuni lapas yang paling banyak di Indonesia diisi oleh narapidana kasus narkotika. Banyaknya penghuni lapas menunjukkan bahwa kesadaran hukum masyarakat masih rendah.
Yasonna menjelaskan pihaknya sedang berupaya merevisi undang-undang narkotika agar pemakai barang narkoba tidak dipenjarakan, melainkan direhabilitasi di luar lembaga pemasyarakatan.
"Jangan di dalam, lebih bagus direhabilitasi di luar. Kalau di dalam dia akan jadi masalah. Sudah orang ketergantungan pasti ingin narkoba di bawah ke dalam," kata dia saat menggelar konferensi pers usai memberikan anugerah desa sadar hukum kepada 179 desa/kelurahan di Bali, Jumat.
Selain itu, salah satu bahaya yang akan timbul dari masuknya pecandu, kurir dan bandar narkoba di dalam lapas akan berpengaruh terhadap moral petugas, sampai yang paling berbahaya adalah terjadi peredaran narkoba dalam pasar gelap lapas.
Baca juga: Lapas Lubukbasung razia blok dampak WBP terlibat peredaran narkotika
Baca juga: Lapas Narkotika Jakarta dan BNN kolaborasi cegah peredaran narkoba