Hamdan Zoelva harap publik jaga kekuasaan kehakiman yang merdeka
7 Oktober 2022 13:51 WIB
Tangkapan layar pakar hukum tata negara Hamdan Zoelva (kanan) dalam acara bertajuk, “Qua Vadis Kemerdekaan Kekuasaan Kehakiman” yang disiarkan di kanal YouTube Salam Radio Channel, dipantau dari Jakarta, Jumat (7/10/2022). ANTARA/Putu Indah Savitri
Jakarta (ANTARA) - Pakar hukum tata negara Hamdan Zoelva berharap agar publik dan seluruh elemen masyarakat turut menjaga kekuasaan kehakiman yang merdeka untuk menjadi sandaran bagi rakyat dalam mendapatkan keadilan.
“Saya berharap kita jaga bersama kekuasaan kehakiman yang merdeka. Itu adalah sandaran rakyat untuk mendapatkan keadilan,” kata Hamdan Zoelva dalam acara bertajuk, “Qua Vadis Kemerdekaan Kekuasaan Kehakiman” yang disiarkan di kanal YouTube Salam Radio Channel, dipantau dari Jakarta, Jumat.
Melalui Mahkamah Konstitusi, rakyat dapat berdiri sejajar dengan Presiden dan DPR ketika mengajukan judicial review atau hak uji materi terhadap peraturan perundang-undangan. Oleh karena itu, penting bagi para hakim konstitusi untuk bersikap independen dan imparsial.
“Independensi lembaga peradilan atau di dalam Undang-Undang Dasar kita disebut dengan kekuasaan kehakimanyang merdeka, pada Pasal 24 UUD 1945, adalah kekuasaan untuk menyelenggarakan peradilan guna menjaga hukum dan keadilan,” ucap Hamdan Zoelva.
Dengan demikian, kehakiman atau peradilan selalu ditempatkan dalam posisi yang independen dan imparsial.
“Mengapa itu penting? Karena itulah senjata bagi rakyat yang sebenarnya. Senjata bagi rakyat untuk menghadapi kekuasaan apakah negara atau siapa pun yang berkuasa,” tuturnya.
Hamdan Zoelva memandang pemberhentian Hakim Konstitusi Aswanto dilandasi oleh persepsi yang salah. Meskipun Aswanto ditunjuk oleh DPR, bukan berarti Aswanto mewakili kepentingan DPR di dalam Mahkamah Konstitusi.
“Yang berasal dari DPR itu bukan mewakili kepentingan DPR, melainkan diharapkan dapat membawa keragaman proses, keragaman latar belakang orang, sehingga tidak seluruhnya dari eksekutif atau dari Mahkamah Agung,” ucap Hamdan.
Hakim konstitusi yang berasal dari Mahkamah Agung, Presiden, dan DPR memiliki cara berpikir masing-masing dengan pendekatan yang berbeda.
“Pengalaman saya, orang-orang yang pernah menjadi pengamat politik atau politisi itu pikirannya sangat progresif karena dia selalu berpikir macam-macam. Kadang-kadang tidak terpikirkan oleh yang biasa menjadi hakim. Jadi, perimbangan perdebatannya menjadi menarik,” ucap Ketua Mahkamah Konstitusi Periode 2013-2015 ini.
“Ini semua dalam rangka memberikan penguatan dan independensi kepada Mahkamah Konstitusi,” tuturnya melanjutkan.
Baca juga: Pakar sebut ada salah persepsi terkait pemberhentian Aswanto oleh DPR
Baca juga: Masyarakat Madani sebut pemberhentian Hakim Aswanto langgar konstitusi
Baca juga: Aswanto-Wahiduddin ucapkan sumpah Hakim Konstitusi di depan Presiden Jokowi
“Saya berharap kita jaga bersama kekuasaan kehakiman yang merdeka. Itu adalah sandaran rakyat untuk mendapatkan keadilan,” kata Hamdan Zoelva dalam acara bertajuk, “Qua Vadis Kemerdekaan Kekuasaan Kehakiman” yang disiarkan di kanal YouTube Salam Radio Channel, dipantau dari Jakarta, Jumat.
Melalui Mahkamah Konstitusi, rakyat dapat berdiri sejajar dengan Presiden dan DPR ketika mengajukan judicial review atau hak uji materi terhadap peraturan perundang-undangan. Oleh karena itu, penting bagi para hakim konstitusi untuk bersikap independen dan imparsial.
“Independensi lembaga peradilan atau di dalam Undang-Undang Dasar kita disebut dengan kekuasaan kehakimanyang merdeka, pada Pasal 24 UUD 1945, adalah kekuasaan untuk menyelenggarakan peradilan guna menjaga hukum dan keadilan,” ucap Hamdan Zoelva.
Dengan demikian, kehakiman atau peradilan selalu ditempatkan dalam posisi yang independen dan imparsial.
“Mengapa itu penting? Karena itulah senjata bagi rakyat yang sebenarnya. Senjata bagi rakyat untuk menghadapi kekuasaan apakah negara atau siapa pun yang berkuasa,” tuturnya.
Hamdan Zoelva memandang pemberhentian Hakim Konstitusi Aswanto dilandasi oleh persepsi yang salah. Meskipun Aswanto ditunjuk oleh DPR, bukan berarti Aswanto mewakili kepentingan DPR di dalam Mahkamah Konstitusi.
“Yang berasal dari DPR itu bukan mewakili kepentingan DPR, melainkan diharapkan dapat membawa keragaman proses, keragaman latar belakang orang, sehingga tidak seluruhnya dari eksekutif atau dari Mahkamah Agung,” ucap Hamdan.
Hakim konstitusi yang berasal dari Mahkamah Agung, Presiden, dan DPR memiliki cara berpikir masing-masing dengan pendekatan yang berbeda.
“Pengalaman saya, orang-orang yang pernah menjadi pengamat politik atau politisi itu pikirannya sangat progresif karena dia selalu berpikir macam-macam. Kadang-kadang tidak terpikirkan oleh yang biasa menjadi hakim. Jadi, perimbangan perdebatannya menjadi menarik,” ucap Ketua Mahkamah Konstitusi Periode 2013-2015 ini.
“Ini semua dalam rangka memberikan penguatan dan independensi kepada Mahkamah Konstitusi,” tuturnya melanjutkan.
Baca juga: Pakar sebut ada salah persepsi terkait pemberhentian Aswanto oleh DPR
Baca juga: Masyarakat Madani sebut pemberhentian Hakim Aswanto langgar konstitusi
Baca juga: Aswanto-Wahiduddin ucapkan sumpah Hakim Konstitusi di depan Presiden Jokowi
Pewarta: Putu Indah Savitri
Editor: Nurul Hayat
Copyright © ANTARA 2022
Tags: