Yogyakarta (ANTARA) - Liburan akhir pekan ini mau ke mana? Ke Yogyakarta saja, karena pada 7 Oktober kota ini merayakan ulang tahun ke-266. Dalam rangkaian perayaannya, di "Kota Budaya" tersebut digelar banyak acara menarik, sehingga sayang jika dilewatkan.

Rangkaian kegiatan Hari Ulang Tahun (HUT) ke-266 Kota Yogyakarta berlangsung pada 1-9 Oktober 2022. Selama sembilan hari itu, sekitar 14 jenis acara digelar dengan melibatkan berbagai lapisan masyarakat.

Kegiatan yang sudah berlangsung, antara lain peluncuran logo HUT ke-266 Kota Yogyakarta pada Sabtu (1/10/2022) di Jakarta dan kawasan Kleringan Yogyakarta, kegiatan bersepeda YoGowes pada Minggu (2/10/2022). Kemudian, karnaval pelajar TK, SD, dan SMP pada 3-6 Oktober 2022.

Pada Selasa (4/10/2022) terdapat kegiatan seni budaya Sekar Rinonce dan Malioboro seribu kelir. Kegiatan yang kini sedang berlangsung adalah Gebyar Pameran Foto dan Keris di XT Square pada 6-9 Oktober 2022. Ada juga pameran produk usaha mikro, kecil,dan menengah Sekati ing Mall pada 5-10 Oktober 2022 di Galeria Mall, Malioboro Mall, dan Lippo Mall.

Puncak peringatan HUT ke-266 Kota Yogyakarta akan dirayakan dengan pertunjukan Wayang Jogja Night Carnival di kawasan Tugu Yogyakarta pada Jumat (7/10/2022). Kemudian, digelar Mandiri Fashion Day di Pasar Beringharjo pada Sabtu (8/10/2022), serta Malioboro Night Coffee di Jalan Jenderal Sudirman pada 8-9 Oktober 2022.

Rangkaian kegiatan itu membuat Kota Yogyakarta dalam beberapa hari terakhir terlihat tambah semarak. Berbagai kegiatan yang digelar di "Kota Wisata" ini mampu menyedot perhatian masyarakat setempat maupun dari luar daerah.

Libatkan 14 Kemantren

Kegiatan yang diperkirakan bakal menyedot banyak wisatawan adalah Wayang Jogja Night Carnival #7. Acara yang dipusatkan di Tugu Yogyakarta tersebut dilaksanakan pada Jumat, 7 Oktober 2022, mulai pukul 18.30 WIB.

Rute Wayang Jogja Night Carnival #7 pada tahun 2022 sepanjang 1,2 kilometer, menyusuri Jalan Jend. Sudirman – Tugu Yogyakarta – Jalan Margo Utomo. Jadi, tidak melewati Jalan Malioboro.

Jalan Margo Utomo dulu dikenal sebagai Jalan Pangeran Mangkubumi. Jalan Margo Utomo membentang dari Tugu Pal Putih Yogyakarta hingga pintu timur Stasiun Tugu Yogyakarta, berbatasan langsung dengan Jalan Malioboro di sisi selatan. Batas hanya dipisahkan dengan rel kereta api dan ruas jalan yang melintang dari barat ke timur.

Para kelompok penampil yang berasal dari 14 kemantren di Kota Yogyakarta akan menunjukkan aksinya di sepanjang jalan tersebut.

Wayang Jogja Night Carnival mengusung konsep karnaval jalanan (art on the street) dengan mengambil tema pewayangan. Dalam perkembangannya, konsep Wayang Jogja Night Carnival berubah menjadi street art dengan tetap mengusung unsur utama yaitu Tugu Yogyakarta, kendaraan hias, wayang, dan diselenggarakan pada malam hari.

Wayang Jogja Night Carnival #7 mengusung tema “Lokananta Arjuna Anugraha”. Lokananta merupakan seperangkat gamelan dari Suralaya, istana dewa-dewa di kahyangan. Di dalam cerita pewayangan, gamelan Lokananta hanya ditabuh secara khusus dua kali, yakni dalam acara pernikahan Baladewa dengan Erawati dan Pernikahan Arjuna dengan Sembadra.

Selain itu, tema ini diambil sebagai wujud rasa syukur bersama masyarakat Kota Yogyakarta yang telah berhasil melewati masa pandemi COVID-19 dan sebagai bentuk dukungan terhadap gamelan yang ditetapkan menjadi warisan budaya tak benda oleh UNESCO.

Nantinya, peserta karnaval dari 14 kemantren (kecamatan) yang ada di Kota Yogyakarta mengusung berbagai tokoh wayang yang berbeda. Tokoh-tokoh wayang tersebut diambil dari lakon Arjuna Anugraha.

Tokoh wayang yang diusung yaitu Bathara Guru (Kemantren Danurejan), Bathara Durga (Kemantren Umbulharjo), Bathara Gana/Ganesha (Kemantren Gedongtengen), Arjuna dan Sembadra (Kemantren Gondomanan), Baladewa dan Erawati (Kemantren Wirobrajan), dan Bidadari pembawa Klepu Dewandaru (Kemantren Pakualaman),

Sementara itu, tokoh wayang lainnya adalah Bathara Wisnu (Kemantren Mantrijeron), Bathara Brahma (Kemantren Tegalrejo), Bathara Indra (Kemantren Kraton), Bathara Bayu (Kemantren Ngampilan), Bathara Narada (Kemantren Gondokusuman), Bathara Supraba (Kemantren Jetis), Kamajaya Kamaratih (Kemantren Kotagede), dan Cingkarabala Balaupata (Kemantren Mergangsan).


Tema HUT dan sejarah

Ulang tahun Kota Yogyakarta kali ini berada pada masa transisi pandemi ke endemi COVID-19. Presiden Joko Widodo mengatakan pandemi memang sudah mulai mereda. "Mungkin sebentar lagi juga akan kita nyatakan pandemi sudah berakhir,” kata Presiden Jokowi dalam Peluncuran Gerakan Kemitraan Inklusif untuk UMKM Naik Kelas di Jakarta.

Dari optimisme itulah lahir tema HUT ke-266 Kota Yogyakarta pada 2022 ini, yakni 'Sulih Pulih Luwih’. Sulih artinya berpindah dan beradaptasi dalam keadaan baru yang lebih baik. Pulih berarti sembuh, dan Luwih berarti berkembang menjadi lebih baik. Jadi, makna tema sulih pulih luwih menggambarkan kondisi Kota Yogyakarta saat ini yang berhasil melewati pandemi dengan fase lebih baik.

Meski begitu, optimisme tidak boleh membuat kendor. Perayaan ulang tahun memang selayaknya tetap berpegang pada regulasi pandemi. Berbagai event diatur agar tidak menimbulkan kerumunan secara berlebihan.

Sementara itu, sejarah berdirinya Kota Yogyakarta sendiri cukup panjang. Situs resmi Pemerintah Kota Yogyakarta menjelaskan bahwa berdirinya "Kota Pelajar" ini berawal dari Perjanjian Giyanti pada 13 Februari 1755, yang membuat Pangeran Mangkubumi mendapatkan setengah dari Negara Mataram, dengan Gelar Sultan Hamengku Buwono Senopati Ing Alega Abdul Rachman Sayidin Panatagama Khalifatullah atau Sri Sultan Hamengku Buwono I.

Setelah Perjanjian Giyanti itu, Sri Sultan Hamengku Buwono I menetapkan bahwa daerah di bawah kekuasaannya bernama Ngayogyakarta Hadiningrat dengan ibu kota di Ngayogyakarta (Yogyakarta).

Sri Sultan Hamengku Buwono I kemudian memerintahkan rakyatnya untuk membangun keraton di sebuah desa kecil bernama Pachetokan, yang mana telah berdiri pesanggrahan Garjitowati yang dibuat oleh Susuhunan Paku Buwono II, dan namanya kemudian diubah menjadi Ayodya.

Sebelum keraton tersebut selesai dibangun, Sultan Hamengku Buwono I menempati pasanggrahan Ambarketawang di daerah Gamping. Setahun kemudian, pada tanggal 7 Oktober 1756, Sri Sultan Hamengku Buwono I 'boyongan' atau berpindah dari pasanggrahan Ambarketawang ke Keraton yang telah selesai dibangun.

Sejak saat itu, Hari Jadi Kota Yogyakarta selalu diperingati dan dirayakan setiap tanggal 7 Oktober.