Program wisata medis pikat rumah sakit spesialis ortopedi ke Bali
6 Oktober 2022 17:52 WIB
CEO RS Premier Bintaro dr. Martha M.L Siahaan saat menyampaikan potensi wisata medis di Bali, Denpasar, Kamis (6/10/2022). ANTARA/Ni Putu Putri Muliantari
Denpasar (ANTARA) - Direktur Utama RS Premier Bintaro dr Martha ML Siahaan menawarkan spesialisasi ortopedi untuk melakukan perluasan layanan di Indonesia, terutama melihat potensi dari program health tourism (wisata medis) di Bali.
"Memang sekarang sedang diagendakan dan ingin sekali punya sister company di Bali karena seperti kita tahu Bali seperti pintu masuk orang-orang asing ke Indonesia, kita sedang berpikir bahwa suatu hari kita akan punya 'adik' di Bali," katanya di Denpasar, Kamis, dalam acara Diskusi Seni dan Olahraga yang digelar RS Premier Bintaro dan Universitas Bali Internasional.
Martha mengakui bahwa Pulau Dewata adalah tempat yang tepat untuk menggaet pasien yang hendak melakukan wisata medis.
Program wisata medis yang digaungkan pemerintah sendiri menurutnya menargetkan pasien dari luar daerah bahkan luar negeri, hal ini sejalan dengan rumah sakit yang berlokasi di Tangerang tersebut, yang selama ini banyak menerima pasien warga negara asing (WNA).
"Bali meskipun sudah banyak rumah sakit swasta tapi orang tidak pernah bosan datang, jadi pasti targetnya bukan hanya penduduk Bali tapi fokus pada orang negeri sendiri maupun luar negeri. Targetnya orang-orang yang menikmati Bali sebagai destinasi pariwisata," ujarnya.
RS Premier Bintaro sendiri selama ini memiliki keunggulan pada klinik olahraga, pusat tulang belakang, ortopedi, bedah pembuluh darah, pusat kulit dan laser serta pusat stroke.
Melihat Bali yang dekat dengan kegiatan-kegiatan olahraga, CEO rumah sakit itu menilai seharusnya pengobatan terkait kecederaan telah dikemas dan digalakkan.
Dengan mulai disuarakannya wisata medis, menurutnya ini merupakan peluang meskipun jauh sebelumnya pasien WNA telah rutin berobat ke rumah sakit swasta tersebut.
"Sebelum pemerintah menggadang-gadang wisata medis, itu sudah biasa. Cuma kita tidak mengemas itu menjadi program khusus, tetapi ketika pemerintah menggaungkan bahwa rumah sakit harus ikut berperan serta agresif dalam hal health tourism ya kita juga buat program khusus," kata Martha kepada media.
Ia mengatakan bahwa program wisata medis seharusnya mendapat respon positif dari masyarakat, pasalnya dengan kualitas yang baik dari tenaga kesehatan dalam negeri sejatinya mampu bersaing dengan luar.
"Banyak yang mengatakan berobat di luar negeri lebih murah dibandingkan dengan berobat di Indonesia. Salah satu penyebabnya obat dan alat-alat yang mahal, itu kita masih beli dari luar negeri, ketika masuk biayanya cukup mahal," ujar Martha.
Namun ia menegaskan bahwa kualitas rumah sakit yang melayani wisata medis tak dapat diragukan, selama ini layanan kesehatan dalam negeri kerap tertutup oleh berita kesehatan luar negeri.
Baca juga: 14 rumah sakit dan tiga klinik di Bali layani wisata medis
Baca juga: Bali buka layanan kesehatan tradisional untuk gaet wisatawan
Baca juga: Menkes targetkan Bali jadi basis wisata medis taraf internasional
"Memang sekarang sedang diagendakan dan ingin sekali punya sister company di Bali karena seperti kita tahu Bali seperti pintu masuk orang-orang asing ke Indonesia, kita sedang berpikir bahwa suatu hari kita akan punya 'adik' di Bali," katanya di Denpasar, Kamis, dalam acara Diskusi Seni dan Olahraga yang digelar RS Premier Bintaro dan Universitas Bali Internasional.
Martha mengakui bahwa Pulau Dewata adalah tempat yang tepat untuk menggaet pasien yang hendak melakukan wisata medis.
Program wisata medis yang digaungkan pemerintah sendiri menurutnya menargetkan pasien dari luar daerah bahkan luar negeri, hal ini sejalan dengan rumah sakit yang berlokasi di Tangerang tersebut, yang selama ini banyak menerima pasien warga negara asing (WNA).
"Bali meskipun sudah banyak rumah sakit swasta tapi orang tidak pernah bosan datang, jadi pasti targetnya bukan hanya penduduk Bali tapi fokus pada orang negeri sendiri maupun luar negeri. Targetnya orang-orang yang menikmati Bali sebagai destinasi pariwisata," ujarnya.
RS Premier Bintaro sendiri selama ini memiliki keunggulan pada klinik olahraga, pusat tulang belakang, ortopedi, bedah pembuluh darah, pusat kulit dan laser serta pusat stroke.
Melihat Bali yang dekat dengan kegiatan-kegiatan olahraga, CEO rumah sakit itu menilai seharusnya pengobatan terkait kecederaan telah dikemas dan digalakkan.
Dengan mulai disuarakannya wisata medis, menurutnya ini merupakan peluang meskipun jauh sebelumnya pasien WNA telah rutin berobat ke rumah sakit swasta tersebut.
"Sebelum pemerintah menggadang-gadang wisata medis, itu sudah biasa. Cuma kita tidak mengemas itu menjadi program khusus, tetapi ketika pemerintah menggaungkan bahwa rumah sakit harus ikut berperan serta agresif dalam hal health tourism ya kita juga buat program khusus," kata Martha kepada media.
Ia mengatakan bahwa program wisata medis seharusnya mendapat respon positif dari masyarakat, pasalnya dengan kualitas yang baik dari tenaga kesehatan dalam negeri sejatinya mampu bersaing dengan luar.
"Banyak yang mengatakan berobat di luar negeri lebih murah dibandingkan dengan berobat di Indonesia. Salah satu penyebabnya obat dan alat-alat yang mahal, itu kita masih beli dari luar negeri, ketika masuk biayanya cukup mahal," ujar Martha.
Namun ia menegaskan bahwa kualitas rumah sakit yang melayani wisata medis tak dapat diragukan, selama ini layanan kesehatan dalam negeri kerap tertutup oleh berita kesehatan luar negeri.
Baca juga: 14 rumah sakit dan tiga klinik di Bali layani wisata medis
Baca juga: Bali buka layanan kesehatan tradisional untuk gaet wisatawan
Baca juga: Menkes targetkan Bali jadi basis wisata medis taraf internasional
Pewarta: Ni Putu Putri Muliantari
Editor: Biqwanto Situmorang
Copyright © ANTARA 2022
Tags: