DPR: lntegrasikan pendekatan HAM untuk atasi perubahan iklim
6 Oktober 2022 13:51 WIB
Wakil Ketua Badan Kerja Sama Antar Parlemen (BKSAP) DPR RI Putu Supadma Rudana menjadi pembicara dalam sesi diskusi pada rangkaian acara pertemuan parlemen anggota G20 (P20), di Jakarta, Rabu (5/10/2022). ANTARA/Dokumentasi Pribadi
Jakarta (ANTARA) - Wakil Ketua Badan Kerja Sama Antar Parlemen (BKSAP) DPR RI Putu Supadma Rudana menilai anggota parlemen memiliki peran dalam mengintegrasikan pendekatan berbasis hak asasi manusia dalam mengatasi perubahan iklim.
Menurut dia, anggota P20 harus memastikan bahwa undang-undang atau tindakan tentang perubahan iklim bersifat inklusif dan sejalan dengan tujuan pembangunan berkelanjutan yang menyeimbangkan ekonomi, sosial dan lingkungan.
"Untuk mewujudkan hal tersebut, para anggota parlemen harus mengintegrasikan pendekatan berbasis hak asasi manusia dalam mengatasi perubahan iklim," kata Putu Supadma, di Jakarta, Kamis.
Pernyataan Putu tersebut disampaikan dalam diskusi Sesi Kedua Forum Parlemen Anggota G20 (P20) dengan tema "Bagaimana parlemen membantu mencapai target pengurangan emisi dan memfasilitasi kerja sama global terkait perubahan iklim dan beberapa krisis".
Dia menilai anggota parlemen harus mengarusutamakan dan meningkatkan visibilitas prinsip-prinsip hak asasi manusia yang nondiskriminasi, berbasis kesetaraan, akuntabilitas, dan partisipatif dalam proses pengambilan keputusan.
Putu mengatakan parlemen memiliki peran dalam mengatasi perubahan iklim, karena punya peran dalam menentukan perumusan kebijakan melalui tiga fungsinya yaitu legislatif, anggaran, dan pengawasan.
"Parlemen memiliki peran dalam menentukan perumusan kebijakan melalui tiga fungsinya, yakni legislatif, anggaran, dan pengawasan. Salah satunya adalah dengan memastikan undang-undang yang dibuat sejalan dengan tujuan pembangunan berkelanjutan," ujarnya.
Menurut dia, dari segi peraturan perundang-undangan, Indonesia telah mengadopsi undang-undang, peraturan, dan langkah-langkah dalam usaha menghadapi perubahan iklim.
Dia mencontohkan seperti Peraturan Pemerintah No. 79 Tahun 2014 tentang Kebijakan Energi Nasional, dan DPR RI saat ini sedang menyusun Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Energi Baru dan Energi Terbarukan (RUU EBET).
Selain itu, menurut dia, Indonesia juga telah memastikan berbagai hal dalam implementasinya, namun aksi-aksi tersebut tidak hanya bisa dilakukan Indonesia dalam level nasional tetapi membutuhkan perhatian bersama semua negara.
"Meskipun kita sudah melakukan berbagai implementasi di Indonesia dan di level nasional, kita tahu bahwa tidak ada negara yang dapat mengatasi perubahan iklim itu sendiri. Tentu saja seperti yang ada dalam SDG’s Goals No. 17 Partnership for The Goals, ini harus menjadi Perhatian bersama," ujarnya lagi.
Putu berharap dalam agenda P20 dapat memperkuat kerja sama antarnegara dalam upaya mengatasi perubahan iklim, karena masih banyak yang harus dilakukan untuk bertindak secara kolektif.
Baca juga: Wapres Ma'ruf Amin membahas perubahan iklim saat terima Dubes Mesir
Baca juga: Puan ajak anggota P20 atasi persoalan perubahan iklim
Menurut dia, anggota P20 harus memastikan bahwa undang-undang atau tindakan tentang perubahan iklim bersifat inklusif dan sejalan dengan tujuan pembangunan berkelanjutan yang menyeimbangkan ekonomi, sosial dan lingkungan.
"Untuk mewujudkan hal tersebut, para anggota parlemen harus mengintegrasikan pendekatan berbasis hak asasi manusia dalam mengatasi perubahan iklim," kata Putu Supadma, di Jakarta, Kamis.
Pernyataan Putu tersebut disampaikan dalam diskusi Sesi Kedua Forum Parlemen Anggota G20 (P20) dengan tema "Bagaimana parlemen membantu mencapai target pengurangan emisi dan memfasilitasi kerja sama global terkait perubahan iklim dan beberapa krisis".
Dia menilai anggota parlemen harus mengarusutamakan dan meningkatkan visibilitas prinsip-prinsip hak asasi manusia yang nondiskriminasi, berbasis kesetaraan, akuntabilitas, dan partisipatif dalam proses pengambilan keputusan.
Putu mengatakan parlemen memiliki peran dalam mengatasi perubahan iklim, karena punya peran dalam menentukan perumusan kebijakan melalui tiga fungsinya yaitu legislatif, anggaran, dan pengawasan.
"Parlemen memiliki peran dalam menentukan perumusan kebijakan melalui tiga fungsinya, yakni legislatif, anggaran, dan pengawasan. Salah satunya adalah dengan memastikan undang-undang yang dibuat sejalan dengan tujuan pembangunan berkelanjutan," ujarnya.
Menurut dia, dari segi peraturan perundang-undangan, Indonesia telah mengadopsi undang-undang, peraturan, dan langkah-langkah dalam usaha menghadapi perubahan iklim.
Dia mencontohkan seperti Peraturan Pemerintah No. 79 Tahun 2014 tentang Kebijakan Energi Nasional, dan DPR RI saat ini sedang menyusun Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Energi Baru dan Energi Terbarukan (RUU EBET).
Selain itu, menurut dia, Indonesia juga telah memastikan berbagai hal dalam implementasinya, namun aksi-aksi tersebut tidak hanya bisa dilakukan Indonesia dalam level nasional tetapi membutuhkan perhatian bersama semua negara.
"Meskipun kita sudah melakukan berbagai implementasi di Indonesia dan di level nasional, kita tahu bahwa tidak ada negara yang dapat mengatasi perubahan iklim itu sendiri. Tentu saja seperti yang ada dalam SDG’s Goals No. 17 Partnership for The Goals, ini harus menjadi Perhatian bersama," ujarnya lagi.
Putu berharap dalam agenda P20 dapat memperkuat kerja sama antarnegara dalam upaya mengatasi perubahan iklim, karena masih banyak yang harus dilakukan untuk bertindak secara kolektif.
Baca juga: Wapres Ma'ruf Amin membahas perubahan iklim saat terima Dubes Mesir
Baca juga: Puan ajak anggota P20 atasi persoalan perubahan iklim
Pewarta: Imam Budilaksono
Editor: Budisantoso Budiman
Copyright © ANTARA 2022
Tags: