Sidang pleno pertama PRBBK hasilkan sembilan rekomendasi kebijakan
4 Oktober 2022 17:58 WIB
Tangkapan layar - Sekretaris Utama Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Lilik Kurniawan dalam Konferensi Nasional Pengelolaan Risiko Bencana Berbasis Komunitas (PRBBK) XV secara daring di Jakarta, Senin (3/10/2022). ANTARA/Devi Nindy.
Jakarta (ANTARA) - Sidang pleno pertama Konferensi Nasional Pengelolaan Risiko Bencana Berbasis Komunitas (PRBBK) XV telah menghasilkan sembilan rekomendasi mengenai kebijakan strategis dan fokus sasaran untuk peta jalan pengelolaan risiko bencana berbasis komunitas.
Ketua Sidang Titi Mektijasih mengatakan rekomendasi pertama adalah harmonisasi dan sinkronisasi regulasi yang mendorong penguatan pengelolaan risiko bencana di tingkat desa, baik dalam segi kewenangan desa, penganggaran, dan sistem keuangan desa demi mendorong tata kelola berbasis kawasan.
"Rekomendasi kedua adalah mengesahkan regulasi dari hulu ke hilir yang memperkuat dasar pengelolaan keuangan daerah dan desa dalam satu kawasan yang sama," kata Titi dalam Konferensi Nasional PRBBK yang dipantau di Jakarta, Selasa.
Sidang pleno pertama PRBBK 2022 itu juga merekomendasikan pengimplementasian kebijakan dan regulasi lintas isu di seluruh program pemerintah dalam seluruh siklus penanggulangan bencana.
Selanjutnya, terbitnya peraturan daerah terkait penanggulangan bencana dengan pengaturan terkait pembentukan forum penanggulangan risiko bencana.
Rekomendasi kelima adalah penguatan dan peningkatan kapasitas pengelolaan risiko bencana pada masyarakat terutama kelompok-kelompok paling rentan dan bertahap dari tingkat yang paling kecil.
Kemudian, rekomendasi keenam adalah peningkatan sumber penghidupan komunikasi hingga mandiri dan berkelanjutan dalam melakukan upaya-upaya pengurangan risiko bencana dan tidak bergantung dengan pendanaan dari luar komunitas.
Rekomendasi ketujuh adalah peningkatan kebijakan, koordinasi, dan pengembangan kapasitas pentahelix yang berpusat pada kebutuhan masyarakat.
Titi menuturkan implementasi pendekatan yang mengoptimalkan pengetahuan yang dikuasai komunitas untuk membangun ketangguhan masuk ke dalam rekomendasi kedelapan dalam sidang pleno pertama tersebut.
"Rekomendasi kesembilan adalah terimplementasinya pendidikan kritis untuk komunitas, sehingga memiliki kesadaran untuk memperkuat akses layanan dasar secara mandiri dan berkelanjutan dengan hasil aksi yang mendorong kebijakan, kemitraan, dan institusi lokal dalam pengurangan risiko bencana," jelasnya.
Sekretaris Badan Yayasan Lembaga Pengembangan Teknologi Pedesaan (LPTP) Surakarta Sumino mengatakan perlu melalukan percepatan penyusunan perangkat dan kebijakan penanggulangan bencana untuk menjadi rujukan pemerintah daerah berupa panduan teknis dan kebijakan melalui pedoman dan kebijakan penyusunan RPKN, Rekon, Renop, dan lain-lain.
Perangkat pengkajian ketangguhan desa juga perlu diperkuat dengan kebijakan dan apresiasi bagi desa yang telah membangun ketangguhan pada masyarakat mereka.
Selain itu, menurutnya, langkah sistematis untuk membangun gerakan pengelolaan risiko bencana berbasis komunitas juga perlu dilakukan dengan meninjau ulang Perka Destana terutama indikator Destana terintegrasi dengan SNI desa tangguh bencana.
Konsolidasi perangkat maupun panduan antara BNPB dengan kementerian dan lembaga terkait, semisal tool pengkajian ketangguhan desa, panduan kampung iklim, panduan desa mandiri pangan, hingga panduan desa inklusif agar satu sama lain bisa memahami aktivitas-aktivitas yang dilakukan, sehingga bisa saling melengkapi.
Baca juga: BNPB usul bentuk platform pengelola risiko bencana berbasis komunitas
Baca juga: Saatnya pemerintah perhatikan faktor pengurangan resiko bencana
Baca juga: Pers berperan sampaikan informasi pengurangan resiko bencana
Ketua Sidang Titi Mektijasih mengatakan rekomendasi pertama adalah harmonisasi dan sinkronisasi regulasi yang mendorong penguatan pengelolaan risiko bencana di tingkat desa, baik dalam segi kewenangan desa, penganggaran, dan sistem keuangan desa demi mendorong tata kelola berbasis kawasan.
"Rekomendasi kedua adalah mengesahkan regulasi dari hulu ke hilir yang memperkuat dasar pengelolaan keuangan daerah dan desa dalam satu kawasan yang sama," kata Titi dalam Konferensi Nasional PRBBK yang dipantau di Jakarta, Selasa.
Sidang pleno pertama PRBBK 2022 itu juga merekomendasikan pengimplementasian kebijakan dan regulasi lintas isu di seluruh program pemerintah dalam seluruh siklus penanggulangan bencana.
Selanjutnya, terbitnya peraturan daerah terkait penanggulangan bencana dengan pengaturan terkait pembentukan forum penanggulangan risiko bencana.
Rekomendasi kelima adalah penguatan dan peningkatan kapasitas pengelolaan risiko bencana pada masyarakat terutama kelompok-kelompok paling rentan dan bertahap dari tingkat yang paling kecil.
Kemudian, rekomendasi keenam adalah peningkatan sumber penghidupan komunikasi hingga mandiri dan berkelanjutan dalam melakukan upaya-upaya pengurangan risiko bencana dan tidak bergantung dengan pendanaan dari luar komunitas.
Rekomendasi ketujuh adalah peningkatan kebijakan, koordinasi, dan pengembangan kapasitas pentahelix yang berpusat pada kebutuhan masyarakat.
Titi menuturkan implementasi pendekatan yang mengoptimalkan pengetahuan yang dikuasai komunitas untuk membangun ketangguhan masuk ke dalam rekomendasi kedelapan dalam sidang pleno pertama tersebut.
"Rekomendasi kesembilan adalah terimplementasinya pendidikan kritis untuk komunitas, sehingga memiliki kesadaran untuk memperkuat akses layanan dasar secara mandiri dan berkelanjutan dengan hasil aksi yang mendorong kebijakan, kemitraan, dan institusi lokal dalam pengurangan risiko bencana," jelasnya.
Sekretaris Badan Yayasan Lembaga Pengembangan Teknologi Pedesaan (LPTP) Surakarta Sumino mengatakan perlu melalukan percepatan penyusunan perangkat dan kebijakan penanggulangan bencana untuk menjadi rujukan pemerintah daerah berupa panduan teknis dan kebijakan melalui pedoman dan kebijakan penyusunan RPKN, Rekon, Renop, dan lain-lain.
Perangkat pengkajian ketangguhan desa juga perlu diperkuat dengan kebijakan dan apresiasi bagi desa yang telah membangun ketangguhan pada masyarakat mereka.
Selain itu, menurutnya, langkah sistematis untuk membangun gerakan pengelolaan risiko bencana berbasis komunitas juga perlu dilakukan dengan meninjau ulang Perka Destana terutama indikator Destana terintegrasi dengan SNI desa tangguh bencana.
Konsolidasi perangkat maupun panduan antara BNPB dengan kementerian dan lembaga terkait, semisal tool pengkajian ketangguhan desa, panduan kampung iklim, panduan desa mandiri pangan, hingga panduan desa inklusif agar satu sama lain bisa memahami aktivitas-aktivitas yang dilakukan, sehingga bisa saling melengkapi.
Baca juga: BNPB usul bentuk platform pengelola risiko bencana berbasis komunitas
Baca juga: Saatnya pemerintah perhatikan faktor pengurangan resiko bencana
Baca juga: Pers berperan sampaikan informasi pengurangan resiko bencana
Pewarta: Sugiharto Purnama
Editor: Muhammad Yusuf
Copyright © ANTARA 2022
Tags: