Kiat ajarkan rivalitas sehat kepada anak
3 Oktober 2022 17:53 WIB
Peserta yang tergabung dalam Aliansi Suporter Boyolali melakukan aksi doa bersama di Simpang Lima Boyolali, Jawa Tengah, Minggu (2/10/2022). Aksi tersebut sebagai bentuk duka cita dan doa bersama untuk para korban jiwa pada kerusuhan di Stadion Kanjuruhan. ANTARA FOTO/Aloysius Jarot Nugroho/nym
Jakarta (ANTARA) - Psikolog anak dan remaja dari Lembaga Psikologi Terapan Universitas Indonesia (UI) Vera Itabiliana Hadiwdjojo membagikan kiat untuk para orang tua bisa mengajarkan rivalitas yang sehat kepada anak-anak.
Hal itu perlu diajarkan agar ketika berada dalam situasi menang ataupun kalah, anak bisa menyikapinya dengan positif dan tidak merugikan orang lain.
"Menekankan dalam pertandingan yang terpenting bukan hanya kemenangan tapi bagaimana menunjukkan performa terbaik hasil dari latihan selama ini. (Orang tua juga) dapat mengajarkan anak tentang sportivitas tentang bagaimana menghargai kemenangan lawan dan menerima kekalahan dengan lapang dada," kata Vera kepada ANTARA, Senin.
Orang tua sebagai pengajar pertama di keluarga harus berperan sebagai pemberi contoh agar anak memahami konsep rivalitas secara sehat dalam berbagai pertandingan ataupun kompetisi.
Vera mengatakan pemberian pemahaman terkait rivalitas yang sehat kepada anak bisa dilakukan sejak usia dini.
Contoh mudah mengajarkan rivalitas sehat tersebut bisa dimulai dari tindakan orang tua dengan cara tidak membandingkan anak dengan kakak atau adik maupun teman sebagainya.
Setelah berhasil memahami rivalitas dengan konsep tersebut, orang tua bisa mulai mengenalkan konsep rivalitas dalam sebuah kompetisi atau pertandingan di usia sekitar 9 tahun ke atas.
Ajarkan anak menggambarkan emosi dengan cara yang baik dan tidak merugikan orang lain ketika mengalami situasi di luar ekspektasinya.
"Ajarkan dan biasakan sejak dari rumah atau lingkungan keluarga bagaimana mengekspresikan emosi yang tidak menyakiti diri sendiri, tidak menyakiti orang lain dan tidak merusak barang," tambah Vera.
Apabila orang tua mendampingi, adanya baiknya orang tua bisa membantu anak menenangkan dirinya ketika mengalami emosi menggebu-gebu setelah mengalami kekalahan.
Karena sangat wajar apabila dalam sebuah pertandingan seseorang bisa terbawa emosi mengingat adanya adrenalin tinggi yang bisa memicu hal tersebut.
"Sehingga perlu ada orang-orang yang bersiap untuk antisipasi hal ini," tutupnya.
Baca juga: Mental rivalitas sehat perlu ditanamkan sejak dini
Baca juga: Indonesia waspadai situasi global dilanda rivalitas tidak sehat
Baca juga: Kementerian PPPA terus pantau korban anak-perempuan Tragedi Kanjuruhan
Hal itu perlu diajarkan agar ketika berada dalam situasi menang ataupun kalah, anak bisa menyikapinya dengan positif dan tidak merugikan orang lain.
"Menekankan dalam pertandingan yang terpenting bukan hanya kemenangan tapi bagaimana menunjukkan performa terbaik hasil dari latihan selama ini. (Orang tua juga) dapat mengajarkan anak tentang sportivitas tentang bagaimana menghargai kemenangan lawan dan menerima kekalahan dengan lapang dada," kata Vera kepada ANTARA, Senin.
Orang tua sebagai pengajar pertama di keluarga harus berperan sebagai pemberi contoh agar anak memahami konsep rivalitas secara sehat dalam berbagai pertandingan ataupun kompetisi.
Vera mengatakan pemberian pemahaman terkait rivalitas yang sehat kepada anak bisa dilakukan sejak usia dini.
Contoh mudah mengajarkan rivalitas sehat tersebut bisa dimulai dari tindakan orang tua dengan cara tidak membandingkan anak dengan kakak atau adik maupun teman sebagainya.
Setelah berhasil memahami rivalitas dengan konsep tersebut, orang tua bisa mulai mengenalkan konsep rivalitas dalam sebuah kompetisi atau pertandingan di usia sekitar 9 tahun ke atas.
Ajarkan anak menggambarkan emosi dengan cara yang baik dan tidak merugikan orang lain ketika mengalami situasi di luar ekspektasinya.
"Ajarkan dan biasakan sejak dari rumah atau lingkungan keluarga bagaimana mengekspresikan emosi yang tidak menyakiti diri sendiri, tidak menyakiti orang lain dan tidak merusak barang," tambah Vera.
Apabila orang tua mendampingi, adanya baiknya orang tua bisa membantu anak menenangkan dirinya ketika mengalami emosi menggebu-gebu setelah mengalami kekalahan.
Karena sangat wajar apabila dalam sebuah pertandingan seseorang bisa terbawa emosi mengingat adanya adrenalin tinggi yang bisa memicu hal tersebut.
"Sehingga perlu ada orang-orang yang bersiap untuk antisipasi hal ini," tutupnya.
Baca juga: Mental rivalitas sehat perlu ditanamkan sejak dini
Baca juga: Indonesia waspadai situasi global dilanda rivalitas tidak sehat
Baca juga: Kementerian PPPA terus pantau korban anak-perempuan Tragedi Kanjuruhan
Pewarta: Livia Kristianti
Editor: Alviansyah Pasaribu
Copyright © ANTARA 2022
Tags: