OJK buka peluang perpanjangan restrukturisasi kredit COVID-19
3 Oktober 2022 17:26 WIB
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae (kanan atas) dalam Konferensi Pers Rapat Dewan Komisioner OJK yang dipantau secara daring di Jakarta, Senin (3/10/2022). ANTARA/Agatha Olivia Victoria.
Jakarta (ANTARA) - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) membuka peluang perpanjangan restrukturisasi kredit COVID-19 lantaran melihat perekonomian Indonesia yang masih belum lepas 100 persen dari COVID-19 dan tantangan global saat ini masih terus berkembang.
"Nampaknya kami memang akan memperpanjang restrukturisasi kredit ini, kami sedang melakukan analisis akhir. Memang masih ada beberapa komponen yang harus kami pertimbangkan sebelum kami memfinalisasikan posisi kami," kata Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae dalam konferensi pers di Jakarta, Senin.
Dengan begitu, dirinya belum bisa menguraikan lebih lanjut secara detail berapa lama waktu serta cara pemberian perpanjangan restrukturisasi kredit tersebut akan dilakukan. Namun kemungkinan kebijakan itu akan diberikan dengan lebih menargetkan sektor, geografis, dan tipe kreditur.
OJK mencatat restrukturisasi kredit COVID-19 kembali mencatatkan penurunan sebesar Rp16,77 triliun menjadi Rp543,45 triliun, dengan jumlah yang nasabah juga menurun menjadi 2,88 juta nasabah pada Agustus 2022 dari Juli 2022 yang sebanyak 2,94 juta nasabah.
Dengan perkembangan tersebut, nilai kredit restrukturisasi COVID-19 dan jumlah nasabahnya masing-masing telah turun sebesar 34,56 persen dan 57,9 persen dari titik tertingginya.
Di sisi lain, Dian menyebutkan normalisasi kredit nantinya tentunya tak akan membahayakan pertumbuhan perekonomian dalam negeri sehingga akan tetap menjaga stabilitas sistem keuangan dengan tetap memberikan kontribusi signifikan terhadap mempertahankan pertumbuhan perekonomian.
Maka dari itu, OJK terus mencermati kondisi perbankan dimana saat ini gangguan terhadap sistem perbankan masih bisa diatasi, yang terlihat dari Cadangan Kerugian Penurunan Nilai (CKPN).
"Misalnya untuk probabilitas default itu sampai 11,53 persen sudah ditutupi CKPN sekitar 39 persen atau hampir lebih dari tiga kali lipat. Sementara kalau restrukturisasi kredit berakhir, sekitar di angka 6,62 persen dari total kredit restrukturisasi ditutupi CKPN hampir 18,17 persen, jadi hampir tiga kali lipat juga," tuturnya.
Kemudian terhadap Rasio Pemenuhan Kecukupan Modal (Capital Adequacy Ratio/CAR), ia mengungkapkan dampak normalisasi kredit pun tidak terlalu signifikan karena CKPN sudah terbentuk sehingga saat ini CAR masih berada di level sekitar 24 persen.
Sementara di sisi rasio kredit macet (Non Performing Loan/NPL) memang akan terdapat kenaikan saat normalisasi kebijakan kredit, namun saat ini NPL masih tercatat di bawah 5 persen.
Baca juga: Bank Mandiri proyeksi kredit di tahun 2023 akan tumbuh lebih rendah
Baca juga: Soal perpanjangan restrukturisasi, BCA: Pemulihan tiap sektor berbeda
Baca juga: OJK: Restrukturisasi kredit terdampak COVID-19 terus bergerak melandai
"Nampaknya kami memang akan memperpanjang restrukturisasi kredit ini, kami sedang melakukan analisis akhir. Memang masih ada beberapa komponen yang harus kami pertimbangkan sebelum kami memfinalisasikan posisi kami," kata Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae dalam konferensi pers di Jakarta, Senin.
Dengan begitu, dirinya belum bisa menguraikan lebih lanjut secara detail berapa lama waktu serta cara pemberian perpanjangan restrukturisasi kredit tersebut akan dilakukan. Namun kemungkinan kebijakan itu akan diberikan dengan lebih menargetkan sektor, geografis, dan tipe kreditur.
OJK mencatat restrukturisasi kredit COVID-19 kembali mencatatkan penurunan sebesar Rp16,77 triliun menjadi Rp543,45 triliun, dengan jumlah yang nasabah juga menurun menjadi 2,88 juta nasabah pada Agustus 2022 dari Juli 2022 yang sebanyak 2,94 juta nasabah.
Dengan perkembangan tersebut, nilai kredit restrukturisasi COVID-19 dan jumlah nasabahnya masing-masing telah turun sebesar 34,56 persen dan 57,9 persen dari titik tertingginya.
Di sisi lain, Dian menyebutkan normalisasi kredit nantinya tentunya tak akan membahayakan pertumbuhan perekonomian dalam negeri sehingga akan tetap menjaga stabilitas sistem keuangan dengan tetap memberikan kontribusi signifikan terhadap mempertahankan pertumbuhan perekonomian.
Maka dari itu, OJK terus mencermati kondisi perbankan dimana saat ini gangguan terhadap sistem perbankan masih bisa diatasi, yang terlihat dari Cadangan Kerugian Penurunan Nilai (CKPN).
"Misalnya untuk probabilitas default itu sampai 11,53 persen sudah ditutupi CKPN sekitar 39 persen atau hampir lebih dari tiga kali lipat. Sementara kalau restrukturisasi kredit berakhir, sekitar di angka 6,62 persen dari total kredit restrukturisasi ditutupi CKPN hampir 18,17 persen, jadi hampir tiga kali lipat juga," tuturnya.
Kemudian terhadap Rasio Pemenuhan Kecukupan Modal (Capital Adequacy Ratio/CAR), ia mengungkapkan dampak normalisasi kredit pun tidak terlalu signifikan karena CKPN sudah terbentuk sehingga saat ini CAR masih berada di level sekitar 24 persen.
Sementara di sisi rasio kredit macet (Non Performing Loan/NPL) memang akan terdapat kenaikan saat normalisasi kebijakan kredit, namun saat ini NPL masih tercatat di bawah 5 persen.
Baca juga: Bank Mandiri proyeksi kredit di tahun 2023 akan tumbuh lebih rendah
Baca juga: Soal perpanjangan restrukturisasi, BCA: Pemulihan tiap sektor berbeda
Baca juga: OJK: Restrukturisasi kredit terdampak COVID-19 terus bergerak melandai
Pewarta: Agatha Olivia Victoria
Editor: Faisal Yunianto
Copyright © ANTARA 2022
Tags: