Telaah
Menjaga keperkasaan pertanian, melanjutkan swasembada beras
Oleh Entang Sastraatmadja*)
1 Oktober 2022 09:07 WIB
Petani memanen padi di desa Brondong, Kecamatan Pasekan, Indramayu, Jawa Barat, Jumat (8-5-2022). Kementerian Pertanian menyatakan penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) untuk sektor pertanian sudah mencapai Rp65 triliun hingga Agustus 2022 . ANTARA FOTO/Dedhez Anggara/nym.
Jakarta (ANTARA) - Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo dalam berbagai kesempatan kerap kali menyatakan betapa perkasanya sektor pertanian Indonesia.
Pernyataan Menteri Pertanian itu tentu bukan tanpa alasan. Berkaca selama masa pandemi COVID-19, itu cukup argumentatif bila dikatakan pertanian itu perkasa.
Ketika dampak COVID-19 menyergap hampir seluruh sektor pembangunan yang sifatnya strategis sehingga tumbuh negatif, sektor pertanian dan industri digital tetap mampu bertahan bahkan masih tumbuh positif.
Fakta ini menunjukkan sektor pertanian ternyata masih bisa ajek tumbuh meski menghadapi bencana dan tragedi kemanusiaan yang menyebabkan banyak nyawa manusia melayang itu.
Selama masa pagebluk itu, sektor pertanian betul-betul menjadi salah satu sektor penyelamat perekonomian bangsa. Jadi, wajar jika banyak pihak yang berpandangan sektor pertanian adalah tulang punggung perekonomian bangsa.
Yang perlu menjadi permenungan bersama, tentu bukan sekadar berbangga diri atas keperkasaan sektor pertanian. Namun yang lebih utama untuk dilakukan adalah bagaimana kemampuan bangsa ini untuk menjaga dan memelihara keperkasaan itu sendiri. Langkah pelestarian keperkasaan inilah yang lebih penting diprioritaskan.
Membahas keperkasaan pertanian, jelas tidak mungkin lepas kaitannya dengan petani selaku produsen komoditas pertanian. Kiprah petani jadi kata kunci keperkasaan tersebut.
Tanpa petani, tidak mungkin pertanian bakalan maju, apalagi perkasa. Para petani inilah yang berjuang keras menghasilkan produksi pertanian menuju swasembada.
Keperkasaan pertanian bukan hanya diukur oleh kemampuannya bertumbuh positif di saat adanya serangan COVID-19, tapi juga dibuktikan oleh kemampuan bangsa Indonesia berswasembada beras sepanjang 2019-2021.
Prestasi ini benar-benar membanggakan dan patut diukir dalam sejarah pembangunan pertanian di negeri ini.
Menurut data, produksi padi tahun 2021 tercatat 54,42 juta ton gabah kering giling atau GKG, yang jika dikonversikan setara dengan 31,36 juta ton beras. Adapun kebutuhan beras di dalam negeri pada tahun itu diperkirakan sekitar 30,03 juta ton sehingga masih surplus 1,33 juta ton.
Kemampuan swasembada, syukur-syukur ada kelebihan untuk diekspor, tersebut harus dipertahankan. Dengan bertambahnya jumlah penduduk Indonesia, maka untuk mempertahankan swasembada beras harus dibarengi dengan peningkatan produktivitas, yang bisa diperoleh dari intensifikasi maupun perluasan areal persawahan.
Memang tidak mudah menjadi bangsa yang mampu berswasembada beras. Apalagi capaian tersebut ditorehkan ketika dunia sedang dilanda pandemi COVID-19. Inilah kehebatan bangsa Indonesia.
Di saat bangsa-bangsa lain risau dengan peringatan oleh Badan Pangan Dunia atau FAO akan adanya krisis pangan global, Indonesia malah mampu meraih swasembada beras. Produksi petani dalam negeri ternyata cukup berlimpah sehingga mampu membebaskan bangsa ini dari impor beras.
Bagi bangsa ini, swasembada beras 2019-2021 bukanlah hal yang kali pertama yang ditorehkan. Pada tahun 1984, warga dunia sempat tercengang atas keberhasilan bangsa Indonesia berswasembada beras.
Sebab, yang mereka ketahui, Indonesia dikenal sebagai salah satu negara importir beras yang cukup besar di dunia dan itu sudah berlangsung lama.
Kisah sukses swasembada beras tahun 1984 tersebut kemudian mengubah persepsi warga dunia terhadap Indonesia. Bangsa ini dinilai berhasil mengelola pertanian sehingga mampu mencukupi kebutuhan makanan pokok kepada lebih dari 150 juta penduduknya, kala itu.
Bahkan saat itu pun bangsa Indonesia mampu membantu negara Etiopia yang sedang menghadapi bencana kelaparan akibat adanya musim kering yang berkepanjangan ditambah adanya perang saudara yang cukup lama.
Keberpihakan Pemerintah
Lantas bagaimana upaya dan langkah bangsa Indonesia menjaga keperkasaan pertanian ini? Mampukah bangsa ini melestarikan swasembada beras yang telah dicapai? Adakah terobosan cerdas yang dapat ditempuh Pemerintah agar tetap bisa mempertahankan swasembada beras secara berkelanjutan?
Sesungguhnya banyak langkah yang dapat dilakukan untuk menjawab persoalan di atas. Salah satunya adalah perlu dijaga agar keberpihakan Pemerintah terhadap sektor pertanian. Jangan pernah keberpihakan tersebut menjadi kendor.
Sejumlah negara, termasuk negara maju, juga melakukan hal sama, antara lain, dengan memberi subsidi benih, pupuk, dan insentif dalam bentuk lain, agar petani tetap tertarik menggeluti sektor pertanian.
Pemerintah perlu tetap memberi dukungan nyata lewat beragam regulasi demi keberlangsungan sektor pertanian, salah satu bidang yang menyerap puluhan juta tenaga kerja.
Ada dua soal besar yang butuh penanganan cukup penting terkait dengan pelestarian swasembada beras dan menjaga keperkasaan pertanian ini.
Pertama, yang berkaitan dengan alih fungsi lahan pertanian ke non-pertanian. Proses alih fungsi lahan ini benar-benar harus dikendalikan secara penuh dan bertanggung jawab.
Ruang pertanian tetap harus dilestarikan. Ketegasan Pemerintah sangat dibutuhkan, guna menyelamatkan lahan pertanian yang tersisa.
Kedua, tentu saja terkait dengan alih generasi petani, khususnya petani padi. Semakin meningkatnya anak muda pedesaan "hijrah" ke kota, karena enggan menjadi petani, tentu saja menjadi soal tersendiri bagi masa depan pertanian di negeri ini.
Betapa ironis bila negeri agraris tanpa petani. Atas hal ini, Pemerintah perlu mencari langkah cerdas, agar anak muda perdesaan kembali mau menjadi petani.
Tanpa adanya kesungguhan Pemerintah mengendalikan alih fungsi lahan dan memuluskan proses regenerasi petani, boleh jadi yang namanya keperkasaan pertanian hanya tinggal cerita bagi anak cucu di kemudian hari.
Oleh karena itu, memudarnya keperkasaan pertanian, jelas harus dihindari bersama. Pertanian perlu dijaga agar tetap perkasa. Pertanian tetap harus jadi kekuatan ekonomi bangsa dan negara.
Sebagai sumber kehidupan dan penghidupan masyarakat, pertanian tetap harus dijadikan sektor yang strategis sebagai bagian tak terpisahkan dalam pembangunan. Keberpihakan tersebut juga menjadi bagian dari tanggung jawab negara kepada masyarakat.
Harapannya, beragam strategi yang dilakukan baik pemerintah maupun pemangku kepentingan lainnya dapat membuahkan hasil yang optimal sehingga akan mendongkrak kinerja dan kemanfaatan sektor pertanian yang tercermin dari kesejahteraan petani, pemenuhan kebutuhan pangan masyarakat, serta peningkatan ekspor.
Siapa pun yang diberi mandat oleh rakyat untuk mengelola negara dan bangsa tercinta ini, jangan sekali pun meminggirkan sektor pertanian beserta kaum tani.
Dengan memuliakan harkat petani sekaligus menjaga kelestarian lingkungan, sektor pertanian akan tetap perkasa dan mampu menyejahterakan masyarakat.
*) Entang Sastraatmadja, Ketua Harian DPD HKTI Jawa Barat
Pernyataan Menteri Pertanian itu tentu bukan tanpa alasan. Berkaca selama masa pandemi COVID-19, itu cukup argumentatif bila dikatakan pertanian itu perkasa.
Ketika dampak COVID-19 menyergap hampir seluruh sektor pembangunan yang sifatnya strategis sehingga tumbuh negatif, sektor pertanian dan industri digital tetap mampu bertahan bahkan masih tumbuh positif.
Fakta ini menunjukkan sektor pertanian ternyata masih bisa ajek tumbuh meski menghadapi bencana dan tragedi kemanusiaan yang menyebabkan banyak nyawa manusia melayang itu.
Selama masa pagebluk itu, sektor pertanian betul-betul menjadi salah satu sektor penyelamat perekonomian bangsa. Jadi, wajar jika banyak pihak yang berpandangan sektor pertanian adalah tulang punggung perekonomian bangsa.
Yang perlu menjadi permenungan bersama, tentu bukan sekadar berbangga diri atas keperkasaan sektor pertanian. Namun yang lebih utama untuk dilakukan adalah bagaimana kemampuan bangsa ini untuk menjaga dan memelihara keperkasaan itu sendiri. Langkah pelestarian keperkasaan inilah yang lebih penting diprioritaskan.
Membahas keperkasaan pertanian, jelas tidak mungkin lepas kaitannya dengan petani selaku produsen komoditas pertanian. Kiprah petani jadi kata kunci keperkasaan tersebut.
Tanpa petani, tidak mungkin pertanian bakalan maju, apalagi perkasa. Para petani inilah yang berjuang keras menghasilkan produksi pertanian menuju swasembada.
Keperkasaan pertanian bukan hanya diukur oleh kemampuannya bertumbuh positif di saat adanya serangan COVID-19, tapi juga dibuktikan oleh kemampuan bangsa Indonesia berswasembada beras sepanjang 2019-2021.
Prestasi ini benar-benar membanggakan dan patut diukir dalam sejarah pembangunan pertanian di negeri ini.
Menurut data, produksi padi tahun 2021 tercatat 54,42 juta ton gabah kering giling atau GKG, yang jika dikonversikan setara dengan 31,36 juta ton beras. Adapun kebutuhan beras di dalam negeri pada tahun itu diperkirakan sekitar 30,03 juta ton sehingga masih surplus 1,33 juta ton.
Kemampuan swasembada, syukur-syukur ada kelebihan untuk diekspor, tersebut harus dipertahankan. Dengan bertambahnya jumlah penduduk Indonesia, maka untuk mempertahankan swasembada beras harus dibarengi dengan peningkatan produktivitas, yang bisa diperoleh dari intensifikasi maupun perluasan areal persawahan.
Memang tidak mudah menjadi bangsa yang mampu berswasembada beras. Apalagi capaian tersebut ditorehkan ketika dunia sedang dilanda pandemi COVID-19. Inilah kehebatan bangsa Indonesia.
Di saat bangsa-bangsa lain risau dengan peringatan oleh Badan Pangan Dunia atau FAO akan adanya krisis pangan global, Indonesia malah mampu meraih swasembada beras. Produksi petani dalam negeri ternyata cukup berlimpah sehingga mampu membebaskan bangsa ini dari impor beras.
Bagi bangsa ini, swasembada beras 2019-2021 bukanlah hal yang kali pertama yang ditorehkan. Pada tahun 1984, warga dunia sempat tercengang atas keberhasilan bangsa Indonesia berswasembada beras.
Sebab, yang mereka ketahui, Indonesia dikenal sebagai salah satu negara importir beras yang cukup besar di dunia dan itu sudah berlangsung lama.
Kisah sukses swasembada beras tahun 1984 tersebut kemudian mengubah persepsi warga dunia terhadap Indonesia. Bangsa ini dinilai berhasil mengelola pertanian sehingga mampu mencukupi kebutuhan makanan pokok kepada lebih dari 150 juta penduduknya, kala itu.
Bahkan saat itu pun bangsa Indonesia mampu membantu negara Etiopia yang sedang menghadapi bencana kelaparan akibat adanya musim kering yang berkepanjangan ditambah adanya perang saudara yang cukup lama.
Keberpihakan Pemerintah
Lantas bagaimana upaya dan langkah bangsa Indonesia menjaga keperkasaan pertanian ini? Mampukah bangsa ini melestarikan swasembada beras yang telah dicapai? Adakah terobosan cerdas yang dapat ditempuh Pemerintah agar tetap bisa mempertahankan swasembada beras secara berkelanjutan?
Sesungguhnya banyak langkah yang dapat dilakukan untuk menjawab persoalan di atas. Salah satunya adalah perlu dijaga agar keberpihakan Pemerintah terhadap sektor pertanian. Jangan pernah keberpihakan tersebut menjadi kendor.
Sejumlah negara, termasuk negara maju, juga melakukan hal sama, antara lain, dengan memberi subsidi benih, pupuk, dan insentif dalam bentuk lain, agar petani tetap tertarik menggeluti sektor pertanian.
Pemerintah perlu tetap memberi dukungan nyata lewat beragam regulasi demi keberlangsungan sektor pertanian, salah satu bidang yang menyerap puluhan juta tenaga kerja.
Ada dua soal besar yang butuh penanganan cukup penting terkait dengan pelestarian swasembada beras dan menjaga keperkasaan pertanian ini.
Pertama, yang berkaitan dengan alih fungsi lahan pertanian ke non-pertanian. Proses alih fungsi lahan ini benar-benar harus dikendalikan secara penuh dan bertanggung jawab.
Ruang pertanian tetap harus dilestarikan. Ketegasan Pemerintah sangat dibutuhkan, guna menyelamatkan lahan pertanian yang tersisa.
Kedua, tentu saja terkait dengan alih generasi petani, khususnya petani padi. Semakin meningkatnya anak muda pedesaan "hijrah" ke kota, karena enggan menjadi petani, tentu saja menjadi soal tersendiri bagi masa depan pertanian di negeri ini.
Betapa ironis bila negeri agraris tanpa petani. Atas hal ini, Pemerintah perlu mencari langkah cerdas, agar anak muda perdesaan kembali mau menjadi petani.
Tanpa adanya kesungguhan Pemerintah mengendalikan alih fungsi lahan dan memuluskan proses regenerasi petani, boleh jadi yang namanya keperkasaan pertanian hanya tinggal cerita bagi anak cucu di kemudian hari.
Oleh karena itu, memudarnya keperkasaan pertanian, jelas harus dihindari bersama. Pertanian perlu dijaga agar tetap perkasa. Pertanian tetap harus jadi kekuatan ekonomi bangsa dan negara.
Sebagai sumber kehidupan dan penghidupan masyarakat, pertanian tetap harus dijadikan sektor yang strategis sebagai bagian tak terpisahkan dalam pembangunan. Keberpihakan tersebut juga menjadi bagian dari tanggung jawab negara kepada masyarakat.
Harapannya, beragam strategi yang dilakukan baik pemerintah maupun pemangku kepentingan lainnya dapat membuahkan hasil yang optimal sehingga akan mendongkrak kinerja dan kemanfaatan sektor pertanian yang tercermin dari kesejahteraan petani, pemenuhan kebutuhan pangan masyarakat, serta peningkatan ekspor.
Siapa pun yang diberi mandat oleh rakyat untuk mengelola negara dan bangsa tercinta ini, jangan sekali pun meminggirkan sektor pertanian beserta kaum tani.
Dengan memuliakan harkat petani sekaligus menjaga kelestarian lingkungan, sektor pertanian akan tetap perkasa dan mampu menyejahterakan masyarakat.
*) Entang Sastraatmadja, Ketua Harian DPD HKTI Jawa Barat
Copyright © ANTARA 2022
Tags: