Jakarta (ANTARA) - Pemerintah tak akan menerbitkan surat utang (obligasi) dalam denominasi euro atau Euro Bond pada tahun ini, karena mata uang negara-negara Eropa tersebut kondisinya sedang tidak baik di tengah gejolak ekonomi saat ini.

"Saat ini euro sangat jelek, makanya tahun ini tidak kami terbitkan karena sedang tidak bagus," ungkap Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan Luky Alfirman dalam media briefing di Jakarta, Jumat.

Ia menyebutkan nilai tukar euro terhadap dolar AS sedang turun saat ini, padahal mata uang Uni Eropa itu biasanya justru berada di atas mata uang Negeri Paman Sam.

Dengan demikian keputusan tersebut merupakan gambaran bahwa penerbitan surat utang pemerintah Indonesia dalam denominasi valuta asing (valas) bersifat fleksibel.

Selain itu, kata Luky, penerbitan surat utang valas Indonesia juga bersifat oportunistik, sehingga jika memang nantinya pasar sedang baik dan mata uang euro dalam kondisi bagus barulah kemungkinan terdapat penerbitan obligasi dalam denominasi euro.

Penerbitan surat utang dalam bentuk euro merupakan salah satu diversifikasi pemerintah dalam menerbitkan obligasi valas jika dirasa penerbitan obligasi dalam mata uang dolar AS sedang berisiko.

"Kami juga melakukan diversifikasi dengan menerbitkan obligasi dalam bentuk yen Jepang atau yang biasa disebut Samurai Bond," tuturnya.

Salah satu risiko yang dipertimbangkan dalam penerbitan surat utang valas adalah risiko nilai tukar rupiah. Kendati begitu, dirinya menilai risiko terhadap nilai tukar rupiah kini tak perlu terlalu dikhawatirkan karena porsi surat utang valas terhadap total surat utang pemerintah sudah tak sebesar dahulu.

Adapun porsi obligasi valas pemerintah sempat menyentuh kisaran 40 persen, namun kini hanya 28,9 persen untuk menurunkan risiko terhadap kurs rupiah.


Baca juga: Rupiah akhir pekan menguat, pasar mulai tenang usai BoE beli obligasi
Baca juga: Bank sentral Inggris umumkan pembelian obligasi untuk tenangkan pasar
Baca juga: Harga obligasi Inggris meroket setelah bank sentral intervensi pasar