“Penilaian pola pangan harapan (PPH) dilakukan dengan banyak indikator. Salah satunya adalah pada konsumsi sayur dan buah. Keberadaan kampung sayur membantu meningkatkan konsumsi sayur dan buah di masyarakat,” kata Kepala Bidang Ketahanan Pangan Dinas Pertanian dan Pangan Kota Yogyakarta Imam Nurwahid di Yogyakarta, Jumat.
Menurut Imam, program kampung sayur dilakukan sebagai intervensi atas rendahnya konsumsi buah dan sayur di masyarakat yang pada 2018 hanya memiliki skor 18 dari skor standar 30.
Rendahnya skor konsumsi sayur dan buah pada 2018 juga menyebabkan rendahnya skor pola pangan harapan pada tahun tersebut yaitu 78,8.
“Upaya yang bisa dilakukan oleh dinas adalah dengan melakukan intervensi dari pertanian, yaitu dengan program kampung sayur. Masyarakat digenjot untuk mulai menanam sayur dan buah dengan memanfaatkan pekarangan rumah,” katanya.
Baca juga: Kembangkan kampung sayur, warga Tahunan Yogyakarta membuat sirup jahe
Baca juga: Lahan terbatas, Pemkot Yogyakarta dorong kampung buat taman sayur
Dengan demikian, menurut dia, masyarakat akan lebih mudah memenuhi kebutuhan sayur dan buah karena sudah ada di dekat mereka, tinggal memetik jenis sayur dan buah yang diinginkan.
“Keberadaan kampung sayur semakin menyebar di banyak lokasi dan kami juga menggencarkan kampanye untuk mengonsumsi buah dan sayur,” katanya.
Berdasarkan hasil penghitungan pada 2021, skor konsumsi buah dan sayur di Kota Yogyakarta meningkat dan mencapai angka ideal yaitu 30 sehingga ikut mendongkrak skor PPH menjadi 95,1.
“Peningkatannya cukup besar dan capaian PPH pada 2021 tersebut pun bisa dikatakan sangat baik,” katanya. Skor PPH yang diraih Kota Yogyakarta pada 2021 tersebut juga melebihi skor nasional yaitu 87,2.
Meskipun konsumsi buah dan sayur di Kota Yogyakarta sudah ideal, namun Imam menyebut, program kampung sayur tetap dilanjutkan untuk mendukung ketahanan pangan serta masih ada beberapa optimalisasi yang bisa dilakukan.
“Dalam penilaian PPH, juga ada aspek konsumsi umbi-umbian. Kami mencoba bagaimana mengoptimalkan kampung sayur untuk bisa membudidayakan beberapa jenis umbi karena tidak semua umbi bisa cocok ditanam di lahan pekarangan,” katanya.
Konsumsi umbi, lanjut dia, juga akan mendukung optimalisasi konsumsi bahan pangan lokal selain beras.
Survei PPH dilakukan rutin per tahun dan hasil survei pada 2022 baru akan diketahui pada akhir tahun atau awal 2023. “Jika nilai PPH pada 2022 turun, maka saya kira itu hal yang wajar. Tetapi yang perlu diketahui adalah faktor penyebabnya,” katanya.
Baca juga: Sukses kembangkan kampung sayur, yogya dorong digitalisasi pertanian
Dengan demikian, menurut dia, masyarakat akan lebih mudah memenuhi kebutuhan sayur dan buah karena sudah ada di dekat mereka, tinggal memetik jenis sayur dan buah yang diinginkan.
“Keberadaan kampung sayur semakin menyebar di banyak lokasi dan kami juga menggencarkan kampanye untuk mengonsumsi buah dan sayur,” katanya.
Berdasarkan hasil penghitungan pada 2021, skor konsumsi buah dan sayur di Kota Yogyakarta meningkat dan mencapai angka ideal yaitu 30 sehingga ikut mendongkrak skor PPH menjadi 95,1.
“Peningkatannya cukup besar dan capaian PPH pada 2021 tersebut pun bisa dikatakan sangat baik,” katanya. Skor PPH yang diraih Kota Yogyakarta pada 2021 tersebut juga melebihi skor nasional yaitu 87,2.
Meskipun konsumsi buah dan sayur di Kota Yogyakarta sudah ideal, namun Imam menyebut, program kampung sayur tetap dilanjutkan untuk mendukung ketahanan pangan serta masih ada beberapa optimalisasi yang bisa dilakukan.
“Dalam penilaian PPH, juga ada aspek konsumsi umbi-umbian. Kami mencoba bagaimana mengoptimalkan kampung sayur untuk bisa membudidayakan beberapa jenis umbi karena tidak semua umbi bisa cocok ditanam di lahan pekarangan,” katanya.
Konsumsi umbi, lanjut dia, juga akan mendukung optimalisasi konsumsi bahan pangan lokal selain beras.
Survei PPH dilakukan rutin per tahun dan hasil survei pada 2022 baru akan diketahui pada akhir tahun atau awal 2023. “Jika nilai PPH pada 2022 turun, maka saya kira itu hal yang wajar. Tetapi yang perlu diketahui adalah faktor penyebabnya,” katanya.
Baca juga: Sukses kembangkan kampung sayur, yogya dorong digitalisasi pertanian
Baca juga: Kampung sayur organik Mojosongo Solo targetkan mandiri pangan
Untuk menjaga agar skor PPH Kota Yogyakarta bertahan baik, lanjut dia, dibutuhkan kolaborasi dan kerja sama dengan berbagai pihak, baik organisasi perangkat daerah di lingkungan Pemerintah Kota Yogyakarta, hingga lembaga kemasyarakatan dan lembaga nirlaba.
“Semua harus bisa mengambil peran dan melakukan intervensi sesuai ruang gerak masing-masing sehingga hasilnya bisa optimal,” katanya.
Inovasi kampung sayur juga mengantarkan Kota Yogyakarta meraih penghargaan sebagai kota terbaik dalam Perencanaan Pembangunan Daerah 2022.
Penjabat Wali Kota Yogyakarta Sumadi mengatakan, meskipun luas lahan pertanian di Yogyakarta terbatas, namun dengan kreativitas yang tinggi dapat melahirkan inovasi kampung sayur.
“Awalnya, hanya ada 69 lorong sayur atau kampung sayur dan sekarang sudah bertambah menjadi 115 kampung sayur. Inovasi ini bukan untuk ketahanan pangan saja tetapi meningkatkan gotong royong masyarakat menuju penguatan kualitas gizi, salah satunya penanganan stunting,” katanya.
Program pertanian perkotaan yang diterapkan di Kota Yogyakarta mengusung moto “Mangan apa sing ditandur, nandur apa sing dipangan” atau makan apa yang ditanam, menanam apa yang dimakan.
Baca juga: Yogyakarta dorong kampung sayur ikut andil kendalikan inflasi
Baca juga: Presiden Jokowi ajak manfaatkan lahan pekarangan untuk tanam cabaiUntuk menjaga agar skor PPH Kota Yogyakarta bertahan baik, lanjut dia, dibutuhkan kolaborasi dan kerja sama dengan berbagai pihak, baik organisasi perangkat daerah di lingkungan Pemerintah Kota Yogyakarta, hingga lembaga kemasyarakatan dan lembaga nirlaba.
“Semua harus bisa mengambil peran dan melakukan intervensi sesuai ruang gerak masing-masing sehingga hasilnya bisa optimal,” katanya.
Inovasi kampung sayur juga mengantarkan Kota Yogyakarta meraih penghargaan sebagai kota terbaik dalam Perencanaan Pembangunan Daerah 2022.
Penjabat Wali Kota Yogyakarta Sumadi mengatakan, meskipun luas lahan pertanian di Yogyakarta terbatas, namun dengan kreativitas yang tinggi dapat melahirkan inovasi kampung sayur.
“Awalnya, hanya ada 69 lorong sayur atau kampung sayur dan sekarang sudah bertambah menjadi 115 kampung sayur. Inovasi ini bukan untuk ketahanan pangan saja tetapi meningkatkan gotong royong masyarakat menuju penguatan kualitas gizi, salah satunya penanganan stunting,” katanya.
Program pertanian perkotaan yang diterapkan di Kota Yogyakarta mengusung moto “Mangan apa sing ditandur, nandur apa sing dipangan” atau makan apa yang ditanam, menanam apa yang dimakan.
Baca juga: Yogyakarta dorong kampung sayur ikut andil kendalikan inflasi
Baca juga: Optimalkan pemanfaatan lahan pekarangan demi ketahanan pangan