Akademisi UI: Publikasi kampung adat jadi inspirasi dekat dengan alam
30 September 2022 15:53 WIB
Dosen Sejarah dan Kebudayaan Jawa, Universitas Indonesia (UI) Prapto Yuwono, S.S., M.Hum (kiri) saat menerima penghargaan yang diberikan langsung oleh Rektor Universitas Indonesia, pada 2018, Prof Dr Ir Muhammad Anis, M.Met. FOTO ANTARA/HO-fib.ui.ac.id/2018
Jakarta (ANTARA) - Dosen Sejarah dan Kebudayaan Jawa, Universitas Indonesia (UI) Prapto Yuwono, S.S., M.Hum, menyebut dengan publikasi kampung adat yang kental dengan kearifan lokal seperti Desa Miduana di Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, dapat menjadi inspirasi bagi masyarakat modern untuk lebih dekat dengan alam.
“Kehidupan modern saya kira jauh dari situasi silaturahmi komunikasi yang intens dengan alam dengan sesama makhluk bahkan yang tak kasat mata,” kata dosen Program Studi Jawa Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya itu saat dihubungi ANTARA dari Jakarta, Jumat.
Menurutnya kearifan lokal yang kental adalah adanya komunikasi yang baik dengan alam dan sesama makhluk hidup. Bahkan mereka tetap mempertahankan tradisi turun-temurun dari nenek moyang dan tidak pernah mempertanyakan aturan tersebut.
“Orientasi mereka ini saya kira sungguh menyeluruh misalnya sistem nilai orientasi, nilai berpikir yang mana konsep-konsep pada nenek moyang, sistem perilaku mereka, ditambah juga sistem berkarya mereka semua serba menyatu, itu bisa dihubungkan dengan ketaatan pada Tuhan dan ketaatan pada alam,” katanya.
Ketaatan terhadap nilai leluhur ini yang menurutnya perlu ada di tengah masyarakat era modern sekarang, untuk tidak banyak terpengaruh dunia luar dan menjadi mandiri.
“Jadi inilah yang barangkali harus banyak di Indonesia, masih punya kemampuan untuk eksklusif, mandiri, dan tidak terpengaruh dengan budaya luar bahkan budaya modern,” ucap Prapto.
Prapto juga menjelaskan di Indonesia, khususnya Jawa, masih banyak kampung adat yang kental dengan kearifan local dan eksklusif seperti kampung adat Miduana. Seperti Badui, Kampung Naga, lalu di Kabupaten Garut ada Kampung Cisungsang dan Ciptagelar di Sukabumi.
Sayangnya informasi tentang kampung ini kurang terpublikasi. I aberharap kampung-kampung adat ini dipublikasikan agar masyarakat modern mengetahui masih banyak daerah yang mempertahankan kebudayaannya dan bisa menjadi inspirasi di bidang lain yang bisa diikuti di era modern ini.
“Karena di Indonesia banyak sekali adat istiadat yang berbeda-beda. Miduana ini umur panjang, mungkin di tempat lain kecanggihan herbalnya, ada yang soal persawahan seperti di Subak, Bali. Kan luar biasa juga organisasi air dan persawahan mereka,” katanya.
Kampung adat itupun, menurut dia, juga bisa mengandalkan anak-anak muda di daerahnya untuk mempublikasikan kebudayaannya sendiri agar keterampilan yang mereka punya dapat diketahui orang luar.
“Mereka kita didik keterampilan saja nanti caranya bagaimana sesuai dengan kacamata mereka sendiri itu akan lebih bagus begitu. Nanti akan banyak inovasi berkaitan dengan mempublis kampung-kampung semacam ini,” demikian Prapto Yuwono.
Baca juga: Hidup berdampingan dengan alam, rahasia umur panjang di Miduana
Baca juga: Menengok Kampung Asei, rumahnya perajin kriya kulit kayu di Papua
Baca juga: Tradisi Kuramasan digelar di kampung adat Miduana sambut Ramadhan
Baca juga: Ridwan Kamil kagum inovasi teknologi warga Kampung Adat Ciptagelar
“Kehidupan modern saya kira jauh dari situasi silaturahmi komunikasi yang intens dengan alam dengan sesama makhluk bahkan yang tak kasat mata,” kata dosen Program Studi Jawa Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya itu saat dihubungi ANTARA dari Jakarta, Jumat.
Menurutnya kearifan lokal yang kental adalah adanya komunikasi yang baik dengan alam dan sesama makhluk hidup. Bahkan mereka tetap mempertahankan tradisi turun-temurun dari nenek moyang dan tidak pernah mempertanyakan aturan tersebut.
“Orientasi mereka ini saya kira sungguh menyeluruh misalnya sistem nilai orientasi, nilai berpikir yang mana konsep-konsep pada nenek moyang, sistem perilaku mereka, ditambah juga sistem berkarya mereka semua serba menyatu, itu bisa dihubungkan dengan ketaatan pada Tuhan dan ketaatan pada alam,” katanya.
Ketaatan terhadap nilai leluhur ini yang menurutnya perlu ada di tengah masyarakat era modern sekarang, untuk tidak banyak terpengaruh dunia luar dan menjadi mandiri.
“Jadi inilah yang barangkali harus banyak di Indonesia, masih punya kemampuan untuk eksklusif, mandiri, dan tidak terpengaruh dengan budaya luar bahkan budaya modern,” ucap Prapto.
Prapto juga menjelaskan di Indonesia, khususnya Jawa, masih banyak kampung adat yang kental dengan kearifan local dan eksklusif seperti kampung adat Miduana. Seperti Badui, Kampung Naga, lalu di Kabupaten Garut ada Kampung Cisungsang dan Ciptagelar di Sukabumi.
Sayangnya informasi tentang kampung ini kurang terpublikasi. I aberharap kampung-kampung adat ini dipublikasikan agar masyarakat modern mengetahui masih banyak daerah yang mempertahankan kebudayaannya dan bisa menjadi inspirasi di bidang lain yang bisa diikuti di era modern ini.
“Karena di Indonesia banyak sekali adat istiadat yang berbeda-beda. Miduana ini umur panjang, mungkin di tempat lain kecanggihan herbalnya, ada yang soal persawahan seperti di Subak, Bali. Kan luar biasa juga organisasi air dan persawahan mereka,” katanya.
Kampung adat itupun, menurut dia, juga bisa mengandalkan anak-anak muda di daerahnya untuk mempublikasikan kebudayaannya sendiri agar keterampilan yang mereka punya dapat diketahui orang luar.
“Mereka kita didik keterampilan saja nanti caranya bagaimana sesuai dengan kacamata mereka sendiri itu akan lebih bagus begitu. Nanti akan banyak inovasi berkaitan dengan mempublis kampung-kampung semacam ini,” demikian Prapto Yuwono.
Baca juga: Hidup berdampingan dengan alam, rahasia umur panjang di Miduana
Baca juga: Menengok Kampung Asei, rumahnya perajin kriya kulit kayu di Papua
Baca juga: Tradisi Kuramasan digelar di kampung adat Miduana sambut Ramadhan
Baca juga: Ridwan Kamil kagum inovasi teknologi warga Kampung Adat Ciptagelar
Pewarta: Fitra Ashari
Editor: Andi Jauhary
Copyright © ANTARA 2022
Tags: