BRIN: Gas alam sebagai alternatif bensin efektif kurangi emisi
29 September 2022 20:10 WIB
Petugas mengisi mobil taksi dengan bahan bakar gas (BBG) GASKU di Stasiun Pengisian Bahan Bakar Gas (SPBG) PGN Jl. Ratna, Surabaya, Jawa Timur, Kamis (5/4/2020). SPBG tersebut menjual GASKU untuk kebutuhan bahan bakar gas kendaraan bermotor serta GASLINK untuk keperluan industri seperti restoran, hotel dan pabrik. ANTARA FOTO/Didik Suhartono/ama.
Jakarta (ANTARA) - Peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional Hari Sumartono menyebut penggunaan gas alam sebagai alternatif bahan bakar bensin bisa efektif mengurangi emisi penyebab polusi udara sebesar 20 sampai 25 persen.
“Karena komposisi kimia CNG atau gas alam mayoritas 90 persen metana sehingga menghasilkan emisi CO2 yang lebih kecil dibanding bensin, bisa 20-25 persen lebih rendah,” ucapnya saat dihubungi ANTARA di Jakarta, Kamis.
Dijelaskannya gas yang biasa dipakai di Indonesia ada tiga macam yaitu Liquefied Petroleum Gas (LPG), Liquefied Natural Gas (LNG) dan Compressed Natural Gas (CNG).
Dari sisi ekonomi menurutnya penggunaan gas alam seperti LNG atau CNG menguntungkan karena di Indonesia sudah ada. Sementara LPG masih mengandalkan impor dan subsidi.
Baca juga: Kementerian ESDM dorong kendaraan besar pakai bahan bakar gas
Baca juga: Komut PGN: Perlu teknologi penyimpanan cegah krisis energi
“Bisa lebih efektif LNG dari sisi ekonomi, kita tidak perlu repot impor, di Indonesia kan ada. Cuma problemnya memang jika kita bicara CNG atau LNG memang prasarananya yang masih susah,” ucap Hari.
Hari menyebutkan beberapa keunggulan bahan bakar gas alam secara teknis adalah nilai oktannya yang lebih tinggi dari bensin yaitu bisa mencapai 320 lebih. Artinya pembakaran di dalam mesin akan lebih baik terutama jika perjalanan menanjak.
“LPG sendiri bisa di atas 100 oktan, sementara bensin yang terbaik sekali pun seperti pertamax hanya 92 oktan atau turbo 95 sampai 98 oktan,” ucapnya.
Namun, pemakaian bahan bakar gas dinilainya masih kurang populer karena berbagai alasan seperti kurangnya sarana stasiun pengisian bahan bakar gas dan memerlukan tabung yang umumnya lebih tebal dan berat.
“Kalau kita pakai yang CNG perlu tabung yang khusus karena tekanannyaya sangat tinggi, 200 kali tekanan atmosfir sehingga tabungnya khusus, tebal dan berat. Prasarana pengisian ulangnya juga kurang tidak seperti LPG yang 3 kilogram itu beli di warung ada,” kata Hari.
Selain itu bagi yang menggunakan LPG sebagai bahan bakarnya, tidak diperbolehkan parkir di basement gedung karena jika bocor, sifat gas LPG yang lebih berat dari udara tidak bisa keluar dan akan mudah tersulut api.
“Kalau dia parkir di basement yang tidak punya sistem tata udara yang menghisap udara dari bawah nah itu akan diam di situ jadi bahaya, makanya ada aturan secara internasional kalau pengguna LPG tidak boleh parkir di basement,” ucapnya.
Jika ada regulasi penggunaan bahan bakar gas yang sesuai, menurutnya hal tersebut bisa diminimalisir dengan jaminan sambungan antar gas ke mesin harus benar.
“Kalau regulasinya sudah dipenuhi, seharusnya tidak ada masalah. Tapi dengan regulasi penggunaan gas melon belum memenuhi standar karena koneksinya tidak sesuai untuk kendaraan, mungkin itu jadi titik rawan bocor,” jelas Hari.
Ia pun berharap secara nasional pemerintah mendorong penggunaan gas alam karena lebih murah, terlebih untuk kendaraan dengan jarak tempuh yang jauh seperti taksi dan bus.
“Penggunaan gas alam itu memang harganya murah tapi tidak subsidi artinya masyarakat dapat produk harga murah kualitas bagus tapi pemerintah tidak harus subsidi, cukup memberikan akses kemudahan supaya suplai LNG mudah bagi masyarakat,” ucap Hari.*
Baca juga: Pemerintah diminta konsisten terapkan transportasi BBG
Baca juga: Asosiasi minta kendaraan berbasis gas dibebaskan aturan ganjil genap
“Karena komposisi kimia CNG atau gas alam mayoritas 90 persen metana sehingga menghasilkan emisi CO2 yang lebih kecil dibanding bensin, bisa 20-25 persen lebih rendah,” ucapnya saat dihubungi ANTARA di Jakarta, Kamis.
Dijelaskannya gas yang biasa dipakai di Indonesia ada tiga macam yaitu Liquefied Petroleum Gas (LPG), Liquefied Natural Gas (LNG) dan Compressed Natural Gas (CNG).
Dari sisi ekonomi menurutnya penggunaan gas alam seperti LNG atau CNG menguntungkan karena di Indonesia sudah ada. Sementara LPG masih mengandalkan impor dan subsidi.
Baca juga: Kementerian ESDM dorong kendaraan besar pakai bahan bakar gas
Baca juga: Komut PGN: Perlu teknologi penyimpanan cegah krisis energi
“Bisa lebih efektif LNG dari sisi ekonomi, kita tidak perlu repot impor, di Indonesia kan ada. Cuma problemnya memang jika kita bicara CNG atau LNG memang prasarananya yang masih susah,” ucap Hari.
Hari menyebutkan beberapa keunggulan bahan bakar gas alam secara teknis adalah nilai oktannya yang lebih tinggi dari bensin yaitu bisa mencapai 320 lebih. Artinya pembakaran di dalam mesin akan lebih baik terutama jika perjalanan menanjak.
“LPG sendiri bisa di atas 100 oktan, sementara bensin yang terbaik sekali pun seperti pertamax hanya 92 oktan atau turbo 95 sampai 98 oktan,” ucapnya.
Namun, pemakaian bahan bakar gas dinilainya masih kurang populer karena berbagai alasan seperti kurangnya sarana stasiun pengisian bahan bakar gas dan memerlukan tabung yang umumnya lebih tebal dan berat.
“Kalau kita pakai yang CNG perlu tabung yang khusus karena tekanannyaya sangat tinggi, 200 kali tekanan atmosfir sehingga tabungnya khusus, tebal dan berat. Prasarana pengisian ulangnya juga kurang tidak seperti LPG yang 3 kilogram itu beli di warung ada,” kata Hari.
Selain itu bagi yang menggunakan LPG sebagai bahan bakarnya, tidak diperbolehkan parkir di basement gedung karena jika bocor, sifat gas LPG yang lebih berat dari udara tidak bisa keluar dan akan mudah tersulut api.
“Kalau dia parkir di basement yang tidak punya sistem tata udara yang menghisap udara dari bawah nah itu akan diam di situ jadi bahaya, makanya ada aturan secara internasional kalau pengguna LPG tidak boleh parkir di basement,” ucapnya.
Jika ada regulasi penggunaan bahan bakar gas yang sesuai, menurutnya hal tersebut bisa diminimalisir dengan jaminan sambungan antar gas ke mesin harus benar.
“Kalau regulasinya sudah dipenuhi, seharusnya tidak ada masalah. Tapi dengan regulasi penggunaan gas melon belum memenuhi standar karena koneksinya tidak sesuai untuk kendaraan, mungkin itu jadi titik rawan bocor,” jelas Hari.
Ia pun berharap secara nasional pemerintah mendorong penggunaan gas alam karena lebih murah, terlebih untuk kendaraan dengan jarak tempuh yang jauh seperti taksi dan bus.
“Penggunaan gas alam itu memang harganya murah tapi tidak subsidi artinya masyarakat dapat produk harga murah kualitas bagus tapi pemerintah tidak harus subsidi, cukup memberikan akses kemudahan supaya suplai LNG mudah bagi masyarakat,” ucap Hari.*
Baca juga: Pemerintah diminta konsisten terapkan transportasi BBG
Baca juga: Asosiasi minta kendaraan berbasis gas dibebaskan aturan ganjil genap
Pewarta: Fitra Ashari
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2022
Tags: