Beijing (ANTARA) - Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China Wang Wenbin pada Rabu (28/9) mengatakan bukti telah mengungkap bahwa Amerika Serikat (AS) merupakan ancaman terbesar bagi keamanan siber global.

Dia juga menyerukan upaya bersama untuk melawan pelanggaran AS terhadap kedaulatan siber dan aturan internasional.

Laporan tersebut menjabarkan bagaimana Kantor Operasi Akses Khusus (Tailored Access Operation/TAO) NSA mengendalikan sejumlah fasilitas infrastruktur utama di China.

Mereka menyusup ke jaringan internal Northwestern Polytechnical University di China menggunakan sejumlah server di beberapa negara seperti Belanda dan Denmark untuk menampung senjata siber melalui serangan stepping-stone via Jepang, Jerman, Korea Selatan dan negara-negara lain.

Hal ini memungkinkan TAO untuk mencuri data dan informasi sensitif dari orang-orang dengan identitas sensitif.

AS juga diam-diam mengendalikan operator telekomunikasi di sedikitnya 80 negara dan melakukan penyadapan acak terhadap para pengguna telekomunikasi global, papar laporan itu.

Wang menuturkan bahwa ini merupakan laporan investigasi ketiga yang dirilis oleh institusi China terkait bulan ini mengenai serangan siber berbahaya NSA terhadap Northwestern Polytechnical University di China.

Menurut Wang, China dalam beberapa pekan terakhir menuntut penjelasan dari AS dan meminta negara tersebut untuk segera menghentikan aksi ilegalnya melalui berbagai jalur. Namun, sejauh ini AS masih bungkam.

"AS tidak bisa lebih bombastis dan termotivasi lagi ketika menyebarkan kebohongan tentang 'peretas China', tetapi AS sengaja memilih menjadi buta dan bisu di hadapan bukti kuat yang dikumpulkan oleh institusi China. Apa sebenarnya yang disembunyikan AS dari dunia?"

Seraya menyebutkan bahwa AS telah lama dikenal sebagai "raja peretasan dan jawara pencurian rahasia", Wang mengatakan dengan dominasi mutlaknya di bidang teknologi Internet, AS melakukan pengendalian dan pencurian siber tanpa pandang bulu berskala global demi menguntungkan negaranya sendiri secara politik, militer, diplomatik dan komersial.

Praktik perundungan AS di dunia siber menjadi kekhawatiran umum yang terus berkembang di kalangan masyarakat internasional, tambah Wang.

"Ada banyak bukti bahwa AS tidak diragukan lagi merupakan ancaman terbesar bagi keamanan siber global," tutur Wang, yang menyerukan kepada semua negara untuk bersatu dan melawan tindakan hegemonik AS yang merusak kedaulatan siber dan aturan internasional serta bekerja sama untuk menciptakan dunia siber yang damai, aman, terbuka, dan kooperatif.