G20 Indonesia
B20 Task Force: Keuangan campuran tutup celah pendanaan infrastruktur
29 September 2022 15:14 WIB
B20 Finance and Infrastructure Task Force Policy Manager and Partner at PwC Indonesia Radju Munusamy dalam acara Blended Finance Seminar and Knowledge Exchange yang dipantau secara daring di Jakarta, Kamis (29/09/2022). (ANTARA/Agatha Olivia Victoria)
Jakarta (ANTARA) - B20 Finance and Infrastructure Task Force Policy Manager and Partner at PwC Indonesia Radju Munusamy menilai bahwa skema keuangan campuran (blended finance) merupakan salah satu katalis untuk menutup celah atau kesenjangan dalam pendanaan infrastruktur.
"Keuangan campuran bukanlah hal baru, tetapi perlu terukur karena belum seberapa jika dibandingkan dengan kesenjangan yang ada," ujar Radju dalam acara Blended Finance Seminar and Knowledge Exchange yang dipantau secara daring di Jakarta, Kamis.
Ia menjelaskan saat ini skema keuangan campuran telah berkembang dan semakin banyak diadopsi, meski sebelumnya tidak banyak negara yang berfokus pada skema tersebut.
Baca juga: Indonesia bahas peluang "blended finance" dengan Denmark di forum G20
Selama 10 hingga 15 tahun terakhir, telah muncul pendekatan baru dan inovatif terhadap investasi yang berupaya menyeimbangkan imbal hasil finansial dan sosial.
Para dermawan dan donatur tradisional semakin bergantung pada skema pembiayaan inovatif untuk meningkatkan pembiayaan investasi, di samping bantuan pembangunan yang lebih tradisional.
"Basis pemangku kepentingan yang sedang berkembang, termasuk investor dan masyarakat sipil pada umumnya kini berupaya untuk mengembangkan dan memperoleh manfaat dari aset-aset yang dibangun dengan lebih hemat energi dan ramah lingkungan, yang dapat dibiayai melalui struktur keuangan campuran," tuturnya,
Baca juga: B20 sarankan pengadopsian teknologi inovatif lawan pencucian uang
Maka dari itu, Radju berharap sektor publik dapat memobilisasi pembiayaan komersial untuk proyek-proyek infrastruktur, yang juga didukung oleh Bank Pembangunan Multilateral.
Bank Pembangunan Multilateral memiliki keunggulan dalam hal biaya pendanaan yang harus digunakan untuk benar-benar menyatukan para pemain pembiayaan sektor swasta lainnya.
"Keuangan campuran bukanlah hal baru, tetapi perlu terukur karena belum seberapa jika dibandingkan dengan kesenjangan yang ada," ujar Radju dalam acara Blended Finance Seminar and Knowledge Exchange yang dipantau secara daring di Jakarta, Kamis.
Ia menjelaskan saat ini skema keuangan campuran telah berkembang dan semakin banyak diadopsi, meski sebelumnya tidak banyak negara yang berfokus pada skema tersebut.
Baca juga: Indonesia bahas peluang "blended finance" dengan Denmark di forum G20
Selama 10 hingga 15 tahun terakhir, telah muncul pendekatan baru dan inovatif terhadap investasi yang berupaya menyeimbangkan imbal hasil finansial dan sosial.
Para dermawan dan donatur tradisional semakin bergantung pada skema pembiayaan inovatif untuk meningkatkan pembiayaan investasi, di samping bantuan pembangunan yang lebih tradisional.
"Basis pemangku kepentingan yang sedang berkembang, termasuk investor dan masyarakat sipil pada umumnya kini berupaya untuk mengembangkan dan memperoleh manfaat dari aset-aset yang dibangun dengan lebih hemat energi dan ramah lingkungan, yang dapat dibiayai melalui struktur keuangan campuran," tuturnya,
Baca juga: B20 sarankan pengadopsian teknologi inovatif lawan pencucian uang
Maka dari itu, Radju berharap sektor publik dapat memobilisasi pembiayaan komersial untuk proyek-proyek infrastruktur, yang juga didukung oleh Bank Pembangunan Multilateral.
Bank Pembangunan Multilateral memiliki keunggulan dalam hal biaya pendanaan yang harus digunakan untuk benar-benar menyatukan para pemain pembiayaan sektor swasta lainnya.
Pewarta: Agatha Olivia Victoria
Editor: Nusarina Yuliastuti
Copyright © ANTARA 2022
Tags: