Jakarta (ANTARA) - Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat menilai perlu penanaman prinsip inklusi dan kesetaraan dalam sistem pendidikan nasional dengan berlandaskan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945.

"Pengaturan sistem pendidikan nasional harus menyeluruh agar prinsip-prinsip inklusi dan kesetaraan dalam pengembangan pendidikan nasional dapat direalisasikan," katanya saat membuka diskusi bertema “Kesetaraan dan Inklusi RUU Sisidknas” yang digelar Forum Diskusi Denpasar 12 di Jakarta, Rabu.

Dia menjelaskan mencerdaskan kehidupan bangsa adalah salah satu tujuan bernegara yang diamanatkan Pembukaan UUD 1945.

Menurut dia, sektor pendidikan sebagai salah satu tujuan bernegara harus mendapat perhatian serius semua pihak.

“Perhatian itu bisa melalui berbagai dinamikanya seperti proses pembuatan kurikulum, peningkatan kesejahteraan guru dan lembaga, serta elemen pendukung lain yang terkait dengan peningkatan kualitas sumber daya manusia di negeri ini,” ujarnya.

Lestari menjelaskan pendidikan inklusi suatu keniscayaan dengan mewujudkan pendidikan nasional yang lebih manusiawi, adil, dan beradab.

Baca juga: Pengamat: RUU Sisdiknas optimalkan penggunaan bahasa ibu

Menurut dia, diajukannya Rancangan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (RUU Sisdiknas) dalam pembahasan di parlemen, merupakan momentum untuk merealisasikan sistem pendidikan yang lebih inklusif dalam cetak biru pendidikan nasional.

"Inilah saat yang tepat bagi kita untuk memperbaiki sejumlah aturan di sektor pendidikan agar lebih inklusif, karena setiap anak bangsa berhak mendapatkan pendidikan yang layak," katanya.

Menurut dia, pendidikan tidak terbatas pada transfer pengetahuan, tetapi merupakan transfer pembelajaran, sehingga, pendidikan dialektis penting untuk ditanamkan sejak dini.

Dia menjelaskan dinamika dialogis dalam mewujudkan pendidikan yang inklusif dibutuhkan dalam upaya pembenahan
sistem pendidikan untuk setiap anak bangsa.

Anggota Komisi X DPR RI Ratih Megasari Singkarru mengungkapkan untuk mewujudkan pendidikan yang inklusif di Tanah Air masih banyak menghadapi tantangan.

Baca juga: MPR: Penyusunan RUU Sisdiknas menyeluruh untuk pendidikan lebih baik

Menurut dia, berbagai kendala yang terjadi di lapangan dalam mewujudkan pendidikan yang inklusif, harus menjadi dasar pertimbangan para pemangku kepentingan untuk menyusun strategi dalam membangun sistem pendidikan nasional.

Ia mengakui dalam draf RUU Sisdiknas ada sejumlah hal yang positif untuk mendorong sistem pendidikan yang lebih inklusif, antara lain diakuinya guru pada PAUD sebagai tenaga pengajar untuk meningkatkan mutu pendidikan sejak dini.

“Tidak masuknya RUU Sisdiknas dalam Prolegnas 2023 antara lain disebabkan adanya tekanan publik yang berharap RUU tersebut lebih banyak mengakomodasi berbagai masukan masyarakat,” katanya.

Dia mengakui banyak kritikan masyarakat terhadap RUU Sisdiknas antara lain RUU tersebut dianggap merendahkan martabat guru dan dosen, lebih liberal, dan mendorong pengelolaan perguruan tinggi berorientasi bisnis.

Sejumlah penilaian masyarakat itu, menurut Ratih, merupakan konsekuensi dari kurang transparan dan partisipatifnya penyusunan RUU Sisdiknas.

Baca juga: Forum Rektor sebut RUU Sisdiknas harus disiapkan komprehensif
Baca juga: Kemendikbudristek: Penguatan PAUD mampu atasi kesenjangan pendidikan