Survei: Banyak korban pelecehan tempat kerja pilih tidak lapor formal
28 September 2022 17:58 WIB
Imelda Riris dari Never Okay Project (ujung kiri) berbicara memaparkan hasil Survei Kekerasan dan Pelecehan di Dunia Kerja Indonesia 2022 di acara yang diadakan di Jakarta, Rabu (28/9/2022) (ANTARA/Prisca Triferna)
Jakarta (ANTARA) - Survei yang dilakukan oleh Never Okay Project (NOP) menunjukkan bahwa mayoritas pekerja dapat mengidentifikasi kekerasan dan pelecehan di tempat kerja meski kebanyakan korban memilih tidak melaporkan secara formal.
Dalam pemaparan hasil survei pada acara Organisasi Buruh Internasional (International Labour Organization/ILO) di Jakarta, Rabu, Imelda Riris dari NOP menjelaskan bahwa survei dilakukan secara daring kepada 1.173 responden di seluruh Indonesia dengan 852 orang atau 70,93 persen di antaranya mengaku pernah mengalami kekerasan dan pelecehan di dunia kerja.
Dalam survei yang dilakukan 12 Agustus sampai 13 September 2022 itu menemukan bahwa mayoritas bisa mengidentifikasi bentuk-bentuk kekerasan dan pelecehan di tempat kerja seperti perundungan, disentuh atau dipeluk tanpa persetujuan, mendapatkan gestur seksual dan makian atau olokan serta kekerasan fisik.
Baca juga: Menaker minta dunia usaha ikut cegah pelecehan seksual di tempat kerja
"Kebanyakan responden bisa mengidentifikasi bentuk-bentuk ini, semuanya di atas 70 persen. Ini suatu hal yang kami apresiasi karena untuk menghapus kekerasan dan pelecehan di dunia kerja kita harus memastikan semua pekerja tahu apa yang termasuk pelecehan dan kekerasan," kata Imelda.
Dari responden yang mengaku pernah mengalami salah satu atau lebih bentuk kekerasan atau pelecehan di tempat kerja sebanyak 47,72 persen mengaku bercerita kepada teman atau keluarga di luar tempat kerja dan 42,55 persen diam dan tidak tahu harus berbuat apa.
Hanya 10,94 persen dari responden yang melapor kepada SDM atau manajemen, 16,25 persen melapor ke rekan kerja, 3,61 persen melapor kepada lembaga masyarakat atau lembaga bantuan hukum, dan 1,8 persen melapor kepada kepolisian.
Baca juga: Lawan pelecehan di tempat kerja, BWI: budaya tak jadi pengecualian
Kabar baiknya, kata Imelda, sebanyak 34,50 persen responden menegur dan berbicara kepada pelaku mengenai ketidaknyamanan dan kesalahan dari perbuatannya.
Dalam kesempatan tersebut, Direktur Hubungan Kerja dan Pengupahan Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) Dinar Titus Jogaswitani mengatakan pemerintah berkomitmen untuk melakukan pencegahan pelecehan dan kekerasan seksual salah satunya di tempat kerja.
Beberapa langkah sudah diambil termasuk lahirnya Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) untuk memastikan pencegahan kekerasan seksual termasuk di tempat kerja.
Baca juga: Kemnaker minta semua pihak wujudkan tempat kerja tanpa diskriminasi
"UU TPKS tidak hanya menetapkan orang per orang sebagai pelaku kekerasan seksual namun juga menetapkan korporasi sebagai pelaku kekerasan seksual yang dapat dijatuhi hukuman atau sanksi," kata Dinar.
Dalam pemaparan hasil survei pada acara Organisasi Buruh Internasional (International Labour Organization/ILO) di Jakarta, Rabu, Imelda Riris dari NOP menjelaskan bahwa survei dilakukan secara daring kepada 1.173 responden di seluruh Indonesia dengan 852 orang atau 70,93 persen di antaranya mengaku pernah mengalami kekerasan dan pelecehan di dunia kerja.
Dalam survei yang dilakukan 12 Agustus sampai 13 September 2022 itu menemukan bahwa mayoritas bisa mengidentifikasi bentuk-bentuk kekerasan dan pelecehan di tempat kerja seperti perundungan, disentuh atau dipeluk tanpa persetujuan, mendapatkan gestur seksual dan makian atau olokan serta kekerasan fisik.
Baca juga: Menaker minta dunia usaha ikut cegah pelecehan seksual di tempat kerja
"Kebanyakan responden bisa mengidentifikasi bentuk-bentuk ini, semuanya di atas 70 persen. Ini suatu hal yang kami apresiasi karena untuk menghapus kekerasan dan pelecehan di dunia kerja kita harus memastikan semua pekerja tahu apa yang termasuk pelecehan dan kekerasan," kata Imelda.
Dari responden yang mengaku pernah mengalami salah satu atau lebih bentuk kekerasan atau pelecehan di tempat kerja sebanyak 47,72 persen mengaku bercerita kepada teman atau keluarga di luar tempat kerja dan 42,55 persen diam dan tidak tahu harus berbuat apa.
Hanya 10,94 persen dari responden yang melapor kepada SDM atau manajemen, 16,25 persen melapor ke rekan kerja, 3,61 persen melapor kepada lembaga masyarakat atau lembaga bantuan hukum, dan 1,8 persen melapor kepada kepolisian.
Baca juga: Lawan pelecehan di tempat kerja, BWI: budaya tak jadi pengecualian
Kabar baiknya, kata Imelda, sebanyak 34,50 persen responden menegur dan berbicara kepada pelaku mengenai ketidaknyamanan dan kesalahan dari perbuatannya.
Dalam kesempatan tersebut, Direktur Hubungan Kerja dan Pengupahan Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) Dinar Titus Jogaswitani mengatakan pemerintah berkomitmen untuk melakukan pencegahan pelecehan dan kekerasan seksual salah satunya di tempat kerja.
Beberapa langkah sudah diambil termasuk lahirnya Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) untuk memastikan pencegahan kekerasan seksual termasuk di tempat kerja.
Baca juga: Kemnaker minta semua pihak wujudkan tempat kerja tanpa diskriminasi
"UU TPKS tidak hanya menetapkan orang per orang sebagai pelaku kekerasan seksual namun juga menetapkan korporasi sebagai pelaku kekerasan seksual yang dapat dijatuhi hukuman atau sanksi," kata Dinar.
Pewarta: Prisca Triferna Violleta
Editor: Bambang Sutopo Hadi
Copyright © ANTARA 2022
Tags: