Peneliti: Dua parpol baru bisa masuk parlemen pada Pemilu 2024
27 September 2022 20:55 WIB
Direktur Eksekutif Sindikasi Pemilu dan Demokrasi (SPD) Erik Kurniawan dalam diskusi daring yang diselenggarakan Parwa Institute dipantau di Jakarta, Selasa (27/9/2022). (ANTARA/Melalusa Susthira K.)
Jakarta (ANTARA) - Direktur Eksekutif Sindikasi Pemilu dan Demokrasi (SPD) Erik Kurniawan mengemukakan secara matematis setidaknya ada dua partai politik baru peserta Pemilu 2024 yang bisa masuk parlemen.
"Secara matematis pada Pemilu 2024 itu kan paling bisa menghadirkan untuk dua partai politik baru masuk parlemen," kata Erik dalam diskusi daring yang diselenggarakan Parwa Institute dipantau di Jakarta, Selasa.
Hal tersebut berangkat dari volatilitas pemilu atau perpindahan suara pemilih dari satu partai ke partai lain dan dari pemilu ke pemilu yang terjadi penurunan cukup signifikan.
Erik menyebut dari Pemilu 1999 sampai Pemilu 2019 menunjukkan bahwa pemilih semakin stabil.
"Sekarang itu tingkat volatilitas partai-partai kita itu di angka 10 persen. Kalau Pemilu 2014 itu sekitar 26 koma sekian persen hampir 27 persen," ujarnya.
Dengan asumsi 4 persen syarat keterpenuhan parliamentary threshold, Erik menilai jika mengacu angka 10 persen volatilitas pemilu tersebut hanya dua parpol baru pada Pemilu 2024 yang berhasil menduduki parlemen, dengan catatan suara pemilih terkonsentrasi atau tidak menyebar.
"Kalau pada Pemilu 2019 itu menyebar, suara partai politik yang tidak lolos parliamentary threshold itu 9,71 persen dan itu menyebar pada enam partai. Kalau itu terkonsentrasi pada dua partai maka partai politik baru bisa lolos, asumsinya begitu," jelas Erik.
Selain volatilitas pemilu yang menurun, Erik menyebut rendahnya tingkat kepercayaan masyarakat terhadap parpol juga menjadi tantangan tersendiri yang dihadapi parpol lama maupun baru.
"Tantangan bagi partai baru, bagaimana kemudian memperkuat kelembagaannya, bagaimana menghadirkan narasi baru sebagai alternatif pilihan bagi publik," ujarnya.
Tantangan lain bagi parpol baru, sambung Erik, ialah syarat-syarat kepesertaan untuk menjadi parpol peserta pemilu menjadi satu hambatan yang cukup tinggi.
"Parpol harus memiliki kepengurusan di semua provinsi, pada 75 persen kabupaten/kota dan belum lagi syarat keanggotaan. Itu yang kemudian di titik tertentu pasti akan memunculkan batasan bagi hadirnya partai-partai baru," tuturnya.
Selain itu, kata Erik, tantangan parpol baru peserta pemilu ialah menyangkut otonomi atau pengorganisasian partai itu sendiri mengingat parpol di Indonesia masih amat bergantung pada ketokohan.
"Seringkali partai-partai baru tidak punya ruang gerak yang otonom dan seringnya bergantung pada figur-figur yang memang kuat. Tapi, itu problemnya enggak hanya di partai baru," ujarnya.
Oleh karena itu, Erik menyebut parpol baru yang berhasil lolos menjadi peserta pemilu harus mampu mendekatkan diri dengan pemilih, salah satunya tidak lagi menggunakan identitas partainya secara mutlak, namun mulai mengasosiasikan platform-platform partai dengan isu yang berkembang di publik.
Erik juga menyebut bahwa parpol baru memiliki peluang mengerek elektabilitas dengan dipengaruhi pada dukungan yang diberikan kepada siapa calon presiden dipilih.
"Mengasosiasikan platform kebijakan partai dengan visi misi presiden sedekat mungkin itu juga bisa jadi peluang bagi partai politik baru dalam meningkatkan potensi elektabilitas," katanya.
"Secara matematis pada Pemilu 2024 itu kan paling bisa menghadirkan untuk dua partai politik baru masuk parlemen," kata Erik dalam diskusi daring yang diselenggarakan Parwa Institute dipantau di Jakarta, Selasa.
Hal tersebut berangkat dari volatilitas pemilu atau perpindahan suara pemilih dari satu partai ke partai lain dan dari pemilu ke pemilu yang terjadi penurunan cukup signifikan.
Erik menyebut dari Pemilu 1999 sampai Pemilu 2019 menunjukkan bahwa pemilih semakin stabil.
"Sekarang itu tingkat volatilitas partai-partai kita itu di angka 10 persen. Kalau Pemilu 2014 itu sekitar 26 koma sekian persen hampir 27 persen," ujarnya.
Dengan asumsi 4 persen syarat keterpenuhan parliamentary threshold, Erik menilai jika mengacu angka 10 persen volatilitas pemilu tersebut hanya dua parpol baru pada Pemilu 2024 yang berhasil menduduki parlemen, dengan catatan suara pemilih terkonsentrasi atau tidak menyebar.
"Kalau pada Pemilu 2019 itu menyebar, suara partai politik yang tidak lolos parliamentary threshold itu 9,71 persen dan itu menyebar pada enam partai. Kalau itu terkonsentrasi pada dua partai maka partai politik baru bisa lolos, asumsinya begitu," jelas Erik.
Selain volatilitas pemilu yang menurun, Erik menyebut rendahnya tingkat kepercayaan masyarakat terhadap parpol juga menjadi tantangan tersendiri yang dihadapi parpol lama maupun baru.
"Tantangan bagi partai baru, bagaimana kemudian memperkuat kelembagaannya, bagaimana menghadirkan narasi baru sebagai alternatif pilihan bagi publik," ujarnya.
Tantangan lain bagi parpol baru, sambung Erik, ialah syarat-syarat kepesertaan untuk menjadi parpol peserta pemilu menjadi satu hambatan yang cukup tinggi.
"Parpol harus memiliki kepengurusan di semua provinsi, pada 75 persen kabupaten/kota dan belum lagi syarat keanggotaan. Itu yang kemudian di titik tertentu pasti akan memunculkan batasan bagi hadirnya partai-partai baru," tuturnya.
Selain itu, kata Erik, tantangan parpol baru peserta pemilu ialah menyangkut otonomi atau pengorganisasian partai itu sendiri mengingat parpol di Indonesia masih amat bergantung pada ketokohan.
"Seringkali partai-partai baru tidak punya ruang gerak yang otonom dan seringnya bergantung pada figur-figur yang memang kuat. Tapi, itu problemnya enggak hanya di partai baru," ujarnya.
Oleh karena itu, Erik menyebut parpol baru yang berhasil lolos menjadi peserta pemilu harus mampu mendekatkan diri dengan pemilih, salah satunya tidak lagi menggunakan identitas partainya secara mutlak, namun mulai mengasosiasikan platform-platform partai dengan isu yang berkembang di publik.
Erik juga menyebut bahwa parpol baru memiliki peluang mengerek elektabilitas dengan dipengaruhi pada dukungan yang diberikan kepada siapa calon presiden dipilih.
"Mengasosiasikan platform kebijakan partai dengan visi misi presiden sedekat mungkin itu juga bisa jadi peluang bagi partai politik baru dalam meningkatkan potensi elektabilitas," katanya.
Pewarta: Melalusa Susthira Khalida
Editor: Didik Kusbiantoro
Copyright © ANTARA 2022
Tags: