Jakarta (ANTARA) - Dalam suatu kesempatan, Direktur Jenderal Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), Tedros Adhanom Ghebreyesus menyatakan, akhir pandemi COVID-19 sudah terlihat. Kendati demikian, COVID-19 hingga saat ini belum selesai.

"Pekan lalu, angka kematian akibat COVID-19 mingguan yang terlaporkan adalah yang terendah sejak Maret 2020. Kita belum pernah ada di posisi sebaik ini dalam upaya mengakhiri pandemi COVID-19," kata Tedros melalui laman Twitter resminya @DrTedros, Jumat (16/9).

Menurut badan kesehatan PBB itu, jumlah kematian akibat COVID-19 pada 5-11 September mencapai 10.935 jiwa di seluruh dunia, atau turun 22 persen dari angka selama sepekan sebelumnya. Jumlah kasus baru untuk pekan ini juga turun tajam sebanyak 28 persen menjadi 3,13 juta kasus.

Layaknya pelari maraton ketika garis finis terlihat, Tedros meminta dunia untuk berupaya mempercepat vaksinasi COVID-19 di negara-negara dunia yang tingkat vaksinasinya masih rendah.

Selain dengan vaksinasi, tentunya disiplin protokol kesehatan juga menjadi hal penting bagi dunia untuk bersama-sama menuju akhir pandemi.

Dengan vaksinasi dan disiplin protokol kesehatan, maka dapat melindungi populasi dan mencegah seseorang terpapar, yang akhirnya akan mempersempit ruang gerak virus untuk bermutasi.

Transmisi penularan virus harus terkendali, bahkan harus diputuskan rantai penularannya. Dengan begitu, maka tidak ada ruang bagi virus SARS-CoV-2 penyebab COVID-19 itu bermutasi.

Jika dunia tidak mengambil kesempatan untuk mengakhiri pandemi sekarang, maka akan ada risiko lebih banyak lagi varian virus yang berkembang, yang berpotensi mengarah pada peningkatan angka kematian serta ketidakpastian yang berkelanjutan.

Hati-hati

Presiden RI Joko Widodo kembali mengingatkan kepada seluruh masyarakat mengenai pentingnya kewaspadaan dan kehati-hatian meskipun kondisi di Indonesia kian membaik.

WHO menjadi badan kesehatan dunia yang berwenang menentukan akhir pandemi. Tugas Indonesia ialah mempersiapkan semaksimal mungkin agar ketika dinyatakan pandemi berakhir, Indonesia siap dengan skenario terburuk seperti terjadinya kembali kenaikan kasus di kemudian hari.

Koordinator Tim Pakar dan Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan COVID-19 Prof. Wiku Adisasmito pun menekankan, Indonesia masih mengedepankan prinsip kehati-hatian dan tidak tergesa-gesa untuk menyatakan pandemi COVID-19 sudah berakhir tanpa mengacu pada data dan kondisi COVID-19 terkini, baik dari dalam negeri maupun berbagai negara di dunia.

Jika melihat situasi pada tingkat global, sebagian negara sudah mengalami penurunan kasus dalam waktu yang cukup lama, diantaranya Jerman dan Italia yang sudah mengalami penurunan kasus COVID-19 selama dua bulan sejak puncak kasus terakhir.

Kemudian, Amerika Serikat, Kanada, dan India kasusnya cenderung stabil setelah awal tahun. Inggris sempat mengalami kenaikan kasus pada Maret, namun terus cenderung menurun.

Di negara tetangga, Malaysia sudah enam bulan mengalami penurunan kasus sejak puncak kasus terakhirnya. Sedangkan Australia dan Singapura sudah dua bulan menurun sejak kenaikan terakhirnya.

Sementara itu, Korea Selatan dan Jepang, menjadi negara yang baru saja pulih dari puncak kasusnya, di mana kedua negara tersebut mengalami puncak kasus di bulan Agustus lalu.

Masih terdapat juga beberapa negara yang mengalami kenaikan kasus seperti Rusia, Perancis, dan Austria yang mengalami kenaikan kasus mingguan.

Keadaan itu menjadi bukti bahwa kondisi COVID-19 yang dihadapi oleh berbagai negara berbeda-beda.

Kasus di Indonesia

Kasus COVID-19 di Indonesia kondisinya relatif stabil sejak puncak terakhir di bulan Maret lalu akibat varian omicron.

Kasus di Indonesia memang sempat mengalami kenaikan di bulan Agustus, namun angkanya tidak signifikan.

Kasus aktif dan positivity rate juga terus mengalami penurunan dengan tingkat keterisian tempat tidur (bed occupancy rate/BOR) nasional yang stabil di angka lima persen.

Namun, kematian yang masih perlu untuk segera ditekan semaksimal mungkin, karena saat ini masih mencatatkan lebih dari 100 kematian dalam satu pekan.

Menurut Wiku, angka tersebut terbilang cukup banyak, karena kematian tidak hanya sekedar angka, namun berarti nyawa.

Satuan Tugas (Satgas) Penanganan COVID-19 Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) Erlina Burhan mengingatkan masyarakat untuk tidak euforia dengan situasi COVID-19 yang cenderung terkendali saat ini. Pandemi COVID-19 yang masih terjadi saat ini tidak terduga, dan situasinya masih sangat dinamis.

Dokter spesialis pulmonologi dan pengobatan pernapasan (paru-paru) itu mengharapkan, disiplin protokol kesehatan harus tetap dilaksanakan. Selain itu, cakupan vaksinasi penguat juga harus ditingkatkan.

Kesiapan Indonesia dalam mengakhiri pandemi dan memulai transisi ke endemi perlu didukung kuat mulai dari kesadaran masyarakat hingga kesiapan pemerintah pusat dan daerah.

Kesadaran masyarakat untuk melindungi dirinya dan orang lain dapat terefleksi dari cakupan vaksinasi COVID-19, khususnya dosis ketiga.

Program booster pada awal tahun menuju akhir tahun ini yang cakupannya baru sekitar 26 persen, perlu ditingkatkan. Aturan wajib booster yang dikeluarkan pemerintah pada Agustus lalu, belum mampu menaikkan cakupan vaksin booster secara signifikan, ditandai dari kenaikan cakupan yang kurang dari satu persen.

Data Kementerian Kesehatan pada Selasa (27/9) pukul 11.40 WIB, tercatat jumlah penduduk yang telah mendapat suntikan tiga dosis vaksin COVID-19 mencapai total 63.308.151 orang.

Dengan demikian, tercatat suntikan dosis penguat vaksin COVID-19 sudah diberikan pada 26,98 persen dari total warga yang menjadi sasaran vaksinasi COVID-19 sebanyak 234.666.020 orang.

Selain vaksinasi, sejatinya masyarakat dapat berkontribusi mengakhiri pandemi dengan cara menjaga imunitas masing-masing, menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat atau PHBS.

PHBS merupakan suatu hal kecil dan relatif mudah namun memiliki dampak besar bagi ketahanan kesehatan tubuh, seperti tidur yang cukup atau tidak begadang, aktif berolahraga secara rutin, makan makanan sehat serta menggunakan masker saat merasakan sakit atau tidak enak badan dan ketika berada di kondisi kerumunan, serta mengikuti anjuran pemerintah.

Pengalaman selama dua tahun menghadapi pandemi dapat menjadi pelajaran untuk mengakhiri pandemi. Bertanggung jawab mencegah terjadinya kenaikan kasus di kemudian hari harus terus ditingkatkan.

Indonesia memang perlu berhati-hati dalam memaknai akhir pandemi. Perlu melihat perspektif yang lebih luas dan lebih dalam dari aspek kesiapan seluruh lapisan masyarakat dan pemerintahnya.