Yogyakarta (ANTARA) - Volume sampah rumah tangga terus bertambah. Tempat pembuangan akhir (TPA) sering kewalahan menampung sampah, sehingga tidak jarang TPA ditutup sementara, dan sampah pun menumpuk di depo maupun tempat pembuangan sementara di penjuru kota.

Indonesia yang padat penduduk sudah barang tentu menghasilkan sampah relatif banyak. Data yang diungkap Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menunjukkan jumlah sampah di Indonesia mencapai 21,88 juta ton pada 2021. Jumlah tersebut turun 33,33 persen dari tahun sebelumnya yang sebesar 32,82 juta ton.

Dari jumlah itu, sampah asal rumah tangga memberi kontribusi terbanyak, yakni mencapai 42,23 persen. Berikutnya sampah dari perniagaan yang mencapai 19,11 persen, sampah dari pasar menyumbang 15,26 persen, sampah perkantoran 6,72 persen. Kontribusi fasilitas publik dan kawasan terhadap sampah di Indonesia, masing-masing menyumbang sebesar 6,71 persen dan 6,42 persen, sedangkan 3,55 persen sampah berasal dari sumber lainnya.

Sebenarnya hitungan potensi sampah yang dihasilkan lebih tinggi lagi. Biasanya potensi volume sampah di negeri ini dihitung dari jumlah penduduknya. Bila potensi sampah per orang 0,5 kilogram (angka ini merupakan perhitungan nasional pada skala moderat ), tinggal dikalikan jumlah penduduk, maka akan diketahui potensi sampah secara keseluruhan.

Misalnya merujuk pada data Administrasi Kependudukan (per Juni 2021), jumlah penduduk Indonesia sebanyak 272.229.372 jiwa. Berarti potensi sampah ada 136.115 ton per hari. Dalam setahun volume sampah bisa mencapai 49,6 juta ton.

Angka ini adalah potensi yang bisa dihasilkan. Realisasinya bisa saja jauh di bawah angka tersebut, seperti versi KLHK sebanyak 21,88 juta ton. Namun angka potensi bisa dijadikan "alarm" bahwa persoalan sampah ke depan bakal kian pelik.

Untuk mengurangi kepelikan itu dibutuhkan langkah bersama guna mengatasi persoalan sampah ini. Jangan sampai sampah menjadi malapetaka, tetapi jika bisa justru menjadi berkah. Untuk menjadi berkah, diperlukan inovasi dan kebijakan regulator.

Inovasi itulah yang dilakukan oleh perangkat Desa Panggungharjo, Kecamatan Sewon, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta.

Berdasarkan data Pemkab Bantul, produksi sampah di kabupaten itu bisa mencapai 600 ton setiap hari. Sampah sebanyak itu sebagian besar dibuang ke Tempat Pembuangan Sampah Terpadu Piyungan.

Mengutip laman dlhk.jogjaprov.go.id, pemrosesan akhir sampah di Kota Yogyakarta, Kabupaten Bantul, dan Kabupaten Sleman dilakukan bersama di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Regional yang terletak di Dusun Ngablak dan Watugender, Desa Sitimulyo, Kecamatan Piyungan, Kabupaten Bantul, dan biasa disebut TPA Piyungan.

TPA Piyungan atau Tempat Pembuangan Sampah Terpadu (TPST) Piyungan dibangun pada Yahun 1994-1996, mulai beroperasi sejak tahun 1996 dan pengelolaannya dilakukan oleh Pemda DIY. Mulai tahun 2019 pengelolaan TPST Piyungan dialihkan kepada Balai Pengelolaan Sampah Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan DIY.

Makin hari kemampuan TPST Piyungan kian terbatas. Oleh karena itu dibutuhkan inovasi untuk mengelola sampah secara optimal, sehingga bisa meminimalkan pembuangan sampah ke TPST Piyungan.


Aplikasi Pasti Angkut

Desa Panggungharjo yang berlokasi di Kecamatan Sewon mempunyai solusi untuk mengatasi masalah sampah. Setelah mempunyai tempat pengolahan sampah sendiri, mulai Senin (19/9/2022) diluncurkan aplikasi "Pasti Angkut".

Tempat pengelolaan sampah dikelola oleh Kelompok Usaha Pengelola Sampah (Kupas) Desa Panggungharjo. Salah satu unit usaha milik Desa Panggungharjo itu dibentuk sebagai salah satu upaya untuk memfasilitasi masyarakat dalam pengelolaan sampah, serta menyikapi TPST Piyungan yang sering tutup dan overload.

Sejak kehadiran Kupas pada 2012, sejumlah warga ikut memanfaatkan tempat pengelolaan tersebut. Layanannya kemudian ditingkatkan dengan cara menggarap pengelolaan dan pengangkutan sampah secara digital melalui platform aplikasi Pasti Angkut.

Lewat aplikasi Pasti Angkut, Pemerintah Desa Panggungharjo menawarkan pengangkutan sampah rumah tangga dengan ongkos proporsional secara praktis. Masyarakat tinggal mengunduh layanan aplikasi itu, lalu memasukkan data diri kemudian tinggal melakukan order pengangkutan dan pengolahan sampah rumah tangga sesuai kebutuhan.

Aplikasi Pasti Angkut tidak hanya fokus pada pertumbuhan perusahaan, tetapi juga berupaya menciptakan dampak sosial, lingkungan (ecofriendly), dan ekonomi, seperti peluang usaha daur ulang, membantu meningkatkan akses atas sumber penghidupan yang layak bagi sebagian kelompok rentan serta melakukan pengelolaan sampah secara bertanggung jawab. Aplikasi ini merupakan upaya untuk memperbaiki tata kelola sampah di level rumah tangga.

Tarif pengangkutan sampah ditetapkan fleksibel, tergantung pada berat sampah yang akan dibuang. Untuk satu kilogram sampah yang akan diangkut dikenai tarif Rp1.000. Jika dikalkulasi, konsep layanan sampah digital desa ini jauh lebih murah dibandingkan dengan pembayaran sampah konvensional secara bulanan di Daerah Istimewa Yogyakarta yang umumnya berkisar Rp25.000 hingga Rp50.000 per rumah tangga per bulan.

Dengan rata-rata residu satu keluarga sebesar 10-12 persen dari 2,5 kilogram sampah harian yang dihasilkan, setelah dipilah, masyarakat bisa hanya membayar jasa angkut sampah tidak sampai Rp10.000 per bulan.

Lewat aplikasi Pasti Angkut ini setiap warga mendapatkan kepastian penjemputan sampahnya karena pembayaran dihitung berdasarkan pemilahan sampah yang dihasilkan. Dengan kepastian seperti itu, masyarakat diedukasi untuk tidak lagi tergantung pada tempat pembuangan besar, seperti TPST Piyungan.