Jakarta (ANTARA) - Soliditas pemerintah pusat dan daerah saat menangani krisis pandemi COVID-19 perlu diduplikasi untuk menghadapi masalah nasional lain saat ini, yakni ancaman kenaikan inflasi.

Indonesia berhasil menjaga tren pemulihan ekonomi pada semester I 2022 dengan pertumbuhan ekonomi 5,23 persen (year on year/yoy). Namun dalam beberapa waktu ke depan, Indonesia perlu mewaspadai berbagai tekanan ekonomi global dan tantangan dalam negeri.

Inflasi Indonesia pada Agustus 2022 tercatat sebesar 4,69 persen secara tahunan (yoy). Angka tersebut lebih tinggi dibanding proyeksi pemerintah di kisaran 3,5 persen-4,5 persen pada akhir tahun setelah lonjakan harga komoditas global akibat disrupsi rantai pasok dunia serta perang Rusia dan Ukraina.

Inflasi pada Agustus 2022 juga lebih tinggi dari target sasaran inflasi dalam Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) 2022 yang ditetapkan di kisaran 2-4 persen.

Oleh karena itu, perlu adanya bauran kebijakan yang tepat antara pemerintah pusat dan daerah serta otoritas moneter dalam meredam lonjakan inflasi.

Inflasi yang kian tinggi dapat membuat pertumbuhan ekonomi yang sedang berjalan pulih menjadi stagnan atau bahkan mundur. Inflasi juga dapat menggerus daya beli masyarakat sehingga mengancam keberlanjutan pemulihan ekonomi.

Setelah kenaikan harga Bahan Bakar Minyak pada 3 September 2022 lalu, potensi kenaikan inflasi di Indonesia kian nyata dalam sisa tahun.

Menurut survei yang dilakukan Bank Indonesia (BI) pada pekan keempat September 2022, harga bensin diperkirakan menjadi penyumbang terbesar inflasi yakni 0,91 persen secara bulanan (month to month/mtm). Adapun, pada September 2022, Bank Sentral memperkirakan akan terjadi inflasi 1,1 persen (mtm).

Kelompok tarif lain yang terkena dampak kenaikan BBM juga diperkirakan mendominasi inflasi pada September 2022 yakni tarif angkutan dalam kota yang menyumbang inflasi sebesar 0,02 persen (mtm).

Dengan perkembangan tersebut, proses pemulihan ekonomi Indonesia masih dibayang-bayangi ancaman kenaikan harga barang. Indonesia perlu menebalkan ketahanan energi dan pangan untuk menjangkar inflasi agar sesuai sasaran.


Solid seperti menangani COVID-19

Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta jajaran kepala daerah, baik itu wali kota, bupati, dan gubernur untuk bahu-membahu mencegah kenaikan inflasi di daerah setelah kenaikan harga BBM.

Jokowi ingin pemerintah pusat dan daerah bekerja sama dalam menangani inflasi seperti saat bersinergi mengendalikan pandemi COVID-19.

“Saya minta kepada gubernur, bupati, wali kota, agar daerah bersama-sama dengan pusat bekerja bersama-sama seperti saat kita bekerja secara serentak dalam mengatasi COVID-19. Saya yakin, Insya Allah ini bisa kita lakukan sehingga inflasi di tahun ini kita harapkan bisa dikendalikan,” kata Jokowi pada 12 September 2022.

Saat menghadapi COVID-19, Indonesia memiliki modal sosial yang kuat. Modal sosial itu digerakkan dengan kerja sama erat dari jajaran pemerintah pusat, daerah, hingga ke jajaran terkecil seperti kelurahan, RW dan RT.

Berkat itu, Indonesia muncul sebagai salah satu negara dengan pemulihan tercepat dari pandemi COVID-19.

Seperti dalam menangani COVID-19, pemerintah pusat juga memberikan koridor kebijakan dan stimulus kepada pemerintah daerah untuk mengendalikan inflasi.

Jokowi menjelaskan, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) dan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) telah menerbitkan peraturan yang mengatur pengalokasikan belanja fiskal dalam mengendalikan inflasi di daerah.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 134/PMK.07/2022 tentang Belanja Wajib dalam Rangka Penanganan Dampak Inflasi Tahun Anggaran 2022.

Melalui PMK itu, pemerintah daerah wajib mengalokasikan belanja perlindungan sosial (perlinsos) sebesar dua persen dari Dana Transfer Umum (DTU). Bantuan perlinsos tersebut ditujukan kepada tukang ojek, pelaku Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) dan nelayan.

Selain itu, bantuan perlinsos itu juga ditujukan untuk penciptaan lapangan kerja serta pemberian subsidi sektor transportasi angkutan umum di daerah.

Alokasi belanja perlinsos sebesar dua persen dari DTU tersebut wajib dianggarkan pada periode Oktober 2022 sampai Desember 2022.

Sementara itu, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian juga telah menerbitkan Surat Edaran (SE) Mendagri Nomor 500/4825/SJ tentang Penggunaan Belanja Tidak Terduga Dalam Rangka Pengendalian Inflasi Daerah.

Melalui SE itu, pemerintah daerah dapat menggunakan belanja tak terduga untuk memberikan subsidi dalam rantai pasok komoditas pangan agar harga jual di pasaran menjadi lebih murah.

Misalnya, belanja tak terduga dalam APBD ini dapat digunakan untuk membiayai transportasi dan logistik komoditas pangan dari sentra produksi ke daerah setempat agar harga jual yang dikenakan ke masyarakat tidak jauh berbeda dengan harga beli yang diperoleh dari petani.

Jokowi menceritakan, dia pernah melakukan hal tersebut saat menjadi Wali Kota Solo. Dengan menggunakan belanja tak terduga untuk membiayai ongkos transportasi, harga pangan menjadi stabil sehingga inflasi dapat dikendalikan.

“Saat itu, inflasi bisa kita turunkan sampai angka seingat saya 1,2. Sehingga saat itu saya diberikan hadiah dari Menteri Keuangan, seingat saya Rp10 miliar dalam bentuk DID (Dana Insentif Daerah),” kata Jokowi.

Jokowi menyinggung pentingnya peran kepala daerah dalam mengendalikan inflasi di daerah. Korban yang paling menderita akibat inflasi adalah rakyat kecil. Karena itu, kepala daerah harus aktif turut serta mengendalikan inflasi.

Menurut data pemerintah pusat, dana dua persen dari DTU tersebut akan mencapai Rp2,17 triliun, sedangkan belanja tidak terduga sebesar Rp16,4 triliun.

Dengan perkembangan tersebut, pemerintah daerah memiliki keleluasaan fiskal untuk mengendalikan inflasi, terlebih serapan APBD masih 47 persen hingga awal September 2022.

Jokowi juga mengingatkan kenaikan inflasi dapat memicu bertambahnya masyarakat miskin. Terlebih jika inflasi terjadi pada komoditas pangan.

“Jadi hati-hati, kalau harga beras di daerah Bapak-Ibu sekalian itu naik, meskipun hanya Rp200 atau Rp500 perak, segera diintervensi,” ujarnya.

Dengan kerja sama erat antara pemerintah pusat dan daerah, Jokowi meyakini inflasi nasional dapat dikendalikan di bawah lima persen pada tahun ini.

Inflasi Indonesia sebenarnya masih terbilang rendah jika dibandingkan negara-negara lain. Misalnya, Amerika Serikat mencapai inflasi 8,3 persen (yoy) pada Agustus 2022, Eropa mencatat inflasi 9,1 persen pada periode sama, atau bahkan Turki yang inflasinya tembus hingga 80 persen.

Meskipun masih rendah, Indonesia perlu memperkuat kerangka kerja dan sinergi antara pemerintah pusat dan daerah dalam mengendalikan inflasi.

Intervensi pemerintah pusat dan daerah akan menjadi bagian penting dalam upaya pengendalian inflasi, termasuk penguatan ketahanan pangan dan energi di berbagai daerah. Soliditas yang kuat antara pemerintah pusat dan daerah juga dapat menjadi bekal untuk menjaga tren pemulihan ekonomi dan menghadapi gejolak eksternal selanjutnya.