Bahlil tata ekspor dan sebar insentif untuk dorong hilirisasi mineral
26 September 2022 14:26 WIB
Arsip foto - Menteri Investasi atau Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia mengikuti rapat kerja bersama Komisi VI DPR RI di kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (8/9/2022). ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra/hp/aa.
Jakarta (ANTARA) - Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia mengungkapkan sejumlah upaya untuk mendorong hilirisasi mineral, yakni dengan melakukan penataan ekspor dan menebar insentif investasi.
"Kami tetap melakukan penataan terhadap ekspor, makanya semakin banyak perusahaan yang sekarang kami minta cepat bangun hilirisasi," katanya dalam konferensi pers di Jakarta, Senin.
Bahlil mengatakan, dalam rangka penataan ekspor, di mana ekspor sejumlah komoditas ekspor dibatasi dan dilarang, pemerintah hanya akan mengizinkan pengusaha yang sudah memiliki smelter untuk bisa melakukan ekspor.
"Skemanya mungkin yang pertama adalah, orang yang bisa melakukan ekspor adalah pengusaha yang sudah punya smelter, atau 80 persen sudah bangun smelter. Jangan pakai cara saya dulu. Saya dulu bilang saya akan bangun smelter, tapi itu sebenarnya hanya taktik saya untuk dapat kuota ekspor. Jadi cara-cara lama tidak bisa lagi dipakai," katanya.
Baca juga: Penyerapan rendah, Kadin minta hilirisasi timah dilakukan bertahap
Upaya selanjutnya, yakni menebar insentif kepada perusahaan yang melakukan hilirisasi di sektor pertambangan. "Termasuk timah. Capex (belanja modal) timah itu lebih murah ketimbang membangun hilirisasi nikel," imbuhnya.
Bahlil pun memahami aspirasi pengusaha timah yang meminta hilirisasi timah dilakukan secara bertahap. Ia menuturkan pengalamannya saat awal menjabat sebagai Kepala BKPM di mana kala itu ia menyetop ekspor nikel.
Ia mengaku, sebagai mantan pengusaha tambang nikel, akan sangat merugi dengan kebijakan larangan ekspor. Namun, ia menyadari bahwa sudah saatnya Indonesia membangun hilirisasi.
"Kita harus membangun hilirisasi. Banyak tantangan. Satu setengah bulan orang demo saya di sini, nanti potensi pendapatan negara hilanglah, inilah, macam-macam. Dan itu pengusaha. Saya kan mantan ketua Hipmi, jadi tahu bagaimana caranya mem-pressure (menekan) pemerintah," katanya.
Maka, menurut Bahlil, argumentasi terkait penolakan ekspor timah wajar dilakukan. Salah satu komoditas yaitu mineral timah, yang juga akan dilarang ekspornya pada akhir 2022 ini, tetap harus segera dihilirisasi.
Baca juga: Sektor investasi hasilkan Bali Compendium pada G20 TIIMM
Meski Indonesia hanya penghasil timah kedua dunia setelah China, namun Indonesia merupakan eksportir timah terbesar di dunia.
"China itu 80 persen produk timahnya dibangun di negaranya, dibangun hilirisasi. Kita ini enggak. Sudah barangnya punya kita, harganya pun dikendalikan oleh negara lain. Ini otak kita ditaruh di mana.
Jadi saya menghargai pemikiran teman-teman saya di Kadin, tapi saya tidak terbuai dengan pemikiran yang tidak berpihak pada kepentingan negara," kata Bahlil.
"Kami tetap melakukan penataan terhadap ekspor, makanya semakin banyak perusahaan yang sekarang kami minta cepat bangun hilirisasi," katanya dalam konferensi pers di Jakarta, Senin.
Bahlil mengatakan, dalam rangka penataan ekspor, di mana ekspor sejumlah komoditas ekspor dibatasi dan dilarang, pemerintah hanya akan mengizinkan pengusaha yang sudah memiliki smelter untuk bisa melakukan ekspor.
"Skemanya mungkin yang pertama adalah, orang yang bisa melakukan ekspor adalah pengusaha yang sudah punya smelter, atau 80 persen sudah bangun smelter. Jangan pakai cara saya dulu. Saya dulu bilang saya akan bangun smelter, tapi itu sebenarnya hanya taktik saya untuk dapat kuota ekspor. Jadi cara-cara lama tidak bisa lagi dipakai," katanya.
Baca juga: Penyerapan rendah, Kadin minta hilirisasi timah dilakukan bertahap
Upaya selanjutnya, yakni menebar insentif kepada perusahaan yang melakukan hilirisasi di sektor pertambangan. "Termasuk timah. Capex (belanja modal) timah itu lebih murah ketimbang membangun hilirisasi nikel," imbuhnya.
Bahlil pun memahami aspirasi pengusaha timah yang meminta hilirisasi timah dilakukan secara bertahap. Ia menuturkan pengalamannya saat awal menjabat sebagai Kepala BKPM di mana kala itu ia menyetop ekspor nikel.
Ia mengaku, sebagai mantan pengusaha tambang nikel, akan sangat merugi dengan kebijakan larangan ekspor. Namun, ia menyadari bahwa sudah saatnya Indonesia membangun hilirisasi.
"Kita harus membangun hilirisasi. Banyak tantangan. Satu setengah bulan orang demo saya di sini, nanti potensi pendapatan negara hilanglah, inilah, macam-macam. Dan itu pengusaha. Saya kan mantan ketua Hipmi, jadi tahu bagaimana caranya mem-pressure (menekan) pemerintah," katanya.
Maka, menurut Bahlil, argumentasi terkait penolakan ekspor timah wajar dilakukan. Salah satu komoditas yaitu mineral timah, yang juga akan dilarang ekspornya pada akhir 2022 ini, tetap harus segera dihilirisasi.
Baca juga: Sektor investasi hasilkan Bali Compendium pada G20 TIIMM
Meski Indonesia hanya penghasil timah kedua dunia setelah China, namun Indonesia merupakan eksportir timah terbesar di dunia.
"China itu 80 persen produk timahnya dibangun di negaranya, dibangun hilirisasi. Kita ini enggak. Sudah barangnya punya kita, harganya pun dikendalikan oleh negara lain. Ini otak kita ditaruh di mana.
Jadi saya menghargai pemikiran teman-teman saya di Kadin, tapi saya tidak terbuai dengan pemikiran yang tidak berpihak pada kepentingan negara," kata Bahlil.
Pewarta: Ade irma Junida
Editor: Nusarina Yuliastuti
Copyright © ANTARA 2022
Tags: