Menlu Retno: Krisis Rohingya perlu terus jadi perhatian internasional
23 September 2022 22:00 WIB
Sejumlah menteri menghadiri pertemuan tingkat menteri yang diinisiasi oleh Kanada untuk membahas situasi di Myanmar di sela-sela kegiatan Sidang Majelis Umum PBB ke-73 di New York, Selasa (25/9) (Kemlu RI)
Jakarta (ANTARA) - Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi mengatakan bahwa krisis Rohingya perlu terus menjadi perhatian publik internasional.
“Tugas kita bersama adalah untuk memastikan bahwa dunia internasional tetap memberikan perhatian bagi Rohingya,"
kata Menlu saat berbicara dalam High-Level Side Event on Rohingya Crisis di sela-sela Sidang Majelis Umum ke-77 PBB di New York, pada Kamis (22/9).
Seperti disampaikan melalui keterangan tertulis Kemlu RI, Menlu Retno menekankan tiga hal utama yang perlu dilakukan masyarakat internasional, yakni pertama, menciptakan situasi yang kondusif bagi kepulangan masyarakat Rohingya; kedua, memastikan perlindungan keamanan dan keselamatan masyarakat Rohingya di kamp-kamp pengungsian di Cox's Bazar, Bangladesh; serta ketiga, mendorong perdamaian dan rekonsiliasi nasional di Myanmar.
Dia pun menggarisbawahi pentingnya peran yang dapat dimainkan ASEAN untuk mengembalikan perdamaian dan stabilitas di Myanmar.
Baca juga: Komisioner PBB tinjau kondisi HAM dan pengungsi Rohingya di Bangladesh
“Indonesia, dalam hal ini, berkomitmen untuk bekerja sama dengan komunitas internasional dalam mencari solusi yang berkelanjutan untuk penanganan isu Rohingya,” tutur Retno.
Mengedepankan kolaborasi dan tanggung jawab bersama untuk mengatasi krisis Rohingya juga merupakan hal utama yang diangkat oleh sejumlah pembicara dalam pertemuan tersebut.
Indonesia merupakan salah satu co-host pertemuan High-Level Side Event on “Rohingya Crisis" yang diselenggarakan bersama dengan Bangladesh, Kanada, Gambia, Arab Saudi, Turki, Inggris, AS, dan Uni Eropa.
Lebih dari 700.000 Muslim Rohingya melarikan diri dari tempat tinggal mereka di Rakhine State, Myanmar, ke negara tetangga Bangladesh karena tindakan keras militer Myanmar.
PBB menyebut tindakan tersebut sebagai genosida. Myanmar menghadapi tuduhan genosida di Mahkamah Internasional di Den Haag atas kekerasan tersebut.
Di lain pihak, Myanmar membantah adanya genosida dengan mengatakan bahwa tindakan tersebut dilakukan untuk merespons gerilyawan yang menyerang pos polisi.
Baca juga: Menlu RI singgung nasib warga Rohingya dalam pertemuan MIKTA
Baca juga: Wakil RI untuk AICHR soroti kehidupan Rohingya yang kian memburuk
“Tugas kita bersama adalah untuk memastikan bahwa dunia internasional tetap memberikan perhatian bagi Rohingya,"
kata Menlu saat berbicara dalam High-Level Side Event on Rohingya Crisis di sela-sela Sidang Majelis Umum ke-77 PBB di New York, pada Kamis (22/9).
Seperti disampaikan melalui keterangan tertulis Kemlu RI, Menlu Retno menekankan tiga hal utama yang perlu dilakukan masyarakat internasional, yakni pertama, menciptakan situasi yang kondusif bagi kepulangan masyarakat Rohingya; kedua, memastikan perlindungan keamanan dan keselamatan masyarakat Rohingya di kamp-kamp pengungsian di Cox's Bazar, Bangladesh; serta ketiga, mendorong perdamaian dan rekonsiliasi nasional di Myanmar.
Dia pun menggarisbawahi pentingnya peran yang dapat dimainkan ASEAN untuk mengembalikan perdamaian dan stabilitas di Myanmar.
Baca juga: Komisioner PBB tinjau kondisi HAM dan pengungsi Rohingya di Bangladesh
“Indonesia, dalam hal ini, berkomitmen untuk bekerja sama dengan komunitas internasional dalam mencari solusi yang berkelanjutan untuk penanganan isu Rohingya,” tutur Retno.
Mengedepankan kolaborasi dan tanggung jawab bersama untuk mengatasi krisis Rohingya juga merupakan hal utama yang diangkat oleh sejumlah pembicara dalam pertemuan tersebut.
Indonesia merupakan salah satu co-host pertemuan High-Level Side Event on “Rohingya Crisis" yang diselenggarakan bersama dengan Bangladesh, Kanada, Gambia, Arab Saudi, Turki, Inggris, AS, dan Uni Eropa.
Lebih dari 700.000 Muslim Rohingya melarikan diri dari tempat tinggal mereka di Rakhine State, Myanmar, ke negara tetangga Bangladesh karena tindakan keras militer Myanmar.
PBB menyebut tindakan tersebut sebagai genosida. Myanmar menghadapi tuduhan genosida di Mahkamah Internasional di Den Haag atas kekerasan tersebut.
Di lain pihak, Myanmar membantah adanya genosida dengan mengatakan bahwa tindakan tersebut dilakukan untuk merespons gerilyawan yang menyerang pos polisi.
Baca juga: Menlu RI singgung nasib warga Rohingya dalam pertemuan MIKTA
Baca juga: Wakil RI untuk AICHR soroti kehidupan Rohingya yang kian memburuk
Pewarta: Yashinta Difa Pramudyani
Editor: Mulyo Sunyoto
Copyright © ANTARA 2022
Tags: