Anies pastikan tak ada komersialisasi seni budaya di TIM
23 September 2022 19:16 WIB
Pementasan teater bertajuk "Legenda burung api dari Cikini pentas perdana di Graha Bhakti Budaya, setelah revitalisasi Taman Ismail Marzuki (TIM) rampung di Jakarta, Jumat (23/9/2022). ANTARA/Dewa Ketut Sudiarta Wiguna/aa.
Jakarta (ANTARA) - Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan memastikan tidak ada komersialisasi di Taman Ismail Marzuki (TIM) Jakarta untuk mendukung kemajuan seni budaya.
"Itulah sebabnya komitmennya diwujudkan dalam bentuk anggaran yang nantinya akan disalurkan dari pemerintah supaya kegiatan seni bisa berjalan tanpa ada komersialisasi," kata Anies usai menyaksikan pentas teater di Graha Bhakti Budaya TIM, Jakarta, Jumat.
Untuk itu, ia meminta agar ada alokasi subsidi untuk menjamin kelangsungan aktivitas seni budaya di TIM yang dibangun dengan alokasi dana Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) sebesar Rp1,4 triliun.
Namun, ia tidak memberikan detail besaran subsidi yang ideal dikucurkan untuk TIM.
"Maka itu kemudian pemerintah harus mengalokasikan anggaran yang cukup untuk seni budaya," imbuhnya.
Baca juga: Mahavisual pamerkan karya seni kutipan dari pelopor bangun TIM
Agar tidak berorientasi mencari keuntungan, lanjut dia, TIM dikelola oleh BUMD DKI, PT Jakarta Propertindo (Jakpro) melalui unit usaha yang khusus mengelola terkait kegiatan seni budaya dan terpisah dari unit komersial.
Contoh serupa dilakukan untuk layanan transportasi umum melalui kucuran subsidi sehingga tarifnya tidak memberatkan kantong masyarakat karena dijual tarif terjangkau.
Rencananya, lanjut Anies, revitalisasi TIM akan diresmikan pada Senin (26/9) setelah direnovasi pada Juli 2019.
Sebelum peresmian itu, Anies membuka pementasan teater perdana oleh seniman muda Ibu Kota bertajuk "Legenda Burung Api dari Cikini".
Mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan itu juga membacakan puisi karya sastrawan WS Rendra yang berjudul "Rakyat adalah sumber kedaulatan".
Baca juga: Seniman tolak Jakpro jadi pengelola TIM
Anies beralasan membawakan puisi tersebut sebagai bentuk pengingat bagi dirinya dan jajaran karena mewakili masyarakat menjalankan amanah.
"Saya mau mengingatkan diri sendiri dan semua yang ada di tempat ini bahwa yang kami kerjakan adalah mewakili rakyat," ucapnya.
"Itulah sebabnya komitmennya diwujudkan dalam bentuk anggaran yang nantinya akan disalurkan dari pemerintah supaya kegiatan seni bisa berjalan tanpa ada komersialisasi," kata Anies usai menyaksikan pentas teater di Graha Bhakti Budaya TIM, Jakarta, Jumat.
Untuk itu, ia meminta agar ada alokasi subsidi untuk menjamin kelangsungan aktivitas seni budaya di TIM yang dibangun dengan alokasi dana Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) sebesar Rp1,4 triliun.
Namun, ia tidak memberikan detail besaran subsidi yang ideal dikucurkan untuk TIM.
"Maka itu kemudian pemerintah harus mengalokasikan anggaran yang cukup untuk seni budaya," imbuhnya.
Baca juga: Mahavisual pamerkan karya seni kutipan dari pelopor bangun TIM
Agar tidak berorientasi mencari keuntungan, lanjut dia, TIM dikelola oleh BUMD DKI, PT Jakarta Propertindo (Jakpro) melalui unit usaha yang khusus mengelola terkait kegiatan seni budaya dan terpisah dari unit komersial.
Contoh serupa dilakukan untuk layanan transportasi umum melalui kucuran subsidi sehingga tarifnya tidak memberatkan kantong masyarakat karena dijual tarif terjangkau.
Rencananya, lanjut Anies, revitalisasi TIM akan diresmikan pada Senin (26/9) setelah direnovasi pada Juli 2019.
Sebelum peresmian itu, Anies membuka pementasan teater perdana oleh seniman muda Ibu Kota bertajuk "Legenda Burung Api dari Cikini".
Mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan itu juga membacakan puisi karya sastrawan WS Rendra yang berjudul "Rakyat adalah sumber kedaulatan".
Baca juga: Seniman tolak Jakpro jadi pengelola TIM
Anies beralasan membawakan puisi tersebut sebagai bentuk pengingat bagi dirinya dan jajaran karena mewakili masyarakat menjalankan amanah.
"Saya mau mengingatkan diri sendiri dan semua yang ada di tempat ini bahwa yang kami kerjakan adalah mewakili rakyat," ucapnya.
Pewarta: Dewa Ketut Sudiarta Wiguna
Editor: Edy Sujatmiko
Copyright © ANTARA 2022
Tags: