Dirjen Bea Cukai: Perlu regulasi pelarangan kapal "HSC"
23 September 2022 17:02 WIB
Direktur Jenderal Bea dan Cukai Askolani saat konfrensi pers Bea Cukai ungkap kasus pencucian uang hasil penyelundupan rokok ilegal dengan kerugian negara mencapai Rp1 Triliun (ANTARA/Yude)
Batam (ANTARA) - Direktur Jenderal Bea dan Cukai Askolani mengatakan perlu ada regulasi pelarangan penggunaan kapal high speed crafts ("HSC") karena kerap digunakan untuk penyelundupan barang-barang ilegal.
Menurut dia, perlunya regulasi pelarangan itu terkait pengungkapan kasus tindak pidana pencucian uang (TPPU) hasil penyelundupan rokok impor ilegal menggunakan kapal "HSC" di Perairan Berakit, Kabupaten Bintan, Kepulauan Riau, yang dilakukan Bea Cukai.
“Agar kejadian serupa tidak terulang, maka perlu adanya koordinasi tingkat tinggi untuk penerbitan regulasi larangan penggunaan kapal "HSC" dan sanksi tegas harus diberikan atas kewajiban penggunaan automatic identification system (AIS),” ujar Askolani di Batam, Kepulauan Riau, Jumat.
Baca juga: Polri-Dirjen BC tandatangani PKS cegah kejahatan transnasional
Askolani menyebutkan dari hasil penyelidikan yang dilakukan, penyelundupan menggunakan kapal "HSC" secara ship to ship (kapal ke kapal) awalnya hanya terbatas di wilayah Batam dan Kepulauan Riau.
“Tapi saat ini kapal "HSC" dapat langsung berlayar menuju daratan Sumatera atau Jakarta sekali pun tanpa perlu melakukan pengisian ulang bahan bakar minyak (BBM),” katanya.
Tidak hanya itu, paparnya, kapal tersebut bahkan terdeteksi di wilayah Aceh, Riau, Kalimantan Bagian Barat, hingga Kalimantan Utara.
Baca juga: Dirjen Bea Cukai telah menindak 11 juta batang rokok ilegal dari China
“Di wilayah perairan Selat Singapura pun frekuensi perlintasannya meningkat, dari 3 sampai 6 kali deteksi pelintasan menjadi 10 hingga 14 kali deteksi pelintasan per minggu,” ungkapnya.
Untuk itu, kata dia, pihaknya menegaskan bahwa perlu adanya koordinasi tingkat tinggi untuk penerbitan regulasi larangan penggunaan kapal "HSC" agar tidak ada lagi kasus-kasus penyelundupan dengan memanfaatkan kapal tersebut.
"Saat regulasi sudah terbentuk, maka Bea Cukai bersama APH (aparat penegak hukum) lainnya siap berkoordinasi dan berkomitmen dalam pelaksanaan di lapangan. Tidak hanya untuk meningkatkan pengawasan atas penyelundupan TPPU, tetapi koordinasi yang baik diharapkan dapat meningkatkan pengawasan dalam mencegah masuknya barang ilegal dan berbahaya ke wilayah pabean Indonesia," ucapnya.
Baca juga: Dirjen Bea Cukai menindak 1.300 barang ilegal di 2021
"HSC" sendiri merupakan kapal dengan konstruksi fiber yang dilengkapi 4-8 unit mesin berkecepatan tinggi dengan desain bagian atas terbuka dirancang khusus untuk penyelundupan.
Kapal ini tidak memiliki surat perizinan dari Direktorat Jendral Perhubungan Laut dan "HSC" kerap digunakan untuk melakukan penyelundupan barang-barang bersifat high value goods (barang-batang berkualitas tinggi) seperti narkotika, rokok, minuman beralkohol, benih bening lobster, pasir timah, telepon seluler, barang elektronik lainnya, dan pekerja migran ilegal.
Menurut dia, perlunya regulasi pelarangan itu terkait pengungkapan kasus tindak pidana pencucian uang (TPPU) hasil penyelundupan rokok impor ilegal menggunakan kapal "HSC" di Perairan Berakit, Kabupaten Bintan, Kepulauan Riau, yang dilakukan Bea Cukai.
“Agar kejadian serupa tidak terulang, maka perlu adanya koordinasi tingkat tinggi untuk penerbitan regulasi larangan penggunaan kapal "HSC" dan sanksi tegas harus diberikan atas kewajiban penggunaan automatic identification system (AIS),” ujar Askolani di Batam, Kepulauan Riau, Jumat.
Baca juga: Polri-Dirjen BC tandatangani PKS cegah kejahatan transnasional
Askolani menyebutkan dari hasil penyelidikan yang dilakukan, penyelundupan menggunakan kapal "HSC" secara ship to ship (kapal ke kapal) awalnya hanya terbatas di wilayah Batam dan Kepulauan Riau.
“Tapi saat ini kapal "HSC" dapat langsung berlayar menuju daratan Sumatera atau Jakarta sekali pun tanpa perlu melakukan pengisian ulang bahan bakar minyak (BBM),” katanya.
Tidak hanya itu, paparnya, kapal tersebut bahkan terdeteksi di wilayah Aceh, Riau, Kalimantan Bagian Barat, hingga Kalimantan Utara.
Baca juga: Dirjen Bea Cukai telah menindak 11 juta batang rokok ilegal dari China
“Di wilayah perairan Selat Singapura pun frekuensi perlintasannya meningkat, dari 3 sampai 6 kali deteksi pelintasan menjadi 10 hingga 14 kali deteksi pelintasan per minggu,” ungkapnya.
Untuk itu, kata dia, pihaknya menegaskan bahwa perlu adanya koordinasi tingkat tinggi untuk penerbitan regulasi larangan penggunaan kapal "HSC" agar tidak ada lagi kasus-kasus penyelundupan dengan memanfaatkan kapal tersebut.
"Saat regulasi sudah terbentuk, maka Bea Cukai bersama APH (aparat penegak hukum) lainnya siap berkoordinasi dan berkomitmen dalam pelaksanaan di lapangan. Tidak hanya untuk meningkatkan pengawasan atas penyelundupan TPPU, tetapi koordinasi yang baik diharapkan dapat meningkatkan pengawasan dalam mencegah masuknya barang ilegal dan berbahaya ke wilayah pabean Indonesia," ucapnya.
Baca juga: Dirjen Bea Cukai menindak 1.300 barang ilegal di 2021
"HSC" sendiri merupakan kapal dengan konstruksi fiber yang dilengkapi 4-8 unit mesin berkecepatan tinggi dengan desain bagian atas terbuka dirancang khusus untuk penyelundupan.
Kapal ini tidak memiliki surat perizinan dari Direktorat Jendral Perhubungan Laut dan "HSC" kerap digunakan untuk melakukan penyelundupan barang-barang bersifat high value goods (barang-batang berkualitas tinggi) seperti narkotika, rokok, minuman beralkohol, benih bening lobster, pasir timah, telepon seluler, barang elektronik lainnya, dan pekerja migran ilegal.
Pewarta: Ilham Yude Pratama
Editor: Herry Soebanto
Copyright © ANTARA 2022
Tags: