Jenewa (ANTARA) - Pakar HAM Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tentang Myanmar, Tom Andrews, mengatakan bahwa pemilu yang direncanakan oleh junta negara itu dapat menjadi muslihat, dan dia memperingatkan sejumlah negara lain agar tidak menawarkan bantuan yang akan melegitimasi pemilihan tersebut.

"Yang sangat penting adalah negara-negara di dunia tidak terjebak dalam upaya memberikan bantuan teknis atau dukungan untuk hal yang jelas-jelas merupakan penipuan. Jika melakukan itu, Anda justru memperburuk keadaan," kata Andrews pada Kamis.

Junta Myanmar mengumumkan keadaan darurat setelah merebut kekuasaan dari pemerintah terpilih Aung San Suu Kyi dalam kudeta pada Februari tahun lalu, dan secara tentatif merencanakan pemilu pada Agustus 2023.

Dukungan dari negara lain, menurut Andrews, akan memberikan jajak pendapat yang diselenggarakan junta sebuah "fatamorgana legitimasi".

Terkait pandangannya tentang pemilu, Andrews mengatakan tekanan terhadap oposisi telah membuat pemilu yang bebas dan adil menjadi mustahil.

Andrews juga menyatakan keprihatinan atas konflik yang meluas saat ini antara junta dan oposisi bersenjata. Dia merujuk pada serangan oleh helikopter tentara di sebuah sekolah di Myanmar awal pekan ini yang menewaskan 13 orang, termasuk tujuh anak-anak, menurut media dan penduduk setempat.

"Ada siklus kekerasan yang mengerikan yang sedang berlangsung dan ketakutan saya adalah bahwa ini akan menjadi bola salju di luar kendali," kata dia.

Andrews menyeru tanggapan internasional yang lebih terkoordinasi terhadap krisis Myanmar.

Dewan Keamanan PBB sedang mempertimbangkan resolusi yang dirancang Inggris tetapi Andrews mengatakan dia "tidak memiliki harapan" bahwa resolusi yang berarti akan disahkan.

Menurut dia, apa yang diperlukan saat ini adalah embargo senjata dan sanksi ekonomi yang menargetkan junta Myanmar.

"Resolusi hampir pasti akan diveto. Horor terjadi di mana-mana dan itu terjadi tanpa dunia tampaknya tahu atau peduli tentang apa yang terjadi," tutur Andrews.

Junta telah berulang kali menuduh PBB campur tangan dalam urusannya dan mengatakan sedang memerangi "teroris" yang bertekad untuk mengacaukan negara.

Selain itu, media pemerintah di Myanmar mengatakan India bekerja sama dalam proses pemilu.

Junta mengatakan telah mengadakan konsultasi dengan partai-partai politik tetapi belum mengumumkan aturan di mana pemilihan akan diadakan, dan apakah semua partai akan diizinkan untuk ambil bagian.

Sumber: Reuters