Epidemiolog: Jadikan ucapan WHO semangat akhiri pandemi COVID-19
22 September 2022 19:19 WIB
Vaksinator menyiapkan vaksin dosis ketiga atau booster untuk tenaga kesehatan di RSUD Matraman, Jakarta Timur, Jumat (6/8/2021). Pemerintah menargetkan pemberian dosis ketiga kepada tenaga kesehatan rampung pada pekan kedua Agustus 2021. (ANTARA FOTO/ Fakhri Hermansyah/foc)
Jakarta (ANTARA) - Epidemiolog dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (FKM UI) Tri Yunis Miko Wahyono meminta semua pihak untuk menjadikan ucapan Badan Kesehatan Dunia (WHO) sebagai semangat nyata mengakhiri pandemi COVID-19.
“Menurut saya di depan mata itu bisa jauh, bisa dekat. Betul, kesannya memberi semangat saja,” kata Miko saat dikonfirmasi oleh ANTARA di Jakarta, Kamis.
Menanggapi pernyataan Dirjen WHO, Miko menyatakan bahwa ucapan terkait “akhir pandemi di depan mata” itu hanyalah sebuah seruan diplomasi semata.
Sebab WHO tidak menyebutkan secara pasti kapan atau berapa lama lagi, status pandemi COVID-19 benar-benar akan berakhir.
Menurut Miko seharusnya WHO bahkan tidak membuat pernyataan yang multi intepretatif. Dikhawatirkan semangat yang WHO justru diartikan berbeda seperti membebaskan orang untuk melakukan protokol kesehatan.
Baca juga: Epidemiolog: PPKM masih perlu diberlakukan agar warga tak abai prokes
“Sudah dekat itu (berapa lama?) habisnya kurang setahun atau dua tahun? Harusnya sebutkan saja, jangan diplomatis begitu,” katanya.
Oleh karenanya, ia meminta supaya masyarakat Indonesia lebih bersabar dalam menghadapi pandemi COVID-19. Jadikan pernyataan WHO itu sebagai semangat untuk bangkit lebih cepat dan pulih lebih kuat.
Ia juga berharap masyarakat tak bosan mengikuti perkembangan COVID-19 berserta varian-varian barunya, karena varian Omicron seperti BA.4 dan BA.5 yang kini sedang mendominasi di Tanah Air dan harus mendapatkan perhatian penuh.
Kemudian Miko juga meminta supaya pemerintah bersikap tegas untuk menentukan arah mana yang akan dituju oleh Indonesia. Dalam hal tersebut yang dimaksud adalah mendeklarasikan diir untuk bebas protokol kesehatan atau menganggap COVID-19 menjadi common cold.
“Apakah kita akan mengambil sikap yang sama dengan Thailand yang menagnggap COVID-19 itu common cold, jadi artinya biasa saja atau kita berhati-hati melihat gelombang berikutnya?,” ujarnya.
Sebelumnya pada Rabu (14/9), Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus menyerukan jika akhir pandemi COVID-19 sudah ada di depan mata.
“Kita belum sampai di sana (akhir pandemi), tetapi ujungnya sudah terlihat,” katanya.
Meski demikian, ia mendesak masyarakat di seluruh dunia untuk meningkatkan kewaspadaan menahan penyebaran virus.
Dia meminta supaya aturan pelaksanaan tes COVID-19 dan analisis gen saat ini, tetap dipertahankan dan upaya vaksinasi anti-COVID dipercepat di daerah-daerah yang tingkat vaksinasinya masih lebih rendah.
Baca juga: Ma'ruf Amin: Pandemi COVID-19 di Indonesia mengarah ke endemi
“Menurut saya di depan mata itu bisa jauh, bisa dekat. Betul, kesannya memberi semangat saja,” kata Miko saat dikonfirmasi oleh ANTARA di Jakarta, Kamis.
Menanggapi pernyataan Dirjen WHO, Miko menyatakan bahwa ucapan terkait “akhir pandemi di depan mata” itu hanyalah sebuah seruan diplomasi semata.
Sebab WHO tidak menyebutkan secara pasti kapan atau berapa lama lagi, status pandemi COVID-19 benar-benar akan berakhir.
Menurut Miko seharusnya WHO bahkan tidak membuat pernyataan yang multi intepretatif. Dikhawatirkan semangat yang WHO justru diartikan berbeda seperti membebaskan orang untuk melakukan protokol kesehatan.
Baca juga: Epidemiolog: PPKM masih perlu diberlakukan agar warga tak abai prokes
“Sudah dekat itu (berapa lama?) habisnya kurang setahun atau dua tahun? Harusnya sebutkan saja, jangan diplomatis begitu,” katanya.
Oleh karenanya, ia meminta supaya masyarakat Indonesia lebih bersabar dalam menghadapi pandemi COVID-19. Jadikan pernyataan WHO itu sebagai semangat untuk bangkit lebih cepat dan pulih lebih kuat.
Ia juga berharap masyarakat tak bosan mengikuti perkembangan COVID-19 berserta varian-varian barunya, karena varian Omicron seperti BA.4 dan BA.5 yang kini sedang mendominasi di Tanah Air dan harus mendapatkan perhatian penuh.
Kemudian Miko juga meminta supaya pemerintah bersikap tegas untuk menentukan arah mana yang akan dituju oleh Indonesia. Dalam hal tersebut yang dimaksud adalah mendeklarasikan diir untuk bebas protokol kesehatan atau menganggap COVID-19 menjadi common cold.
“Apakah kita akan mengambil sikap yang sama dengan Thailand yang menagnggap COVID-19 itu common cold, jadi artinya biasa saja atau kita berhati-hati melihat gelombang berikutnya?,” ujarnya.
Sebelumnya pada Rabu (14/9), Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus menyerukan jika akhir pandemi COVID-19 sudah ada di depan mata.
“Kita belum sampai di sana (akhir pandemi), tetapi ujungnya sudah terlihat,” katanya.
Meski demikian, ia mendesak masyarakat di seluruh dunia untuk meningkatkan kewaspadaan menahan penyebaran virus.
Dia meminta supaya aturan pelaksanaan tes COVID-19 dan analisis gen saat ini, tetap dipertahankan dan upaya vaksinasi anti-COVID dipercepat di daerah-daerah yang tingkat vaksinasinya masih lebih rendah.
Baca juga: Ma'ruf Amin: Pandemi COVID-19 di Indonesia mengarah ke endemi
Pewarta: Hreeloita Dharma Shanti
Editor: Triono Subagyo
Copyright © ANTARA 2022
Tags: