Jakarta (ANTARA) - Fesyen street mendadak populer di Indonesia berkat Citayam Fashion Week, dan Desainer Musa Widyatmojo berpendapat bahwa fenomena tersebut klimaks sebelum waktunya.

"Kalau saya menganggapnya klimaks sebelum waktunya saja. Sudah keburu layu. Sekarang sudah tidak terdengar lagi kan. Padahal mereka butuh tempat," kata Musa saat dijumpai di Jakarta Selatan, Kamis.

Musa menjelaskan, sesungguhnya fesyen banyak bergerak dari level bawah. Sehingga, menurutnya, munculnya Citayam Fashion Week adalah sesuatu yang wajar. Sebab, siapa pun bisa memulai untuk menciptakan fesyen.

Baca juga: Polisi tutup sementara lokasi CFW akibat macet di Jalan Sudirman

Akan tetapi, Musa menyampaikan bahwa dia menyayangkan respon yang diberikan oleh masyarakat yang mengaku komunitas fesyen. Menurutnya, seharusnya ada solusi yang bisa memberikan tempat bagi para muda-mudi yang tergabung dalam Citayam Fashion Week untuk berekspresi.

"Sebetulnya banyak orang yang tidak memahami bahwa fesyen itu banyak yang bergerak dari bawah. Secara dunia itu dari level bawah. Kayak celana jeans itu juga dari level bawah. Jadi sebetulnya buat kita yang mengerti itu, orang-orang fesyen menganggap itu adalah sesuatu yang wajar," tutur Musa.

"Siapapun bisa memulai. Hanya yang saya agak sayangkan adalah pengelolaannya dan responnya baik dari masyarakat yang mengaku komunitas fesyen atau dari pemerintah sendiri. Sebenarnya kita bisa mencari solusi."

"Jadi bukan mencari suatu larangan atau peraturan, tidak. Seharusnya itu merupakan suatu inisiatif kreatif ya. Kreatif untuk berpikir, berekspresi dan sebetulnya kalau itu dikembangkan, bisa menjadi destinasi pariwisata. Dan itu bisa menghidupkan ekonomi tersendiri," lanjutnya.

Baca juga: Disparekraf: Citayam Fashion Week wadah kreativitas anak muda

Di sisi lain, Ketua Umum APPMI (Asosiasi Perancang Pengusaha Mode Indonesia) Poppy Dharsono menganggap bahwa Citayam Fashion Week adalah sebuah fenomena kebersamaan yang luar biasa.

Citayam Fashion Week, menurut Poppy, adalah cara para muda-mudi untuk mengekspresikan kegalauan mereka setelah 2 tahun berdiam di rumah karena pandemi. Oleh sebab itu, mereka membutuhkan tempat untuk menghibur diri.

"Untuk saya Citayam Fashion Week itu sebuah fenomena kebersamaan yang luar biasa dari putra putri kita yang setelah 2 tahun mereka tidak bisa ke mana-mana. Akhirnya yang mereka lakukan ketika sudah dibuka mereka naik kereta dari Citayam ke Dukuh Atas," jelas Poppy.

"Mereka begitu spontan ya memakai kesempatan itu untuk mengekspresikan kegalauannya mereka. Mereka ingin tempat, mereka ingin berkreasi, mereka ingin menghibur dirinya sendiri dengan fesyen yang ada, tetapi menjadi tren untuk mereka," sambungnya.

Lebih lanjut, Poppy juga menjelaskan bahwa Citayam Fashion Week bukanlah representatif dari industri fesyen yang ada di Indonesia. Namun, fenomena tersebut merupakan fenomena sosial budaya karena pandemi.

"Terus terang itu bukan representatif dari industri fesyen yang ada di Indonesia seperti Harajuku di Jepang. Tetapi saya melihat lebih kepada fenomena sosial budaya karena pandemi, dan karena kebutuhan dari anak-anak muda untuk memiliki tempat di mana mereka bisa berekspresi," tutupnya.

Baca juga: Urbanasia 'Citayam' Fashion Week libatkan 12 "brand" lokal

Baca juga: Roy Citayam Fashion Week ingin punya merek fesyen sendiri

Baca juga: Bima tawarkan Citayam Fashion Week diadakan di Bogor