Jakarta (ANTARA) - Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo mengatakan kenaikan suku bunga acuan sebesar 50 basis poin (bps) pada bulan September 2022 akan mengarahkan inflasi inti kembali ke bawah level empat persen pada triwulan III-2022.

"Transmisi suku bunga kebijakan ke inflasi dan ekonomi domestik itu kurang lebih totalnya empat triwulan. Inflasi yang kami sasar adalah inflasi inti yang menggambarkan daya beli, kekuatan permintaan dan penawaran," ucap Perry dalam Konferensi Pers Hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI bulan September di Jakarta, Kamis.

Adapun inflasi inti diperkirakan mencapai puncaknya di level 4,6 persen secara tahunan (year-on-year/yoy) pada akhir tahun 2022. Pada bulan Agustus 2022, inflasi inti sudah mencapai 3,04 persen (yoy).

Baca juga: BI perkirakan inflasi 2022 tembus 6 persen akibat kenaikan harga BBM

Dengan demikian, ia menegaskan kenaikan suku bunga acuan akan menjadi kebijakan pengendali inflasi inti dari sisi permintaan. Dari sisi pasokan, koordinasi dengan pemerintah terus dilakukan antara lain dengan Gerakan Nasional Pengendalian Inflasi Pangan (GNPIP).

Sementara untuk inflasi pangan bergejolak (volatile food) sejauh ini hanya bersifat musiman, yakni seperti kenaikan harga cabai dan bawang beberapa waktu belakangan. Pada Agustus 2022, inflasi kelompok ini menurun menjadi 8,93 persen (yoy) sejalan dengan peningkatan pasokan dari daerah sentra produksi.

Sedangkan inflasi harga diatur pemerintah (administered price) akan sangat bergantung pada kebijakan pemerintah, yang mana pada Agustus 2022 tercatat sebesar 6,84 persen (yoy).

Baca juga: BI kembali pangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi global jadi 2,8 persen

Perry menegaskan pihaknya setiap bulan akan terus meninjau kembali perkembangan ekonomi global dan domestik, terutama kelanjutan dari dampak lanjutan (second round) kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) terhadap inflasi.

Dengan sinergi yang sangat erat antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan 46 Kantor Perwakilan BI di daerah, dampak lanjutan tersebut diharapkan bisa terkendali.

"Inflasi kita itu juga tentu saja relatif terkendali dibandingkan negara-negara lain dan keperluan kenaikan suku bunga yang lebih agresif itu tidak diperlukan di Indonesia," ujarnya.

Oleh karena itu, dia menekankan bank sentral akan terus memperkuat respons kebijakan yang diperlukan untuk mengatasi tekanan inflasi, baik dari sisi moneter, makropudensial, maupun lain-lain.