Transformasi Pelindo menggeliatkan ekonomi KTI
Oleh Suriani Mappong
20 September 2022 21:18 WIB
Suasana aktivitas bongkar muat di Makassar New Port (MNP) yang merupakan salah satu pelabuhan kelolaan PT Pelindo Regional 4 yang dibawahi PT Pelindo. ANTARA/Suriani Mappong
Makassar (ANTARA) - Transformasi Pelindo setelah melewati merger selama setahun mulai membuahkan hasil. Dua kata kunci, yakni efisiensi dan efektivitas yang diberikan BUMN tersebut pascamerger, mulai dirasakan manfaatnya oleh pengusaha terutama para eksportir.
Dulu, dari generasi ke generasi ada perbincangan klasik di kalangan masyarakat dan pelaku usaha di Kawasan Timur Indonesia. Mereka bilang KTI memiliki sumber daya alam melimpah namun tanpa dukungan distribusi yang lancar dengan harga terjangkau.
Berbagai upaya untuk mendorong peningkatan sumber daya manusia agar potensi SDA dapat dikelola secara optimal untuk menghasilkan keuntungan, kerap tidak dibarengi dengan dukungan distribusi barang maupun jasa sehingga kembali ke kondisi semula.
Panjangnya mata-rantai arus distribusi barang dari wilayah KTI ke wilayah barat Indonesia, begitu pula sebaliknya, mampu ditangkap perusahaan pelabuhan milik negara PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo) yang awalnya terbagi empat wilayah yakni Pelindo I, Pelindo II, Pelindo III, dan Pelindo IV yang masing-masing memiliki peran dan kewenangan.
Menjawab semua persoalan di lapangan, termasuk alasan efisiensi dan efektivitas layanan, maka pada 1 Oktober 2021 keempat Pelindo tersebut merger menjadi satu kesatuan yakni PT Pelindo (Persero).
Untuk menyatukan menjadi PT Pelindo tentu melalui pertimbangan dan proses cukup panjang, termasuk melakukan sejumlah pembenahan di berbagai sektor sebelum turun kebijakan pemerintah untuk meresmikan PT Pelabuhan Indonesia.
Kini tinggal menghitung hari, PT Pelindo berusia setahun pascamerger. Untuk ukuran sebuah korporasi merger, usia ini tergolong masih amat muda. Namun setidaknya sudah ada titik awal yang terbangun dari upaya keras dari jajaran Pelindo untuk memberikan pelayanan terbaik bagi pengguna jasa.
Upaya perbaikan manajemen dan layanan ini, juga menjadi langkah awal untuk memajukan sistem kepelabuhanan Indonesia agar dapat sejajar dengan pelabuhan negara-negara tetangga bahkan kelak menjadi leader atau pemimpin.
Dengan tekad menjadikan perusahaan lebih baik dan menjadikan pelabuhan Indonesia mendunia, setahap demi setahap mulai dibuktikan.
Hal itu setidaknya tergambar pada kinerja Pelindo Regional 4 yang membawahkan operasional pelabuhan yang ada di KTI. Pelabuhan ini sebelumnya terseok-seok mengatasi ketertinggalan pembangunan infrastruktur di wilayah Barat.
Menurut Regional Head 4 Pelindo, Enriany Muis, pascamerger beberapa cabang di Regional 4 secara bertahap melakukan kerja sama dengan subholding yang dibentuk setelah Pelindo bergabung.
Dari 26 cabang di Regional 4, sejak Januari 2022 secara bertahap mulai bergabung dengan subholding yang ada, yakni Subholding Pelindo Jasa Maritim (SPJM), Subholding Pelindo Multi Terminal (SPMT), Subholding Pelindo Terminal Petikemas (SPTP), dan Subholding Pelindo Solusi Logistik (SPSL) serta anak perusahaan PT Indonesia Kendaraan Terminal (IKT).
Hasil dari kerja sama tersebut menjadikan proses bisnis lebih fokus. Sebagai gambaran, cabang yang tadinya menangani beberapa segmen jasa kepelabuhanan yaitu peti kemas, nonpeti kemas, penumpang dan lain-lain, setelah kerja sama dengan subholding bisa lebih terarah dan fokus.
Selain itu, kinerja bisa lebih optimal dibandingkan pada saat hanya ditangani oleh satu unit kerja atau cabang.
Contoh lainnya, Pelabuhan Utama Makassar yang setelah diserah terima operasi (STO) oleh SPMT mengalami peningkatan kinerja cukup signifikan.
Sebagai perbandingan, ketika curah kering ditangani Cabang Makassar maka bongkar muatnya hanya 2.000 ton -- 2.500 ton per hari, namun setelah dikelola oleh subholding, kini bongkar muat meningkat jadi 5.000 ton - 6.000 ton curah kering per hari.
Angka-angka tersebut menunjukkan bahwa transformasi Pelindo mampu mendongkrak volume usaha sehingga mempercepat perputaran ekonomi kawasan.
Dengan pola kerja yang baru ini setelah merger, fungsi Cabang Makassar tetap sebagai pemilik aset dan pengambil kebijakan seperti penetapan tarif, kerja sama, dan lain sebagainya.
Sementara pihak subholding tetap melakukan koordinasi dan Cabang Makassar yang berhak untuk memberikan evaluasi. Dengan demikian, selaku pemilik aset, fungsi cabang adalah untuk memonitor dan mengevaluasi kegiatan subholding yang bekerja di wilayahnya.
Dampak penerapan dari perubahan manajemen yang bertujuan pada standar nasional, juga terlihat dari rentang waktu tunggu kapal atau barang di pelabuhan (port stay dan cargo stay).
Sebagai contoh, di Pelabuhan Ambon yang sebelumnya port stay-nya 3 hari, setelah penerapan manajemen baru kini berkurang menjadi hanya 1,5 hari.
Kondisi serupa juga terjadi di Cabang Makassar yang sebelumnya port stay-nya 2 hari, saat ini hanya 1 hari dan di Cabang Tolitoli dari 3 hari menjadi 2 hari.
Mencermati semua perkembangan pascamerger itu, selain perusahaan menjadi fokus dan memiliki standarisasi pelayanan, yang tidak kalah penting dilakukan adalah digitalisasi di segala lini.
Percontohan nasional Gebrakan awal pada tahun pertama pascamerger, PT Pelindo Regional 4 menerapkan sistem operasi terminal atau Terminal Operation System (TOS) di Terminal Peti Kemas Makassar (TPM) dan ini menjadi proyek percontohan nasional.
Dameanto Marilitua Pangaribuan selaku Kepala Terminal Peti Kemas Makassar (TPM) mengatakan, kalau penerapan TOS di terminal peti kemas berbasis digital untuk dalam dan luar negeri, kali pertama diterapkan TPM di Makassar.
Sebelumnya sudah ada di Pelabuhan Tanjung Priok, namun penerapan TOS di terminal peti kemas ini untuk dalam negeri saja.
Dengan sistem layanan berbasis digital itu, maka dokumen jasa hingga untuk memantau posisi kontainer di terminal maupun dalam perjalan ke tujuan dapat terpantau melalui satu aplikasi digital.
Dengan demikian, lanjutnya, semua terminal yang dikelola itu terintegrasi datanya sehingga posisi kontainer di pelabuhan asal hingga ke pelabuhan tujuan dapat diketahui dengan jelas seperti halnya penggunaan aplikasi ojek online.
Penerapan TOS juga akan memudahkan pemantauan kapal saat datang sehingga rencana dan pengawasan sudah berjalan lebih awal dan membuat kecepatan bongkar muat kapal bisa lebih cepat lagi dibandingkan sebelum menggunakan TOS.
Menilik semua catatan perjalan Pelindo dalam kurun setahun terakhir setelah terintegrasi pada 1 Oktober 2021, wajarlah jika Pelindo dengan perubahan manajemen ini menyimpan harapan besar untuk kemajuan Indonesia pada masa yang akan datang.
Termasuk harapan masyarakat dan pelaku bisnis yang ada di KTI untuk dapat sejajar pelayanannya di kawasan Barat melalui standarisasi pelayanan yang telah diterapkan Pelindo.
Itu artinya, biaya dapat ditekan dan geliat perekonomian di KTI perlahan akan bangkit setelah sempat tertinggal pada masa lalu.
Hal itu diakui salah seorang pengguna jasa Pelindo, Zulkifli, yang merupakan salah satu eksportir di Sulawesi Selatan.
Sebelum ada digitalisasi layanan dan pembukaan pengiriman langsung (direct call) ke luar negeri, para pelaku usaha di daerah ini dan KTI dibebani biaya transportasi tinggi karena ekspor komoditas harus melalui Pelabuhan Tanjung Perak di Surabaya atau di Pelabuhan Tanjung Priok di Jakarta.
Namun dengan pengiriman komoditas ekspor langsung dari PTM di Makassar, efisiensi dan efektivitas bisnis dapat tercapai.
Testimoni pelaku usaha itu menjadi salah satu bukti peran Pelindo dengan transformasi operasionalnya yang dapat menjembatani kemudahan berniaga di lapangan.
Meski baru berusia setahun, Pelindo kini mulai memperlihatkan eksistensi dan perannya. Perusahaan ini juga menjadi pionir dalam perhelatan sistem kepelabuhanan internasional.
Dengan capaian tersebut, Pelindo bakal tumbuh dan berperan lebih besar dalam memajukan bisnis di KTI.
Kemampuan Pelindo menjawab tantangan dan dinamika bisnis ke depan bakal menguatkan BUMN tersebut dan menjadi garda terdepan dalam mempercepat pemulihan ekonomi nasional.
Dulu, dari generasi ke generasi ada perbincangan klasik di kalangan masyarakat dan pelaku usaha di Kawasan Timur Indonesia. Mereka bilang KTI memiliki sumber daya alam melimpah namun tanpa dukungan distribusi yang lancar dengan harga terjangkau.
Berbagai upaya untuk mendorong peningkatan sumber daya manusia agar potensi SDA dapat dikelola secara optimal untuk menghasilkan keuntungan, kerap tidak dibarengi dengan dukungan distribusi barang maupun jasa sehingga kembali ke kondisi semula.
Panjangnya mata-rantai arus distribusi barang dari wilayah KTI ke wilayah barat Indonesia, begitu pula sebaliknya, mampu ditangkap perusahaan pelabuhan milik negara PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo) yang awalnya terbagi empat wilayah yakni Pelindo I, Pelindo II, Pelindo III, dan Pelindo IV yang masing-masing memiliki peran dan kewenangan.
Menjawab semua persoalan di lapangan, termasuk alasan efisiensi dan efektivitas layanan, maka pada 1 Oktober 2021 keempat Pelindo tersebut merger menjadi satu kesatuan yakni PT Pelindo (Persero).
Untuk menyatukan menjadi PT Pelindo tentu melalui pertimbangan dan proses cukup panjang, termasuk melakukan sejumlah pembenahan di berbagai sektor sebelum turun kebijakan pemerintah untuk meresmikan PT Pelabuhan Indonesia.
Kini tinggal menghitung hari, PT Pelindo berusia setahun pascamerger. Untuk ukuran sebuah korporasi merger, usia ini tergolong masih amat muda. Namun setidaknya sudah ada titik awal yang terbangun dari upaya keras dari jajaran Pelindo untuk memberikan pelayanan terbaik bagi pengguna jasa.
Upaya perbaikan manajemen dan layanan ini, juga menjadi langkah awal untuk memajukan sistem kepelabuhanan Indonesia agar dapat sejajar dengan pelabuhan negara-negara tetangga bahkan kelak menjadi leader atau pemimpin.
Dengan tekad menjadikan perusahaan lebih baik dan menjadikan pelabuhan Indonesia mendunia, setahap demi setahap mulai dibuktikan.
Hal itu setidaknya tergambar pada kinerja Pelindo Regional 4 yang membawahkan operasional pelabuhan yang ada di KTI. Pelabuhan ini sebelumnya terseok-seok mengatasi ketertinggalan pembangunan infrastruktur di wilayah Barat.
Menurut Regional Head 4 Pelindo, Enriany Muis, pascamerger beberapa cabang di Regional 4 secara bertahap melakukan kerja sama dengan subholding yang dibentuk setelah Pelindo bergabung.
Dari 26 cabang di Regional 4, sejak Januari 2022 secara bertahap mulai bergabung dengan subholding yang ada, yakni Subholding Pelindo Jasa Maritim (SPJM), Subholding Pelindo Multi Terminal (SPMT), Subholding Pelindo Terminal Petikemas (SPTP), dan Subholding Pelindo Solusi Logistik (SPSL) serta anak perusahaan PT Indonesia Kendaraan Terminal (IKT).
Hasil dari kerja sama tersebut menjadikan proses bisnis lebih fokus. Sebagai gambaran, cabang yang tadinya menangani beberapa segmen jasa kepelabuhanan yaitu peti kemas, nonpeti kemas, penumpang dan lain-lain, setelah kerja sama dengan subholding bisa lebih terarah dan fokus.
Selain itu, kinerja bisa lebih optimal dibandingkan pada saat hanya ditangani oleh satu unit kerja atau cabang.
Contoh lainnya, Pelabuhan Utama Makassar yang setelah diserah terima operasi (STO) oleh SPMT mengalami peningkatan kinerja cukup signifikan.
Sebagai perbandingan, ketika curah kering ditangani Cabang Makassar maka bongkar muatnya hanya 2.000 ton -- 2.500 ton per hari, namun setelah dikelola oleh subholding, kini bongkar muat meningkat jadi 5.000 ton - 6.000 ton curah kering per hari.
Angka-angka tersebut menunjukkan bahwa transformasi Pelindo mampu mendongkrak volume usaha sehingga mempercepat perputaran ekonomi kawasan.
Dengan pola kerja yang baru ini setelah merger, fungsi Cabang Makassar tetap sebagai pemilik aset dan pengambil kebijakan seperti penetapan tarif, kerja sama, dan lain sebagainya.
Sementara pihak subholding tetap melakukan koordinasi dan Cabang Makassar yang berhak untuk memberikan evaluasi. Dengan demikian, selaku pemilik aset, fungsi cabang adalah untuk memonitor dan mengevaluasi kegiatan subholding yang bekerja di wilayahnya.
Dampak penerapan dari perubahan manajemen yang bertujuan pada standar nasional, juga terlihat dari rentang waktu tunggu kapal atau barang di pelabuhan (port stay dan cargo stay).
Sebagai contoh, di Pelabuhan Ambon yang sebelumnya port stay-nya 3 hari, setelah penerapan manajemen baru kini berkurang menjadi hanya 1,5 hari.
Kondisi serupa juga terjadi di Cabang Makassar yang sebelumnya port stay-nya 2 hari, saat ini hanya 1 hari dan di Cabang Tolitoli dari 3 hari menjadi 2 hari.
Mencermati semua perkembangan pascamerger itu, selain perusahaan menjadi fokus dan memiliki standarisasi pelayanan, yang tidak kalah penting dilakukan adalah digitalisasi di segala lini.
Percontohan nasional Gebrakan awal pada tahun pertama pascamerger, PT Pelindo Regional 4 menerapkan sistem operasi terminal atau Terminal Operation System (TOS) di Terminal Peti Kemas Makassar (TPM) dan ini menjadi proyek percontohan nasional.
Dameanto Marilitua Pangaribuan selaku Kepala Terminal Peti Kemas Makassar (TPM) mengatakan, kalau penerapan TOS di terminal peti kemas berbasis digital untuk dalam dan luar negeri, kali pertama diterapkan TPM di Makassar.
Sebelumnya sudah ada di Pelabuhan Tanjung Priok, namun penerapan TOS di terminal peti kemas ini untuk dalam negeri saja.
Dengan sistem layanan berbasis digital itu, maka dokumen jasa hingga untuk memantau posisi kontainer di terminal maupun dalam perjalan ke tujuan dapat terpantau melalui satu aplikasi digital.
Dengan demikian, lanjutnya, semua terminal yang dikelola itu terintegrasi datanya sehingga posisi kontainer di pelabuhan asal hingga ke pelabuhan tujuan dapat diketahui dengan jelas seperti halnya penggunaan aplikasi ojek online.
Penerapan TOS juga akan memudahkan pemantauan kapal saat datang sehingga rencana dan pengawasan sudah berjalan lebih awal dan membuat kecepatan bongkar muat kapal bisa lebih cepat lagi dibandingkan sebelum menggunakan TOS.
Menilik semua catatan perjalan Pelindo dalam kurun setahun terakhir setelah terintegrasi pada 1 Oktober 2021, wajarlah jika Pelindo dengan perubahan manajemen ini menyimpan harapan besar untuk kemajuan Indonesia pada masa yang akan datang.
Termasuk harapan masyarakat dan pelaku bisnis yang ada di KTI untuk dapat sejajar pelayanannya di kawasan Barat melalui standarisasi pelayanan yang telah diterapkan Pelindo.
Itu artinya, biaya dapat ditekan dan geliat perekonomian di KTI perlahan akan bangkit setelah sempat tertinggal pada masa lalu.
Hal itu diakui salah seorang pengguna jasa Pelindo, Zulkifli, yang merupakan salah satu eksportir di Sulawesi Selatan.
Sebelum ada digitalisasi layanan dan pembukaan pengiriman langsung (direct call) ke luar negeri, para pelaku usaha di daerah ini dan KTI dibebani biaya transportasi tinggi karena ekspor komoditas harus melalui Pelabuhan Tanjung Perak di Surabaya atau di Pelabuhan Tanjung Priok di Jakarta.
Namun dengan pengiriman komoditas ekspor langsung dari PTM di Makassar, efisiensi dan efektivitas bisnis dapat tercapai.
Testimoni pelaku usaha itu menjadi salah satu bukti peran Pelindo dengan transformasi operasionalnya yang dapat menjembatani kemudahan berniaga di lapangan.
Meski baru berusia setahun, Pelindo kini mulai memperlihatkan eksistensi dan perannya. Perusahaan ini juga menjadi pionir dalam perhelatan sistem kepelabuhanan internasional.
Dengan capaian tersebut, Pelindo bakal tumbuh dan berperan lebih besar dalam memajukan bisnis di KTI.
Kemampuan Pelindo menjawab tantangan dan dinamika bisnis ke depan bakal menguatkan BUMN tersebut dan menjadi garda terdepan dalam mempercepat pemulihan ekonomi nasional.
Editor: Achmad Zaenal M
Copyright © ANTARA 2022
Tags: