BNPB: Fenomena bencana berlawanan tingkat global dirasakan skala lokal
19 September 2022 22:00 WIB
Tangkapan layar - Peta kejadian banjir dan kekeringan di bulan September dalam pemaparan Pelaksana tugas Kepala Pusat Data, Informasi dan Komunikasi Kebencanaan BNPB Abdul Muhari dalam Disaster Briefing diikuti di Jakarta, Senin (19/9/2022). (Antara/Devi Nindy)
Jakarta (ANTARA) - Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat fenomena bencana yang berlawanan dalam waktu yang bersamaan di tingkat global, juga dirasakan skala lokal di Indonesia.
Pelaksana tugas Kepala Pusat Data, Informasi dan Komunikasi Kebencanaan BNPB Abdul Muhari dalam Disaster Briefing diikuti di Jakarta, Senin, mengatakan dalam kurun satu bulan terakhir, fenomena bencana secara global terjadi berlawanan.
Misalnya di sebagian besar daratan China, yang mana terjadi kekeringan di Sungai Kuning dan beberapa daerah aliran sungai (DAS) lainnya serta gelombang panas, justru di negara tetangganya, Korea Selatan dilanda banjir yang sangat besar.
Banjir di selatan Pakistan hingga saat ini belum dinyatakan surut, sehingga Indonesia akan memberikan bantuan untuk negara tersebut pada 27 September 2022, kata Abdul.
"Artinya ada fenomena cuaca panas, kekeringan, di tempat yang tidak jauh di sekelilingnya itu banjir besar," kat Abdul.
Baca juga: BNPB: Indonesia alami 45 bencana hidrometeorologi selama sepekan
Contoh yang sama juga terjadi di benua Eropa, yang mana dalam kurun waktu akhir Agustus dan awal September didera gelombang panas, namun berbalik keadaan di Italia yang mengalami banjir.
Fenomena bencana yang terjadi berlawanan dalam kurun waktu berdekatan, menjadi perhatian BNPB. Terutama saat hal tersebut terjadi dalam skala lokal.
Pada bulan September, dijelaskan bahwa Provinsi Aceh terdampak kekeringan dan karhutla. Namun di posisi yang sama, wilayah tersebut juga mengalami bencana banjir.
"jadi dalam satu provinsi itu sekarang kebakaran hutan, banjir bandang, dan tanah longsor bisa terjadi pada saat yang bersamaan, pada jeda sekian hari, atau jeda minggu, tapi jaraknya sangat dekat," ujar Abdul.
Hal ini menjadikan BNPB mengawasi dengan sangat intens kejadian bencana di Indonesia, sebab kini fase musim tradisional yang telah dikenal sejak lama sudah bergeser tidak karuan. Sehingga memerlukan upaya mitigasi yang lebih besar jika ingin mengurangi dampak kejadian bencana.
"Pemerintah daerah saat ini harus bisa meningkatkan kesiapsiagaannya tidak pada satu jenis bencana saja, tetapi pada saat waktu bersamaan. Misalnya Pemerintah Provinsi Aceh waspada banjir, pada saat yang sama waspada karhutla yang cakupannya cukup besar," kata Abdul.
Baca juga: BNPB minta waspada dampak kejadian cuaca ekstrem di sejumlah provinsi
Pelaksana tugas Kepala Pusat Data, Informasi dan Komunikasi Kebencanaan BNPB Abdul Muhari dalam Disaster Briefing diikuti di Jakarta, Senin, mengatakan dalam kurun satu bulan terakhir, fenomena bencana secara global terjadi berlawanan.
Misalnya di sebagian besar daratan China, yang mana terjadi kekeringan di Sungai Kuning dan beberapa daerah aliran sungai (DAS) lainnya serta gelombang panas, justru di negara tetangganya, Korea Selatan dilanda banjir yang sangat besar.
Banjir di selatan Pakistan hingga saat ini belum dinyatakan surut, sehingga Indonesia akan memberikan bantuan untuk negara tersebut pada 27 September 2022, kata Abdul.
"Artinya ada fenomena cuaca panas, kekeringan, di tempat yang tidak jauh di sekelilingnya itu banjir besar," kat Abdul.
Baca juga: BNPB: Indonesia alami 45 bencana hidrometeorologi selama sepekan
Contoh yang sama juga terjadi di benua Eropa, yang mana dalam kurun waktu akhir Agustus dan awal September didera gelombang panas, namun berbalik keadaan di Italia yang mengalami banjir.
Fenomena bencana yang terjadi berlawanan dalam kurun waktu berdekatan, menjadi perhatian BNPB. Terutama saat hal tersebut terjadi dalam skala lokal.
Pada bulan September, dijelaskan bahwa Provinsi Aceh terdampak kekeringan dan karhutla. Namun di posisi yang sama, wilayah tersebut juga mengalami bencana banjir.
"jadi dalam satu provinsi itu sekarang kebakaran hutan, banjir bandang, dan tanah longsor bisa terjadi pada saat yang bersamaan, pada jeda sekian hari, atau jeda minggu, tapi jaraknya sangat dekat," ujar Abdul.
Hal ini menjadikan BNPB mengawasi dengan sangat intens kejadian bencana di Indonesia, sebab kini fase musim tradisional yang telah dikenal sejak lama sudah bergeser tidak karuan. Sehingga memerlukan upaya mitigasi yang lebih besar jika ingin mengurangi dampak kejadian bencana.
"Pemerintah daerah saat ini harus bisa meningkatkan kesiapsiagaannya tidak pada satu jenis bencana saja, tetapi pada saat waktu bersamaan. Misalnya Pemerintah Provinsi Aceh waspada banjir, pada saat yang sama waspada karhutla yang cakupannya cukup besar," kata Abdul.
Baca juga: BNPB minta waspada dampak kejadian cuaca ekstrem di sejumlah provinsi
Pewarta: Devi Nindy Sari Ramadhan
Editor: Triono Subagyo
Copyright © ANTARA 2022
Tags: