Jakarta (ANTARA) - Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) pastikan penanganan lingkungan bagi keluarga yang berisiko mengalami kekerdilan (stunting), sesuai dengan kepemilikan tanah yang ditinggali oleh keluarga bersangkutan.

“Yang paling penting adalah kepemilikan tanah. Misalnya, saya tinggal di sana. Apakah tanahnya hak milik saya atau tidak, jadi itu informasi yang kami dapatkan dari Pendataan Keluarga 2021 (PK21),” kata Kepala Badan Pengembangan Infrastruktur Wilayah Kementerian PUPR Rachman Arief Dienaputra usai Rakornas Pemutakhiran PK22 di Jakarta, Senin.

Rachman menuturkan bukti kepemilikan tanah dari kediaman yang ditinggali sebuah keluarga, sangat mempengaruhi program PUPR dalam memberikan intervensi pada keluarga berisiko stunting.

Sebagai pihak yang bekerja sama dengan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) dalam membangun lingkungan perumahan penduduk lebih baik, PUPR akan menyelesaikan masalah rumah tak layak huni, sanitasi dan air yang tak bersih sampai jamban yang tidak sesuai standar.

Baca juga: PUPR kolaborasikan program infrastruktur-perumahan entaskan stunting

Baca juga: Kementerian PUPR fokus program pengentasan kemiskinan dan stunting


Namun, program tidak dapat dijalankan secara keberlanjutan jika rumah tidak didirikan di atas tanah yang bersangkutan. Sebab, hal itu akan mengganggu regulasi pembangunan rumah layak huni.

“Kalau kita melakukan intervensi membantu pembangunan rumah, harus dipastikan yang kita bantu adalah yang punya tanah itu sendiri. Jangan sampai ketika kita bangun (sesuai program), sama pemiliknya (yang asli) itu diusir,” ucap Rachman.

Selain melihat kepemilikan tanah dalam mempercepat penurunan angka prevalensi stunting, PUPR juga melakukan verifikasi dan validasi kondisi di lapangan yang disesuaikan dengan Pendataan Keluarga Tahun 2021 (PK21) milik BKKBN.

Menurutnya, verifikasi dan validasi data menjadi kunci penting dalam menentukan ketepatan data serta target sasaran di lapangan. Rachman juga menyebutkan jika PUPR terbantu dengan akurasi yang dimiliki oleh data PK21.

Sebab, PUPR dapat menentukan lokus prioritas dalam memberikan intervensi langsung pada keluarga berisiko stunting.

“Itu kuncinya, kalau melakukan validasi dan verifikasi kita bisa meyakini diri bahwa data tepat atau tidak. Jangan sampai orang yang tidak miskin mendapatkan bantuan dan orang yang miskin tidak mendapatkannya,” ujarnya.

Pada tahun 2022, dari 212 lokasi kabupaten/kota, sebanyak 116 di antaranya sudah mendapatkan intervensi dari PUPR meski belum di semua titik yang sudah ditentukan.

Pada tahun 2023, intervensi menjadi rumah layak huni akan menyasar 514 kabupaten/kota. Hal itu dimaksudkan supaya target yang telah ditetapkan pemerintah dapat tercapai secara optimal.

“Memang tidak mungkin kabupaten/kota semuanya kita hilangkan atau kita intervensi di tahun 2024 ini. Kita tetap akan mencari lokasi-lokasi prioritas, kecuali memang ada alokasi khusus untuk melakukan penanganan kemiskinan ekstrem di Kementerian PUPR,” katanya.*

Baca juga: Menkes sebut Kementerian PUPR-Kemendagri berperan atasi stunting

Baca juga: Cegah stunting di 60 wilayah, PUPR bangun tiga program padat karya