CISDI minta pemerintah terapkan cukai minuman berpemanis
17 September 2022 16:15 WIB
Tangkapan layar Direktur Kebijakan CISDI, Olivia Herlinda dalam Forum for Young Indonesians (FYI) bertajuk "Dunia Tipu-Tipu Minuman Berpemanis dalam Kemasan" di Jakarta, Sabtu (17/9/2022). (ANTARA/ Zubi Mahrofi)
Jakarta (ANTARA) - Lembaga swadaya masyarakat Center for Indonesia Srategic Development Initiative (CISDI) meminta pemerintah untuk menerapkan cukai minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK) demi menurunkan prevalensi obesitas dan penyakit tidak menular di Indonesia.
"Belum ada regulasi terkait iklan, promosi, dan sponsor MBDK. Ini membuat pemasaran MBDK selalu dikemas sangat menarik bagi anak-anak muda," ujar Direktur Kebijakan CISDI, Olivia Herlinda dalam acara Forum for Young Indonesians (FYI) yang diikuti secara daring di Jakarta, Sabtu.
Akibatnya, lanjut dia, jumlah konsumen terus meningkat dan menciptakan kesan MBDK adalah produk yang normal dan baik-baik saja.
Dalam FYI bertajuk "Dunia Tipu-Tipu Minuman Berpemanis dalam Kemasan" ini, CISDI mengajak anak muda mendorong pemerintah membuat kebijakan yang melindungi kesehatan masyarakat.
Baca juga: Konsumsi minuman kemasan berpemanis naik 15 kali lipat 2 dekade
Baca juga: YLKI dukung rencana penerapan cukai minuman berpemanis
Salah satunya melalui penandatanganan petisi daring yang meminta pemerintah memberlakukan cukai produk MBDK sebesar 20 persen. Hingga Sabtu (17/9) lebih dari 1.000 orang telah menandatangani petisi ini.
Selain petisi, CISDI juga mendorong adanya representasi multi-pemangku kepentingan dan anak muda dalam proses regulasi cukai MBDK dengan mendatangkan 30 anak muda dari 16 organisasi untuk menghadiri FYI dan mengikuti pelatihan advokasi kebijakan.
Ia menyampaikan dukungan publik terhadap upaya pengenaan cukai cukup kuat. Survei daring CISDI terhadap 2.605 responden menyebutkan 78 persen responden merasa minuman berpemanis memenuhi kriteria barang kena cukai.
Riset yang sama menunjukkan 80 persen responden atau setara delapan dari 10 orang sepenuhnya mendukung rencana pemerintah untuk mengenakan cukai pada setiap produk MBDK.
Sementara, 85 persen responden mengaku akan mengurangi konsumsi MBDK jika pengenaan cukai mencapai 20 persen.
"Kehadiran data ini seharusnya memberikan dukungan bagi pemerintah untuk segera menerapkan cukai," kata Olivia.
Baca juga: Kemenkes: Imbauan kurangi minuman berpemanis tidak efektif
Baca juga: Kemenkeu sebut cukai minuman berpemanis siap diterapkan di 2023
Menurutnya, anggapan cukai MBDK mengganggu pemulihan ekonomi, berdampak pada kenaikan harga bahan pokok, serta tidak efektif mengurangi konsumsi dinilai tidak tepat.
Ia menyampaikan dana yang terkumpul dari pengenaan cukai dapat bermanfaat bagi sektor-sektor lain, seperti untuk menambah pembiayaan upaya promosi kesehatan di Indonesia.
"Instrumen cukai bersifat cost effective (hemat biaya). Cukai mampu menjalankan fungsi edukasi, pengendalian konsumsi, sekaligus berpotensi menambah pemasukan negara, sehingga tidak menimbulkan banyak kerugian," katanya.
"Belum ada regulasi terkait iklan, promosi, dan sponsor MBDK. Ini membuat pemasaran MBDK selalu dikemas sangat menarik bagi anak-anak muda," ujar Direktur Kebijakan CISDI, Olivia Herlinda dalam acara Forum for Young Indonesians (FYI) yang diikuti secara daring di Jakarta, Sabtu.
Akibatnya, lanjut dia, jumlah konsumen terus meningkat dan menciptakan kesan MBDK adalah produk yang normal dan baik-baik saja.
Dalam FYI bertajuk "Dunia Tipu-Tipu Minuman Berpemanis dalam Kemasan" ini, CISDI mengajak anak muda mendorong pemerintah membuat kebijakan yang melindungi kesehatan masyarakat.
Baca juga: Konsumsi minuman kemasan berpemanis naik 15 kali lipat 2 dekade
Baca juga: YLKI dukung rencana penerapan cukai minuman berpemanis
Salah satunya melalui penandatanganan petisi daring yang meminta pemerintah memberlakukan cukai produk MBDK sebesar 20 persen. Hingga Sabtu (17/9) lebih dari 1.000 orang telah menandatangani petisi ini.
Selain petisi, CISDI juga mendorong adanya representasi multi-pemangku kepentingan dan anak muda dalam proses regulasi cukai MBDK dengan mendatangkan 30 anak muda dari 16 organisasi untuk menghadiri FYI dan mengikuti pelatihan advokasi kebijakan.
Ia menyampaikan dukungan publik terhadap upaya pengenaan cukai cukup kuat. Survei daring CISDI terhadap 2.605 responden menyebutkan 78 persen responden merasa minuman berpemanis memenuhi kriteria barang kena cukai.
Riset yang sama menunjukkan 80 persen responden atau setara delapan dari 10 orang sepenuhnya mendukung rencana pemerintah untuk mengenakan cukai pada setiap produk MBDK.
Sementara, 85 persen responden mengaku akan mengurangi konsumsi MBDK jika pengenaan cukai mencapai 20 persen.
"Kehadiran data ini seharusnya memberikan dukungan bagi pemerintah untuk segera menerapkan cukai," kata Olivia.
Baca juga: Kemenkes: Imbauan kurangi minuman berpemanis tidak efektif
Baca juga: Kemenkeu sebut cukai minuman berpemanis siap diterapkan di 2023
Menurutnya, anggapan cukai MBDK mengganggu pemulihan ekonomi, berdampak pada kenaikan harga bahan pokok, serta tidak efektif mengurangi konsumsi dinilai tidak tepat.
Ia menyampaikan dana yang terkumpul dari pengenaan cukai dapat bermanfaat bagi sektor-sektor lain, seperti untuk menambah pembiayaan upaya promosi kesehatan di Indonesia.
"Instrumen cukai bersifat cost effective (hemat biaya). Cukai mampu menjalankan fungsi edukasi, pengendalian konsumsi, sekaligus berpotensi menambah pemasukan negara, sehingga tidak menimbulkan banyak kerugian," katanya.
Pewarta: Zubi Mahrofi
Editor: Endang Sukarelawati
Copyright © ANTARA 2022
Tags: