Harga minyak Asia naik tipis, namun di jalur penurunan mingguan
16 September 2022 15:08 WIB
Ilustrasi - Anjungan minyak lepas pantai di Huntington Beach, California, Amerika Serikat. ANTARA/REUTERS/Lucy Nicholson/aa.
Singapura (ANTARA) - Harga minyak naik tipis di perdagangan Asia pada Jumat sore, tetapi berada di jalur penurunan mingguan di tengah kekhawatiran kenaikan suku bunga tajam yang akan menghambat pertumbuhan global dan menekan permintaan bahan bakar.
Harga minyak mentah berjangka Brent terangkat 56 sen atau 0,6 persen, menjadi diperdagangkan di 91,40 dolar AS per barel pada pukul 06.10 GMT, tetapi turun 1,5 persen untuk sejauh minggu ini.
Harga minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) AS menguat 42 sen atau 0,5 persen, menjadi diperdagangkan pada 85,52 dolar AS per barel, namun jatuh 1,4 persen pada basis mingguan.
"Rebound pagi hari ini untuk harga minyak hanya dapat digambarkan sebagai koreksi jangka pendek, karena The Fed akan menaikkan suku bunga sebesar 75 basis poin atau 100 basis poin minggu depan," kata Analis CMC Markets, Leon Li.
"Meskipun kemungkinan kenaikan suku bunga 100 basis poin relatif kecil, itu akan membawa ketidakpastian pada sentimen pasar. Jadi masih ada risiko harga minyak bisa turun lebih rendah minggu depan."
Kedua harga acuan menuju kerugian mingguan ketiga berturut-turut, sebagian dirugikan oleh dolar AS yang kuat, yang membuat minyak lebih mahal bagi pembeli yang menggunakan mata uang lainnya. Indeks dolar turun pada Jumat tetapi bertahan di dekat tertinggi minggu lalu di atas 110.
Baca juga: Harga minyak naik, dipicu khawatir pasokan & peralihan bahan bakar
Investor bersiap untuk kenaikan suku bunga AS minggu depan setelah data menunjukkan inflasi yang mendasari meluas, dan di tengah meningkatnya kekhawatiran resesi global.
Pasar juga terguncang oleh prospek Badan Energi Internasional untuk hampir nol pertumbuhan permintaan minyak pada kuartal keempat karena prospek permintaan yang lebih lemah di China.
"Fundamental minyak sebagian besar masih bearish karena prospek permintaan China tetap menjadi tanda tanya besar dan karena inflasi yang melawan Fed tampaknya siap untuk melemahkan ekonomi AS," kata Analis OANDA Edward Moya dalam sebuah catatan.
Analis mengatakan sentimen menderita dari komentar oleh Departemen Energi AS bahwa tidak mungkin untuk berusaha mengisi kembali Cadangan Minyak Strategis (SPR) sampai setelah tahun fiskal 2023.
Di sisi penawaran, pasar telah menemukan beberapa dukungan pada berkurangnya ekspektasi kembalinya minyak mentah Iran, karena para pejabat Barat mengecilkan prospek menghidupkan kembali kesepakatan nuklir dengan Teheran.
Analis Commonwealth Bank Vivek Dhar mengatakan hal itu mendukung pandangan bank bahwa pasar minyak akan mengetat pada akhir tahun dan Brent akan kembali ke 100 dolar AS per barel pada kuartal keempat.
Harga minyak juga dapat didukung pada kuartal keempat karena anggota OPEC+ kemungkinan akan membahas pengurangan produksi pada pertemuan Oktober, dan ketika Eropa akan menghadapi krisis energi di tengah ketidakpastian pasokan minyak dan gas dari Rusia, tambah Li dari CMC.
Baca juga: Harga minyak naik tipis di Asia, ditopang prospek permintaan global
Harga minyak mentah berjangka Brent terangkat 56 sen atau 0,6 persen, menjadi diperdagangkan di 91,40 dolar AS per barel pada pukul 06.10 GMT, tetapi turun 1,5 persen untuk sejauh minggu ini.
Harga minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) AS menguat 42 sen atau 0,5 persen, menjadi diperdagangkan pada 85,52 dolar AS per barel, namun jatuh 1,4 persen pada basis mingguan.
"Rebound pagi hari ini untuk harga minyak hanya dapat digambarkan sebagai koreksi jangka pendek, karena The Fed akan menaikkan suku bunga sebesar 75 basis poin atau 100 basis poin minggu depan," kata Analis CMC Markets, Leon Li.
"Meskipun kemungkinan kenaikan suku bunga 100 basis poin relatif kecil, itu akan membawa ketidakpastian pada sentimen pasar. Jadi masih ada risiko harga minyak bisa turun lebih rendah minggu depan."
Kedua harga acuan menuju kerugian mingguan ketiga berturut-turut, sebagian dirugikan oleh dolar AS yang kuat, yang membuat minyak lebih mahal bagi pembeli yang menggunakan mata uang lainnya. Indeks dolar turun pada Jumat tetapi bertahan di dekat tertinggi minggu lalu di atas 110.
Baca juga: Harga minyak naik, dipicu khawatir pasokan & peralihan bahan bakar
Investor bersiap untuk kenaikan suku bunga AS minggu depan setelah data menunjukkan inflasi yang mendasari meluas, dan di tengah meningkatnya kekhawatiran resesi global.
Pasar juga terguncang oleh prospek Badan Energi Internasional untuk hampir nol pertumbuhan permintaan minyak pada kuartal keempat karena prospek permintaan yang lebih lemah di China.
"Fundamental minyak sebagian besar masih bearish karena prospek permintaan China tetap menjadi tanda tanya besar dan karena inflasi yang melawan Fed tampaknya siap untuk melemahkan ekonomi AS," kata Analis OANDA Edward Moya dalam sebuah catatan.
Analis mengatakan sentimen menderita dari komentar oleh Departemen Energi AS bahwa tidak mungkin untuk berusaha mengisi kembali Cadangan Minyak Strategis (SPR) sampai setelah tahun fiskal 2023.
Di sisi penawaran, pasar telah menemukan beberapa dukungan pada berkurangnya ekspektasi kembalinya minyak mentah Iran, karena para pejabat Barat mengecilkan prospek menghidupkan kembali kesepakatan nuklir dengan Teheran.
Analis Commonwealth Bank Vivek Dhar mengatakan hal itu mendukung pandangan bank bahwa pasar minyak akan mengetat pada akhir tahun dan Brent akan kembali ke 100 dolar AS per barel pada kuartal keempat.
Harga minyak juga dapat didukung pada kuartal keempat karena anggota OPEC+ kemungkinan akan membahas pengurangan produksi pada pertemuan Oktober, dan ketika Eropa akan menghadapi krisis energi di tengah ketidakpastian pasokan minyak dan gas dari Rusia, tambah Li dari CMC.
Baca juga: Harga minyak naik tipis di Asia, ditopang prospek permintaan global
Penerjemah: Apep Suhendar
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2022
Tags: