Manokwari (ANTARA) - Tokoh senior Papua Michael Manufandu menyatakan prihatin dengan banyaknya pejabat Papua yang tersandung kasus dugaan korupsi akhir-akhir ini.

Dihubungi ANTARA dari Manokwari, Jumat, Manufandu menyebut dugaan bahwa sejumlah pejabat pemerintah di Papua tersandung kasus korupsi sudah lama didengungkan baik oleh Presiden Joko Widodo maupun oleh Menteri Koordinator Bidang Politik dan Keamanan Mahfud MD.

"Presiden Jokowi pernah berpidato bahwa mereka yang menyalahgunakan uang Otsus dari 2002 sampai 2015 untuk diusut dan diproses. Lalu Pak Mahfud MD pernah menyampaikan bahwa ada 10 pejabat Papua yang tersangkut kasus korupsi," ujar Manufandu.

Mantan Dubes RI untuk negara Kolombia dan penasihat pemerintah untuk urusan Papua itu berharap pengungkapan kasus dugaan korupsi para pejabat Papua yang dilakukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bisa memberikan efek jera kepada para pejabat di Papua.

Agar uang triliunan rupiah yang mengalir ke Papua selama ini benar-benar digunakan untuk membangun dan mensejahterakan masyarakat (Orang Asli Papua), bukan dihambur-hamburkan untuk pesta pora dan membangun kemewahan oknum-oknum tertentu.

"Uang yang banyak mengalir ke Papua itu harus direncanakan penggunaannya secara baik untuk kepentingan rakyat yang berfokus pada empat isu utama yaitu pendidikan, kesehatan, ekonomi kerakyatan dan infrastruktur di kampung-kampung terpencil dan terpelosok," jelas mantan Wali Kota Administrasi Jayapura itu.

Ia menilai semakin banyaknya pejabat Papua yang terlibat tindak pidana korupsi juga akibat dari lemahnya pengawasan oleh pemerintah di tingkat atas.

Masih banyak pejabat di bumi Cenderawasih itu menganggap uang negara sebagai uang pribadi mereka sehingga bisa digunakan sesuka hati tanpa mengikuti pedoman dan prosedur keuangan yang berlaku.

"Banyak yang tidak paham bahwa uang yang mereka kelola itu uang rakyat, tetapi menganggap seolah-olah itu mereka punya uang pribadi," ujarnya.

Lebih lanjut Manufandu mengatakan rakyat Papua hingga kini masih banyak yang hidup miskin dalam berbagai keterbatasan, tidak memiliki tempat tinggal, bertelanjang kaki menjual pinang, sayur, ikan di pinggir jalan raya hanya untuk bisa bertahan hidup.

"Sementara pejabat-pejabatnya beternak mobil dinas, punya rumah mewah bahkan beli apartemen di Jakarta, ada juga yang punya pacar artis-artis. Pertanyaannya mereka dapat semua kemewahan itu dari mana? Saya puluhan tahun menjadi birokrat, tidak punya apa-apa, bahkan anak-anak saya tidak dapat biaya pendidikan dari dana Otsus," ujar mantan Direktur Akademi Pemerintahan Dalam Negeri (APDN) Jayapura itu.

Ia meminta keseriusan KPK, kejaksaan dan kepolisian untuk mengusut tuntas borok-borok korupsi di Tanah Papua.

"Hendaknya beberapa kasus yang diungkap KPK menjadi starting point untuk melakukan pembersihan birokrasi di Papua karena rakyat sudah lama mengeluh soal ini. KPK silakan membuka semua kasus itu secara terang-benderang, tidak boleh ada yang ditutup-tutupi. Tugas kita bersama untuk menyelamatkan wajah pemerintahan dan rakyat di Tanah Papua," harap Manufandu.

Sebelumnya Wakil Ketua KPK Alexander Marwata menyebut pengungkapan kasus korupsi yang melibatkan Gubernur Papua Lukas Enembe dan Bupati Mamberamo Tengah Ricky Ham Pagawak untuk menindaklanjuti laporan masyarakat dan juga berbagai informasi yang diterima oleh KPK.

Alex mengatakan beberapa kali pimpinan KPK berkunjung ke Papua dan selalu mendapat komplain dari masyarakat penggiat antikorupsi dan juga dari kalangan pengusaha.

"Seolah-olah KPK itu tidak ada kehadirannya di Provinsi Papua, sudah lama KPK menerima informasi-informasi dari masyarakat Papua terkait dengan praktik korupsi dan pembangunan infrastruktur di sana. Kami tidak tinggal diam, kami berkoordinasi dengan berbagai pihak dan terutama juga informasi dari masyarakat," ujar Alex.

Sejauh ini, lanjut dia, KPK telah menetapkan tiga kepala daerah di Provinsi Papua sebagai tersangka, yakni Bupati Mimika Eltinus Omaleng (EO) dalam kasus dugaan korupsi pembangunan Gereja Kingmi Mile 32 di Kabupaten Mimika

Kemudian, Bupati Mamberamo Tengah Ricky Ham Pagawak (RHP) terkait kasus dugaan suap pelaksanaan berbagai proyek pembangunan infrastruktur di Kabupaten Mamberamo Tengah.

Terakhir, Gubernur Papua Lukas Enembe (LE). KPK belum dapat menginformasikan secara menyeluruh konstruksi perkara yang menjerat Lukas Enembe sebagai tersangka.

KPK menegaskan telah memiliki cukup alat bukti untuk menetapkan tiga orang tersebut sebagai tersangka. Selain itu, KPK juga telah mengklarifikasi beberapa saksi dan juga mendapatkan dokumen-dokumen sebagai alat bukti.

"Kami berharap dukungan dari masyarakat Papua terkait upaya pemberantasan korupsi yang kami lakukan. Kami berharap dana yang demikian besar yang sudah disalurkan oleh pemerintah pusat dalam bentuk dana otsus (otonomi khusus) itu betul-betul bisa dimanfaatkan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat Papua. Harapan kami seperti itu," kata Alex.