Masyarakat diminta tidak euforia situasi COVID-19 yang terkendali
15 September 2022 17:56 WIB
Satuan Tugas (Satgas) Penanganan COVID-19 Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) Erlina Burhan menanggapi pertanyaan sejumlah pewarta dalam media briefing "Pentingnya Vaksinasi Booster dalam Melindungi Masyarakat dari Akibat Serius Penyakit COVID-19 Termasuk Rawat Inap dan Kematian" di Jakarta, Kamis (15/9/2022). ANTARA/Zubi Mahrofi/am.
Jakarta (ANTARA) - Satuan Tugas (Satgas) Penanganan COVID-19 Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) Erlina Burhan meminta masyarakat untuk tidak euforia dengan situasi COVID-19 yang cenderung terkendali saat ini.
"Alhamdulillah, meskipun sekarang ada varian baru Omicron tetapi tidak sampai puncak, hanya riak-riak saja. Pasien di RS dan kematian juga menurun, ini memang arah endemi tapi jangan terlalu euforia, tetap hati-hati," ujarnya di Jakarta, Kamis.
Erlina di media briefing "Pentingnya Vaksinasi Booster dalam Melindungi Masyarakat dari Akibat Serius Penyakit COVID-19 Termasuk Rawat Inap dan Kematian", mengingatkan pandemi COVID-19 yang masih terjadi saat ini tidak terduga, situasinya masih sangat dinamis.
"Dulu kita merasa segera endemi, bahkan kasus harian di bawah 300 orang. Tiba-tiba muncul Omicron, puncaknya melebihi Delta yang sekitar 54.000 kasus, Omicron sekitar 60.000 kasus," paparnya.
Baca juga: Satgas IDI harapkan proses PTM dimonitor dengan hati-hati
Baca juga: PDPI dorong biaya perawatan pasien "long COVID-19" ditanggung BPJS
Dokter spesialis pulmonologi dan pengobatan pernapasan (paru-paru) itu mengharapkan, kebiasaan baik perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) seperti mencuci tangan, memakai masker harus tetap dilaksanakan. Di samping itu, cakupan vaksinasi penguat juga harus ditingkatkan.
"Untuk vaksinasi primer Indonesia bagus, vaksin pertama 86 persen, kedua 72 persen, namun yang menjadi masalah adalah capaian untuk vaksinasi booster atau suntikan ketiga masih rendah sekitar 26 persen," tuturnya.
Padahal, kata dia, vaksinasi penguat dapat melindungi diri dari infeksi berat sehingga tidak sampai dirawat di rumah sakit.
"Makanya kita sebut booster penting, namun cakupannya masih rendah, saya tak tahu persis kenapa booster tidak secepat dosis pertama dan kedua. Bisa jadi masalah distribusi, sentra vaksinasi yang sudah mulai berkurang," katanya.
Dalam kesempatan sama, Ketua Komnas KIPI, Hinky Hindra Irawan Satari mengimbau agar masyarakat tetap memakai masker karena COVID-19 masih ada.
Ia mengatakan, masker dapat membantu mengurangi risiko penularan atau transmisi infeksi COVID-19.
"Virus masuknya dari lubang hidung bukan dari yang lain. Jadi yang harus kita lindungi itu lubang hidung. Jadi, bagaimana yang bawa virus tidak menularkan kepada kita? Tutup hidung kita dengan memakai masker," tuturnya.*
"Alhamdulillah, meskipun sekarang ada varian baru Omicron tetapi tidak sampai puncak, hanya riak-riak saja. Pasien di RS dan kematian juga menurun, ini memang arah endemi tapi jangan terlalu euforia, tetap hati-hati," ujarnya di Jakarta, Kamis.
Erlina di media briefing "Pentingnya Vaksinasi Booster dalam Melindungi Masyarakat dari Akibat Serius Penyakit COVID-19 Termasuk Rawat Inap dan Kematian", mengingatkan pandemi COVID-19 yang masih terjadi saat ini tidak terduga, situasinya masih sangat dinamis.
"Dulu kita merasa segera endemi, bahkan kasus harian di bawah 300 orang. Tiba-tiba muncul Omicron, puncaknya melebihi Delta yang sekitar 54.000 kasus, Omicron sekitar 60.000 kasus," paparnya.
Baca juga: Satgas IDI harapkan proses PTM dimonitor dengan hati-hati
Baca juga: PDPI dorong biaya perawatan pasien "long COVID-19" ditanggung BPJS
Dokter spesialis pulmonologi dan pengobatan pernapasan (paru-paru) itu mengharapkan, kebiasaan baik perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) seperti mencuci tangan, memakai masker harus tetap dilaksanakan. Di samping itu, cakupan vaksinasi penguat juga harus ditingkatkan.
"Untuk vaksinasi primer Indonesia bagus, vaksin pertama 86 persen, kedua 72 persen, namun yang menjadi masalah adalah capaian untuk vaksinasi booster atau suntikan ketiga masih rendah sekitar 26 persen," tuturnya.
Padahal, kata dia, vaksinasi penguat dapat melindungi diri dari infeksi berat sehingga tidak sampai dirawat di rumah sakit.
"Makanya kita sebut booster penting, namun cakupannya masih rendah, saya tak tahu persis kenapa booster tidak secepat dosis pertama dan kedua. Bisa jadi masalah distribusi, sentra vaksinasi yang sudah mulai berkurang," katanya.
Dalam kesempatan sama, Ketua Komnas KIPI, Hinky Hindra Irawan Satari mengimbau agar masyarakat tetap memakai masker karena COVID-19 masih ada.
Ia mengatakan, masker dapat membantu mengurangi risiko penularan atau transmisi infeksi COVID-19.
"Virus masuknya dari lubang hidung bukan dari yang lain. Jadi yang harus kita lindungi itu lubang hidung. Jadi, bagaimana yang bawa virus tidak menularkan kepada kita? Tutup hidung kita dengan memakai masker," tuturnya.*
Pewarta: Zubi Mahrofi
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2022
Tags: