MenPPPA: Perdagangan orang jadi fenomena gunung es bagi RI
14 September 2022 23:25 WIB
Tangkapan layar Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Bintang Puspayoga dalam Rakornas Gugus Tugas Pencegahan dan Penanganan TPPO yang diikuti secara daring di Jakarta, Rabu (14/9/2022). ANTARA/Hreeloita Dharma Shanti
Jakarta (ANTARA) - Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (MenPPPA) Bintang Puspayoga menyatakan bahwa terjadinya perdagangan orang yang marak dilakukan oknum tidak bertanggung jawab, telah menjadi fenomena gunung es bagi Indonesia.
“Perlu menjadi catatan bahwa angka ini merupakan fenomena gunung es di mana korban dan kasus yang terjadi, masih jauh lebih tinggi daripada yang terlaporkan,” kata Bintang dalam Rakornas Gugus Tugas Pencegahan dan Penanganan TPPO yang diikuti secara daring di Jakarta, Rabu.
Bintang menyebut jika data dalam Simfoni PPPA sepanjang tahun 2021 menunjukkan bahwa perdagangan orang mengalami kenaikan sampai tiga kali lipat. Naiknya jumlah kasus yang terlapor memberi gambaran jelas bila perdagangan orang semakin dekat dengan kehidupan masyarakat Indonesia.
Data yang didapat pun diduga belum mencakup semua kasus yang terjadi atau diketahui oleh pemerintah. Dari data yang dimiliki oleh Kementerian PPPA pun, perempuan dan anak-anak yang menjadi korban banyak diperdagangkan sebagai pekerja utamanya dalam sektor rumah tangga, dikawinkan secara paksa, dilacurkan, hingga penawaran adopsi ilegal pada anak-anak.
Baca juga: Menlu RI dan Mendagri Kamboja bahas pencegahan TPPO
Baca juga: MenPPPA minta pemda fasilitasi gugus tugas TPPO kabupaten/kota
Menurut Bintang fenomena gunung es, juga dipicu dengan cara beragam yang salah satunya melalui penggunaan teknologi canggih yang telah mempermudah pelaku perdagangan orang menjerat korban yang masuk dalam kelompok rentan.
“Perdagangan orang semakin dekat dengan kehidupan kita dengan modus yang semakin beragam. Penggunaan teknologi untuk menjerat korban perdagangan orang,” ujarnya.
Teknologi yang dimaksud adalah penggunaan media sosial yang dimanfaatkan, sebagai ruang untuk melakukan proses perekrutan hingga manajemen keuangan bisnis pelaku yang bersangkutan. Mirisnya, dalam kasus Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO), korbannya didominasi oleh perempuan dan anak-anak.
Sebagai negara yang terbentuk untuk melindungi rakyatnya, Pemerintah Indonesia telah memegang komitmen teguh memberantas permasalahan tersebut melalui Undang-Undang Dasar 1945.
“Jaminan yang diberikan oleh konstitusi tersebut, tentunya perlu dilakukan negara dengan memberikan rasa aman pada warga negara dari ancaman ketakutan, penyiksaan dan perlakuan yang merendahkan harkat dan martabat manusia,” ucap Bintang.
Baca juga: BP2MI dorong kolaborasi perlindungan TPPO
Baca juga: Anggota DPR: Pemerintah perlu tunjuk kementerian/lembaga tangani TPPO
Bintang menambahkan apabila komitmen tersebut juga terlihat dari diterbitkannya Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang pemberantasan tindak pidana perdagangan orang dan Revisi Peraturan Presiden tentang gugus tugas percepatan penanganan tindak pidana perdagangan orang.
Agar kasus tidak semakin marak, Kemen PPPA telah membentuk gugus tugas percepatan penanganan TPPO pusat terdiri dari 24 kementerian/lembaga yang terdiri dari enam sub gugus tugas.
Ia turut meminta agar koordinasi yang dibangun oleh pemerintah bisa dijalankan secara komperhensif, cepat, dan tepat bersama dengan pihak atau stakeholder yang menekuni bidang tersebut.
“Saya tekankan dalam menjalankan Tugas Pokok dan Fungsi (Tusi) kita, jangan sampai kerja-kerja yang kita lakukan terhambat oleh sistem,” katanya.
Baca juga: Anggota DPR minta pemerintah serius tangani kasus TPPO
Baca juga: 12 WNI korban perusahaan "online scam" Kamboja tiba di Tanah Air
Baca juga: Polres Sukabumi ringkus enam tersangka sindikat TPPO
“Perlu menjadi catatan bahwa angka ini merupakan fenomena gunung es di mana korban dan kasus yang terjadi, masih jauh lebih tinggi daripada yang terlaporkan,” kata Bintang dalam Rakornas Gugus Tugas Pencegahan dan Penanganan TPPO yang diikuti secara daring di Jakarta, Rabu.
Bintang menyebut jika data dalam Simfoni PPPA sepanjang tahun 2021 menunjukkan bahwa perdagangan orang mengalami kenaikan sampai tiga kali lipat. Naiknya jumlah kasus yang terlapor memberi gambaran jelas bila perdagangan orang semakin dekat dengan kehidupan masyarakat Indonesia.
Data yang didapat pun diduga belum mencakup semua kasus yang terjadi atau diketahui oleh pemerintah. Dari data yang dimiliki oleh Kementerian PPPA pun, perempuan dan anak-anak yang menjadi korban banyak diperdagangkan sebagai pekerja utamanya dalam sektor rumah tangga, dikawinkan secara paksa, dilacurkan, hingga penawaran adopsi ilegal pada anak-anak.
Baca juga: Menlu RI dan Mendagri Kamboja bahas pencegahan TPPO
Baca juga: MenPPPA minta pemda fasilitasi gugus tugas TPPO kabupaten/kota
Menurut Bintang fenomena gunung es, juga dipicu dengan cara beragam yang salah satunya melalui penggunaan teknologi canggih yang telah mempermudah pelaku perdagangan orang menjerat korban yang masuk dalam kelompok rentan.
“Perdagangan orang semakin dekat dengan kehidupan kita dengan modus yang semakin beragam. Penggunaan teknologi untuk menjerat korban perdagangan orang,” ujarnya.
Teknologi yang dimaksud adalah penggunaan media sosial yang dimanfaatkan, sebagai ruang untuk melakukan proses perekrutan hingga manajemen keuangan bisnis pelaku yang bersangkutan. Mirisnya, dalam kasus Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO), korbannya didominasi oleh perempuan dan anak-anak.
Sebagai negara yang terbentuk untuk melindungi rakyatnya, Pemerintah Indonesia telah memegang komitmen teguh memberantas permasalahan tersebut melalui Undang-Undang Dasar 1945.
“Jaminan yang diberikan oleh konstitusi tersebut, tentunya perlu dilakukan negara dengan memberikan rasa aman pada warga negara dari ancaman ketakutan, penyiksaan dan perlakuan yang merendahkan harkat dan martabat manusia,” ucap Bintang.
Baca juga: BP2MI dorong kolaborasi perlindungan TPPO
Baca juga: Anggota DPR: Pemerintah perlu tunjuk kementerian/lembaga tangani TPPO
Bintang menambahkan apabila komitmen tersebut juga terlihat dari diterbitkannya Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang pemberantasan tindak pidana perdagangan orang dan Revisi Peraturan Presiden tentang gugus tugas percepatan penanganan tindak pidana perdagangan orang.
Agar kasus tidak semakin marak, Kemen PPPA telah membentuk gugus tugas percepatan penanganan TPPO pusat terdiri dari 24 kementerian/lembaga yang terdiri dari enam sub gugus tugas.
Ia turut meminta agar koordinasi yang dibangun oleh pemerintah bisa dijalankan secara komperhensif, cepat, dan tepat bersama dengan pihak atau stakeholder yang menekuni bidang tersebut.
“Saya tekankan dalam menjalankan Tugas Pokok dan Fungsi (Tusi) kita, jangan sampai kerja-kerja yang kita lakukan terhambat oleh sistem,” katanya.
Baca juga: Anggota DPR minta pemerintah serius tangani kasus TPPO
Baca juga: 12 WNI korban perusahaan "online scam" Kamboja tiba di Tanah Air
Baca juga: Polres Sukabumi ringkus enam tersangka sindikat TPPO
Pewarta: Hreeloita Dharma Shanti
Editor: Budhi Santoso
Copyright © ANTARA 2022
Tags: